- Keberadaan musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii) berhasil terdeteksi oleh kamera penjebak di Gunung Poniki, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW).
- Penggunaan kamera penjebak merupakan bagian dari kegiatan monitoring satwa kunci. Dalam kegiatan ini Balai TNBNW bekerjasama dengan beberapa lembaga, di antaranya EPASS-project dalam pengadaan kamera penjebak, serta WCS-Indonesia Program dalam teknis pelaksanaannya.
- Sejak 2017, Balai TNBNW telah mendeteksi kehadiran musang sulawesi sebanyak 22 kali di tiga lokasi Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN).
- Monitoring satwa kunci dengan penggunaan kamera penjebak diharap dilakukan secara reguler dan mendorong penelitian-penelitian lain untuk memperdalam informasi yang telah diperoleh.
Selama bertahun-tahun, musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii) terkategori sebagai satwa yang sulit dijumpai di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW). Namun, Sabtu (13/4/2019), Balai TNBNW sekali lagi berhasil mendeteksi keberadaan karnivor endemik Sulawesi ini di gunung Poniki. Lewat temuan tersebut, keberadaan musang sulawesi telah terdeteksi sebanyak 22 kali dalam kurun 2 tahun belakangan.
Musang sulawesi merupakan satu-satunya ordo karnivora endemik Sulawesi yang sebarannya terbatas pada beberapa tempat, seperti Sulawesi Utara, Tengah dan Tenggara. Satwa ini, menurut badan konservasi dunia, IUCN, berstatus rentan (vulnarable) karena gangguan dan perubahan habitat, serta perburuan.
Satwa itu terpantau oleh kamera penjebak, yang merupakan bagian dari kegiatan monitoring satwa kunci. Dalam kegiatan ini Balai TNBNW bekerjasama dengan beberapa lembaga, di antaranya EPASS-project dalam pengadaan kamera penjebak, serta WCS-Indonesia Program dalam teknis pelaksanaannya.
baca : Bogani Nani Wartabone yang Bukan Taman Nasional Biasa…
Hanom Bashari, Protected Area Specialist EPASS mengatakan, penggunaan kamera penjebak itu sebenarnya ditujukan untuk mendeteksi keberadaan satwa kunci di kawasan TNBNW, seperti anoa dan babi rusa. Namun, penggunaan alat tersebut pada perkembangannya juga dilakukan untuk mendeteksi satwa-satwa lain yang sulit ditemui. Dia percaya, terdeteksinya keberadaan musang sulawesi menunjukkan bahwa TNBNW masih menjadi tempat terbaik bagi karnivor itu.
“Musang sulawesi memang agak sulit ditemui. Tapi dalam 2 tahun, 22 kali perjumpaan itu lumayan tinggi lah. Dulu diperkirakan sudah tidak ada di sini (TNBNW). Hanya karena dia jenis yang sangat pemalu, jadi lebih banyak terdeteksi kamera penjebak,” terangnya ketika dihubungi Mongabay, Kamis (16/5/2019).
Meningkatnya perjumpaan dengan musang sulawesi sekaligus memberi informasi bahwa satwa ini tidak selangka yang diperkirakan sebelumnya. Fenomena itu juga berbanding lurus dengan peningkatan pengetahuan petugas di kawasan TNBNW serta warga sekitar. Mereka mulai mampu mengidentifkasi jenis dan terlibat dalam melaporkan keberadaan satwa tersebut.
“Dulunya mereka tidak tahu ini binatang apa. Sekarang mereka sudah tahu dan bisa mengidentifikasi musang sulawesi. Masyarakat juga melapor ketika ada musang yang tertangkap jerat,” ujar Hanom.
Hingga kini, pihaknya belum bisa memperkirakan jumlah, serta lokasi sebaran musang sulawesi di kawasan TNBNW. Dia menilai, upaya itu baru bisa dilakukan setelah survei kamera penjebak dirampungkan. Namun, berdasarkan pengamatannya, musang sulawesi banyak ditemukan di kawasan hutan primer. Meskipun terdapat satu temuan musang yang terjerat di dekat perkampungan penduduk.
Kedepan, pihaknya bersama Balai TNBNW, masih akan melanjutkan survei menggunakan kamera penjebak. Sejauh ini, survei dilakukan di bagian timur dan barat kawasan. Pada tahun 2019 ini, mereka akan melaksanakan survei lanjutan di bagian utara kawasan TNBNW.
“Tapi, setiap bulannya di resort ada monitoring rutin di jalur pengamatan satwa, selain patroli jerat. Walaupun tujuannya (pemasangan jerat) tidak disengaja buat musang,” masih diterangkan Hanom.
baca juga : Minim Penelitian, Pengetahuan Kita Tentang Karnivora Terbatas
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone merupakan kawasan konservasi darat terluas di Sulawesi, dengan luasan 282.008,757 hektar, yang berada di dua provinsi yaitu Sulawesi Utara dan Gorontalo. Selain musang sulawesi, kawasan ini juga menjadi habitat terbaik bagi dua jenis anoa (Bubalus depressicomis dan B.quarlessi), dua jenis monyet (Macaca nigra dan M.nigrescens), babirusa sulawesi (Babyrousa celebensis), maleo (Macrocephalon maleo), julang sulawesi (Rhyticeros Cassidix), dan lain sebagainya.
Herman Lumenta, Pengendali Ekosistem Hutan Balai TNBNW menyatakan, kegiatan monitoring satwa kunci merupakan bagian dalam pengembangan Resort Based Management (RBM) di TNBNW. Lewat kegiatan itu, pihaknya menetapkan beberapa lokasi penting untuk mendalami keberadaan satwa kunci dengan menggunakan kamera penjebak.
Hasilnya, sejak 2017, Balai TNBNW telah mendeteksi kehadiran musang sulawesi sebanyak 22 kali di tiga lokasi Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN). “SPTN 1 Limboto sebanyak 16 kali, SPTN 2 Doloduo sebanyak lima kali dan SPTN 3 Maelang sebanyak satu kali. Catatan kehadiran musang sulawesi ini diperoleh baik menggunakan kamera penjebak, laporan masyarakat, maupun perjumpaan langsung,” ujar Herman.
Supriyanto, Kepala Balai TNBNW mengatakan, rangkaian perjumpaan di kawasan TNBNW menambah catatan wilayah persebaran satwa ini, yang memang terbatas informasinya. Perjumpaan kali ini, tambahnya, kembali menegaskan bahwa TNBNW merupakan salah satu kawasan kunci dan terpenting bagi penyebaran musang sulawesi.
Dia berharap, monitoring satwa kunci dengan penggunaan kamera penjebak ini dapat dilakukan secara reguler dan mendorong penelitian-penelitian lain untuk memperdalam informasi yang telah diperoleh dari kamera penjebak tersebut.
“Kami juga sangat mengapresiasi kerja keras seluruh staf di tingkat resort sampai di tingkat Balai dan dukungan mitra dalam melaksanakan RBM ini, sehingga kualitas dan kuantitas data TNBNW dapat terus ditingkatkan,” pungkas Supriyanto.