Mongabay.co.id

Jadi Sumber Ekonomi Warga, Tidak akan Lagi Mangrove Dirusak di Lubuk Kertang

 

Artikel sebelumnya: Sangkot, Mangrove dan Kembalinya Kesejahteraan Masyarakat Lubuk Kertang

 

Situasi pasca pemulihan ekosistem mangrove menjadi cerita baik buat warga. Saat ini banyak warga Lubuk Kertang, Kecamatan Berandan Barat, Kabupaten Langkat yang hidupnya lebih meningkat. Budidaya dan menangkap beragam biota seperti kepiting, ikan dan udang yang di mangrove pun sekarang menjadi mata pencarian utama warga.

Secara ekologis, kayu bakau yang sudah mulai membesar juga menjadi panahan abrasi alami dan sekaligus mengantisipasi kerusakan pesisir yang diakibatkan oleh gelombang pasang laut.

Hal ini bertolak belakang dengan cerita masa lalu. Saat mangrove hancur dan hasil tangkapan biota berkurang. Banyak warga di tiga kecamatan; Berandan Barat, Sei lepan, dan Kecamatan Babalan yang mengadu nasib bekerja ke kota. Mereka bekerja serabutan, bahkan ada diantaranya yang menjadi tenaga kerja di Malaysia dan sejumlah negara lain.

Izin kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang diterima oleh Kelompok Tani dan Nelayan Mangrove Lubuk Kertang pada tahun 2017, lalu menjadi inspirasi warga untuk terus mempertahankan hutan mangrove.

Apalagi sejak mereka mendapat penghargaan sebagai salah satu kelompok terbaik dalam pengelolaan kawasan lewat mode perhutanan sosial. Di Indonesia, ujarnya, dari sekitar 5.600 kelompok yang mendapat izin perhutanan sosial, hanya ada sembilan kelompok yang mendapat penghargaan langsung dari tangan Presiden.

“Ini menjadi pemicu bagi kami untuk lebih baik lagi,” ungkap Rohman, Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Lestari Mangrove Lubuk Kertang.

Kelompok ini sekarang berjumlah 108 orang dan aktif menanam bakau. Dahulu mereka memperjuangkan agar ekosistem mangrove Lubuk Kertang dikembalikan setelah banyak lahan mangrove yang dikonversi menjadi kebu-kebun sawit lewat pembuatan tanggul-tanggul bentengan.

Selain mengelola mangrove, anggota kelompok pun mulai berinisiatif untuk membuat pengolahan pangan. Seperti daun muda bakau yang diolah menjadi kripik, dan buah bidada yang diolah menjadi sirup dengan nama sirup bidada.

“Masyarakat pesisir dan nelayan Lubuk Kertang sadar betul manfaat hutan mangrove. Ekologi kembali, ekonomi nelayan meningkat. Hasil tangkap membaik. Saat ini 90 persen sudah kembali menjadi hutan dan rehabilitasi akan tetap berjalan, ” jelas Rohman.

 

Hasil tangkapan ikan yang berasal dari pemanfaatan ekosistem mangrove di Lubuk Kertang. Dok: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Saman, seorang nelayan di Lubuk Kertang masih ingat betul saat hasil laut cukup tinggi di tahun 1980-an.

“Dulu wilayah ini hutan [mangrove] tua. Kayu bakau besar-besar. Lalu masuk pengusaha semuanya ditebangi. Dulu lebah madu banyak disini, kami selalu usaha cari madu di hutan mangrove. Sekarang tidak lagi, karena pohonnya baru tumbuh kembali usia lima hingga tujuh tahun. Mudah-mudahan makin besarlah, biar makin baik, ” jelas Saman.

Dia mengaku pasca rehabilitasi, per minggu dia bisa mendapat hasil hingga Rp3 juta. Melonjak jauh. Pada saat hutan bakau berubah jadi kebun sawit, dia hanya mendapat Rp500 ribu per pasang dan surut.

Alhamdulillah, sekarang semua sudah mulai bermunculan biota laut ini. Udang lipan satu ekor mahal mencapai Rp100 ribu. Kepiting dan udang pun sudah banyak hidup lagi. Hutan bakau jangan dirusak lagi,” harapnya.

