Mongabay.co.id

Bersih-bersih Sungai Code, Asah Kepedulian Pelajar untuk Cinta Lingkungan

Seorang pelajar yang memungut kantong sampah yang dibuang ke Sungai Code. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

“Popok bayi!” teriak seorang pelajar kepada teman-temannya, saat melihat isi kantong plastik tersangkut di pinggiran Sungai Code. Anak ini salah satu peserta aksi bersih-bersih sampah Code, Sabtu, 4 Mei lalu.

Kegiatan yang diinisiasi siswa pecinta alam SMA 10 Yogyakarta, Pepala Bhipa itu melibatkan perwakilan seluruh SMA di Yogyakarta. Sekitar 100-an pelajar dibantu warga Kampung Jetisharjo yang tinggal di pinggiran Code berpartisipasi dalam kegiatan itu.

Dengan ban, mereka menyusuri sungai sepanjang 2,5 km sambil memunguti sampah anorganik yang lalu mereka kumpulkan di dalam wadah khusus. Hasilnya, setelah membersihkan sampah sekitar empat jam, tak kurang dari satu truk sampah plastik berhasil mereka kumpulkan. Sampah-sampah itu lalu diangkut menuju tempat pembuangan sampah.

Putra, koordinator lapangan juga pelajar SMA 10 Yogyakarta mengatakan, aksi membersihkan sungai itu berangkat dari keprihatinan banyak yang masih membuang sampah di sungai.

“Kami mengajak peduli sungai, kami mengajak warga sadar akan pentingnya kebersihan sungai.”

Putra paham, plastik perlu puluhan bahkan ratusan tahun agar. Sampah menumpuk juga menyebabkan laju air sungai tersendat dan berakibat banjir.

 

Ajakan jadikan sungai bukan sebagai tempat sampah. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

 

Asah kepedulian

Indra Gunawan Jati, pembina Pepala Bhipa mengatakan, bersih-bersih sungai ini kali kedua. Pada 2016, mereka aksi serupa di Sungai Gajah Wong, satu dari tiga sungai yang membelah Kota Yogyakarta, selain Code dan Winongo.

Kalau sebelumnya hanya melibatkan satu RW dan satu sekolah, kini mereka lebih banyak. Masing-masing SMA mengirimkan tiga sampai empat perwakilan, dari 22 sekolah, dan tiga RW di Jetisharjo.

“Meski masih pelajar tapi punya kepedulian. Kami ingin menggugah masyarakat peduli lingkungan. Ini bukan hanya kampanye untuk tidak membuang sampah ke sungai, juga mengambil langsung sampah anorganik terutama plastik yang penguraian lama.”

Indra mengatakan, kegiatan bersih-bersih sampah itu juga terinspirasi aksi Greta Thunberg, remaja 16 tahun asal Swedia yang menyerukan aksi mogok sekolah untuk iklim. Walaupun masih duduk di bangku sekolah, pelajar terbukti mampu memberikan dorongan nyata bangkitnya kesadaran atas kelestarian lingkungan.

“Selain itu kami juga terinspirasi kelompok peduli lingkungan yang mengkampanyekan no plastic. Kemarin kami memang khusus memungut sampah-sampah plastik seperti botol minuman, bungkus, sedotan, sendok, kantong belanja. Jumlah sampah yang berhasil dikumpulkan cukup banyak, satu truk.”

 

Seorang pelajar membawa kantong berisi sampah plastik yang dipungut dari Sungai Code. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

 

Pusaka

Totok Pratopo, pegiat lingkungan dan pelestari Sungai Code memuji aksi pelajar sebagai bagian dari edukasi menjaga kelestarian sungai, dan mengurangi pencemaran sampah plastik.

Dia mengatakan, cara melihat sungai harus berubah agar kapasitas sungai tetap seperti semula sebagai penopang kehidupan. Cara pandang itu, katanya, dengan melihat sungai sebagai sebuah heritage, cagar budaya sekaligus cagar alam.

“Dulu, Sultan Hamengkubuwono Pertama sengaja membangun keraton di antara dua aliran sungai. Selain pertimbangan hidrologi, ketersediaan air, keamanan, juga faktor filosofi. Sungai Code dan Winongo itu ada dalam satu garis imajiner.” Sultan Hamengkubuwono Pertama dikenal sebagai arsitek yang membangunKota Yogyakarta.

Bersama-sama tim dari Universitas Gadjah Mada, dia kerap mengkampanyekan bentang alam sungai adalah pusaka.

Dia riset di Jetis Pasiraman, dulu lokasi mandi keraton yang terletak di tepi Code ditemukan simbol manuk (burung) beri.

Patung beri berbentuk seperti rajawali, dengan paruh khas, ekor berdiri tegak, dan sayap mengembang. Di banyak tempat di Yogyakarta, patung ini jadi penanda peninggalan Sultan Hamengkubuwono kedelapan.

“Ada foto yang memperlihatkan ibu negara Fatmawati pernah mencuci di Code. Lokasinya di Kota Baru, Jogoyudan. Dikisahkan, saat Bung Karno pada 1949 harus pindah dari Gedung Agung, ibu Fatmawati dipinjami Sultan Hamengkubuwono, kesembilan rumah di Kota Baru.”

“Saat itu, aliran air mati hingga harus turun ke sungai untuk mencuci pakaian diikuti para pembantu. Waktu itu air Code masih jernih.”

Totok melihat foto bersejarah saat Pagelaran Foto Film Dokumenter dan Benda Kenangan Fatmawati Soekarno, di Yogyakarta, beberapa tahun silam. Dia cukup terkejut dan bertekad akan memaparkan sejarah yang menyertai keberadaan Code agar lebih mendapat perlindungan dan perhatian layak baik dari masyarakat maupun pemerintah.

Mata air di sekitar Code, beberapa masih dimanfaatkan warga untuk keperluan sehari-hari. Selain mata air di bekas pemandian keraton di Jetis Pasiraman, walau bangunan sempat ambruk pada 2015.

Sepengetahuan dia, mata air yang digunakan warga sekitar Code Utara ada tiga. Di Kampung Jetisharjo, terdapat 162 rumah tersambung sumber mata air, atau sekitar 600 jiwa mendapat manfaat.

Satgas Sungai dibentuk Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta untuk mengawasi sungai. Selain itu, masih ada ulu-ulu, atau petugas yang membersihkan sampah. Satgas bertugas menegur warga yang membuang sampah. Biasanya, warga malu dan tak membuang lagi sampah ke sungai.

Meski masih ada saja yang membuang sampah ke sungai, namun volume sampah di Code sudah berkurang banyak. Setidaknya, kalau dilihat lewat pengamatan sepintas, tak ada penumpukan sampah di pinggiran Code.

Selama ini, pembuangan sampah warga di seputar sungai masih konvensional, dari rumah diangkut dengan gerobak, lalu dikumpulkan ke tempat pembuangan sementara sebelum ke pembuangan akhir.

“Pengolahan sampah mandiri, berupa pemilahan sampah, komposting, hanya berjalan di RW tertentu. Kebanyakan warga hanya membuang sampah untuk diambil petugas dengan gerobak.”

 

Keterangan foto utama:    Seorang pelajar yang memungut kantong sampah yang dibuang ke Sungai Code. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

Jalan di pinggir Sungai Code di Kampung Jetisharjo terlihat asri. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version