- Pada Februari lalu, Adil Aulia diamankan karena memelihara belasan paruh bengkok di Medan, Sumatera Utara. Kini, menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Medan.
- Roby, sebagai pemilik burung-burung itu masih buron dan masih dalam pengejaran aparat.
- Adil Aulia, mengaku hanya bekerja sebagai tukang pemelihara satwa dengan upah Rp1,2 juta per bulan.
- Wildlife Crimes Unit mengatakan, sejak 2018, sedikitnya ada 78 operasi penangkapan satwa melibatkan 139 pelaku di seluruh Indonesia.
Pengadilan Negeri Medan, Selasa (14/5/19), menggelar sidang perdana kasus perdagangan paruh bengkok dari Papua dan Maluku, untuk pelihara dengan terdakwa, Adil Aulia.
Dalam sidang perdana, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumatara Utara, Fransiska Panggabean, membacakan dakwaan, Adil bersama-sama Roby–daftar pencarian orang/DPO–, pada Rabu (20/2/19) di Medan Deli, Medan, menguasai 16 burung antara lain kakatua, dan kasturi.
Sekitar Desember 2018-Februari 2019, Adil dan Roby melarikan diri. Mereka tertangkap tangan oleh aparat kepolisian dari Reserse Kriminal Khusus, Polda Sumut tengah menyimpan satwa dilindungi di rumah orang tua mereka.
JPU bilang, dari aksi ini Adil dapat upah dari Roby sebagai pemilik Rp1,2 juta per bulan. “Jadi peran Adil Aulia sebagai orang yang disuruh memelihara dan mengurus burung-burung dengan imbalan Rp1,2 juta per bulan,” kata Fransiska. Roby yang merawat burung, dengan memberi makan dan membersihkan kandang.
Usai membacakan dakwaan, majelis hakim yang dipimpin Mian Munthe melanjutkan persidangan dengan pemeriksaan saksi dari kepolisian, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera. Juga saksi dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumut.
Kombes Pol Rony Samtana, Direktur Reskrimsus Polda Sumut menduga, Sumut tak hanya sumber burung langka juga tujuan peredaran satwa langka bahkan jadi transit ke negara lain.
“Kami akan usut tuntas. Dari cara kerja pelaku kuat dugaan jaringan perdagangan satwa liar dilindungi khusus burung antar provinsi, mungkin antarnegara,” katanya.
Dwi Nugroho Adhiasto, Regional Wildlife Trade Specialist, Wildlife Crimes Unit (WCU) mengatakan, sejak 2018, sedikitnya ada 78 operasi penangkapan satwa melibatkan 139 pelaku di seluruh Indonesia.
Pada 2018, ada pengungkapan sekitar 200 kasus melibatkan 300 pelaku, WCU mengambil peran 78 kasus, mulai dari harimau, burung, reptil dan lain-lain. Dari semua itu, katanya, terbanyak pengungkapan kasus perdagangan burung karena pasar besar di dalam maupun luar negeri.
Dia bilang, sebagian besar pelaku tertangkap adalah pemain lama yang baru tertangkap. Kalau dilihat upaya penegakan hukum, katanya, memang ada peningkatan.
Keterangan foto utama: Kakatua raja sitaan di Medan. Foto: Ayat S Karokaro. Mongabay Indonesia