 

Video: Kembalinya Ekologi Ekosistem Mangrove Lubuk Kertang 

 

Meski demikian masih saja ada orang-orang yang mencoba melakukan penebangan liar kayu bakau untuk menjadi kayu arang.

Mereka umumnya datang dari luar kawasan. Untuk menjaga agar pohon bakau yang ditanam warga tidak ditebangi, sekarang  kelompok melakukan penjagaan dan pengawasan penuh. Kadang hingga menghalau mereka dengan beragam cara.

“Kami tak kasih ampun, begitu ada yang tertangkan langsung kami beri pelajaran. Ada yang kabur saat di kejar, ada juga yang melawan. Mangrove yang kami tanam tak akan kami izinkan untuk ditebang. Karena itu sama saja akan kembali seperti dahulu lagi, ” tegas Rohman.

Sebaliknya, penanaman bibit bakau terus ditingkatkan. Dari 410 hektar luas wilayah izin yang diberikan untuk dikelola, yang dikelola intensif baru 2,5 hektar, sisanya untuk dilakukan program pengamanan dan pemulihan.

 

Hutan mangrove di Lubuk Kertang didokumentasikan dari potret udara. Mangrove yang kembali utuh menyejahterakan warga. Dok: INFIS/Mongabay Indonesia

 

Pengelolaan wilayah hutan mangrove pun sudah menjadi program pemerintah desa. Zul Insan, Kepala Desa Lubuk Kertang saat dijumpai oleh Mongabay Indonesia, menyebut sebagian anggaran dana desa diperuntukkan untuk membangun infrastruktur hingga ke hutan mangrove.

“Pada tahun 2017 melalui konsep dana desa, anggaran digunakan buat pembangunan infrastruktur silvofishery di area hutan kemasyarakatan Lubuk Kertang,” ujar Zul Insan.

Desa pun membuat aturan untuk menjaga hutan desa mengrove. Itu pula yang membuat Lubuk Kertang mendapat penghargaan dari Pemda.

“Kebersamaan dan solidaritas masyarakat membuat kita masuk dalam kategori kampung iklim dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, ” imbuhnya.

Dirinya berniat untuk menjadikan hutan mangrove sebagai prioritas untuk pengentasan kemiskinan warga. Sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi warga yang belum bekerja, tanpa perlu jauh-jauh keluar daerah. Menurut perhitungannya, ada 400-500 orang usia produktif yang saat ini belum bekerja di Lubuk Kertang.

“Jadi selain sektor ekonomi dari pesisir dan laut yang terus membaik, konsep hutan desa juga mampu mendukung peningkatan ekonomi. Semua dapat memanfaatkan kawasan hutan tanpa harus merusaknya. ”

 

Gurita, salah satu hasil laut tangkapan nelayan Lubuk Kertang. Dok: INFIS/Mongabay Indonesia

 

Dari sisi nilai penting, keberadaan mangrove menjadi penting baik bagi ekonomi maupun ekologis kawasan. Indonesia sendiri telah mengikatkan diri lewat ratifikasi trhadap Konvensi Ramsar mengenai Lahan Basah, termasuk mengikuti Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hiudp dan Pembangunan.

“Meskipun tidak mengikat secara hukum, namun sebuah konvensi adalah konsensus masyarakat internasional. Dengan begitu mengikat secara moral,” jelas Syufra Malina dari Human Rights Supporter saat dijumpai Mongabay Indonesia beberapa waktu lalu.

Dia mengapresiasi apa yang telah dilakukan warga di Lubuk Kertang, menurutnya dengan melindungi kawasan dan memanfaatkannya secara bijak, maka ini merupakan tindakan yang mengarah pada pemenuhan hak-hak dasar atas penghidupan yang layak bagi warga negara.

Dengan adanya wewenang pengelolaan hutan negara melalui konsep HKm ini, maka upaya perlindungan kawasan hutan mangrove disana semakin kuat. Konflik tenorial selesai sudah di Lubuk Kertang. Masyarakat kelompok yang mengusul HKm Lubuk Kertang akhirnya mampu mengawasi dan menjaga ekosistem mangrove disana.

 

Video: Kembalinya Hutan Mangrove

 

 

Exit mobile version