Mongabay.co.id

Seperti Manusia, Gajah Ingin Diperhatikan Kesehatannya

 

 

Gajah bisa sakit? Tentu saja. Mamalia besar ini, sebagaimana manusia, ingin diperhatikan kesehatannya melalui pemeriksaan rutin.

Hadirnya Rumah Sakit Prof. Dr. Ir. H. Rubini Atmawidjaya di Pusat Latihan Gajah [PLG] Way Kambas, Lampung, menjawab pertanyaan itu semua. Rumah Sakit Gajah, biasa disebut, pertama di Indonesia dan Asia Tenggara ini, memang didirikan khusus memantau kesehatan gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus] yang ada di Taman Nasional Way Kambas.

Diresmikan 5 November 2015, bangunan seperti hanggar pesawat terbang berukuran 42 m x 24 m, dilengkapi dengan rumah mahout, sumur bor, dan tempat minum gajah. Rumah sakit ini difungsikan juga sebagai pendukung konservasi, edukasi, dan penelitian ilmiah seputar satwa pintar tersebut.

“Bangunannya besar karena disesuaikan dengan badan gajah,” tutur Diah Esti Anggraini, Dokter Hewan Rumah Sakit Gajah, Way Kambas, medio Mei 2019.

Baca: Erin, Kisah Gajah Belalai Buntung yang Viral

 

Gajah sumatera di PLG Way Kambas, Lampung, yang merupakan satwa kebanggaan Indonesia. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Berapa berat gajah sumatera? Anak jenis gajah Asia ini per individunya berbobot 2 hingga 5 ton. Tingginya, sekitar 3 meter. “Ketika sakit, gajah diperiksa di sini, kadang hingga diinfus, tergantung perawatan yang dibutuhkan. Untuk obat-obatan, pengelolaannya di bawah koordinasi Balai Taman Nasional Way Kambas,” jelasnya lagi.

Bila gajah lagi “gak enak badan” apakah ada tanda-tandanya? “Tentu,” urai Esti menjawab pertanyaan saya.

Tubuhnya lemah, jalannya lunglai, mata sayu, nafsu makan berkurang. Tidak hanya itu, jumlah kotoran lebih sedikit dari biasanya. Kadang juga diare. Pemeriksaan kesehatan segera dilakukan, bisa juga dengan cek laboratorium untuk darah, feses, dan urine.

“Pastinya, kami akan bertanya ke mahout, apa yang dimakan gajah asuhannya kemarin. Ini untuk memastikan riwayat kesehariannya,” urai wanita yang sejak Agustus 1997 bertugas di Way Kambas.

Baca juga: Penelitian: Jumlah Gajah Sumatera di Way Kambas Dapat Diperkirakan Melalui Kotorannya

 

Rumah Sakit Prof. Dr. Ir. H. Rubini Atmawidjaya di Pusat Latihan Gajah [PLG] Way Kambas, Lampung. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Apakah ada gajah yang rawat inap? “Ada, namanya Yeti. Opname hingga 10 hari.” Luar biasa menanganinya. Ketika sakit, sifat manjanya keluar. Bahkan, pawangnya [mahout] menunggu hingga gelar tikar. Bila tidak dituruti, dia gelisah.

“Gajah itu pintar, punya daya ingat tinggi. Ia kenal dengan orang yang membesuknya. Itu kenangan indah bersama Yeti yang kini sudah mati.”

 

Tempat minum gajah yang menjadi bagian dari fasilitas Rumah Sakit Gajah, PLG Way Kambas, Lampung. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Herpes gajah

Urusan penyakit, selain cacingan, gajah juga tak lepas dari ancaman tumor dan paru-paru. Meski begitu, ada satu penyakit yang tidak bisa dihapus dari memori Esti: herpes gajah atau Elephant Endotheliotropic Herpes Virus [EEHV].

November 2014 hingga 15 Februari 2015 adalah periode mencekam. Sebanyak 4 individu gajah di bawah usia 9 tahun mati akibat virus itu. Rinciannya, 3 individu gajah jinak dan satu individu yang baru datang ke PLG.

“Kejadian yang begitu cepat, belum pernah dialami Esti dan tim dokter sebelumnya. Ketika virus menyebar, baru terlihat gejalanya yang menunjukkan gajah mengalami siksaan hebat. “Kematian di bawah 3 jam, dan ada yang sekitar 15 jam setelah mendapat perawatan medis,” kenangnya.

 

Anak gajah bernama Nunik bersama induknya Pleno tampak bermain air. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Gejala klinis gajah yang terserang EEHV, menurut Esti adalah lemah, tiada nafsu makan dan minum [anorexia], mata dan mulu pucat, lidah dan ujung belalai membiru. Sulit dikendalikan. Dari sejumlah literatur, menurut dia, belum ada obat mujarab yang bisa menyembuhkan. Minimal pencegahan.

“Dari kejadian itu, kami membuat langkah preventif, memberikan obat anti-herpes, semacam meningkatkan kekebalan tubuh. Ini diberikan pada gajah di bawah usia 9 tahun yang memang rentan terserang. Bila sudah dewasa, tidak lagi karena sifatnya hanya membawa saja atau carier,” terang jebolan Universitas Airlangga, Surabaya.

 

Gajah di bawah usia 9 tahun rentan terserang penyakit herpes atau Elephant Endotheliotropic Herpes Virus [EEHV]. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

EEHV pertama kali terdeteksi pada gajah afrika [1970]. Di Asia, EEHV diduga merambah pada 1997, namun terdeteksi pertama kali 2006 di Elephant Sanctuary Cambodia. Selanjutnya, virus mematikan ini ditemukan beredar di Thailand, India, Nepal, Myanmar, hingga Kanada dan Inggris. Di Indonesia, kasus EEHV pada 2009 di Aras Napal; di Tangkahan, Sumatera Utara [2011]; dan PLG Way Kambas [2014].

 

Diah Esti Anggraini, Dokter Hewan Rumah Sakit Gajah, Way Kambas, Lampung. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Ancaman kerbau

Elisabeth Devi Krismurniati, Koordinator Pusat Latihan Gajah Way Kambas, Lampung menjelaskan di PLG terdapat 42 individu gajah. Sementara, 26 individu lainnya disebar di 4 unit Elephant Response Unit [ERU] guna mencegah terjadinya konflik di desa-desa penyangga Way Kambas.

Gajah di PLG, utamanya difungsikan untuk pelayanan dan pelatihan. Disamping tentunya, patroli pengamanan kawasan. “Jerat yang dipasang pemburu [rusa] harus diwaspadai sekaligus tidak memberikan keleluasaan pemburu liar bergerak di PLG,” jelasnya.

 

Kerbau, kehadirannya di wilayah PLG Way Kambas berdampak pada kesehatan gajah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Terkait penyakit, Devi juga wanti-wanti berkeliarannya kerbau di wilayah PLG yang luasnya sekitar 2.030 hektar. Bukan hanya karena masuk wilayah hidup gajah, tetapi juga potensi penyakit yang dibawa.

Kekhawatiran yang juga disampaikan Esti. Penularan penyakit dapat terjadi, terutama pada parasit darah maupun pencernaan [cacing]. Pembawanya bisa lalat, caplak, maupun tungau.

“Kerbau memang tidak boleh masuk PLG karena dari sisi kesehatan, sangat tidak baik bagi gajah. Dampak lainnya juga terjadi persaingan pakan. Kadang, pada gajah tertentu tidak mau makan bekas areal kerbau. Ini tentu saja membuat pakan gajah berkurang,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version