Mongabay.co.id

Merauke Terancam Bencana dari Sampah Plastik

 

 

 

Emanuel Jebo, Ketua RT01, RW1 Kelurahan Karang Indah, Merauke, kesal wilayah selalu kebanjiran. Dia melihat banyak sampah plastik di saluran air hingga menyumbat pintu air. Kesadaran warga tak membuang sampah sembarangan masih minim.

Banyak sekali sampah plastik, botol bekas botol kecap, botol sambal, kemasan air mineral, minyak kayu putih, kemasan jajanan anak, sampai ban roda truk dibuang begitu saja hingga masuk ke saluran air.

“Mereka tidak mau ambil pusing membuang sembarangan termasuk di saluran air membuat daerah ini terlihat kumuh dan sangat jorok,” kata Jebo.

Salah satu pintu air di Belrusak, pintu air belakang rumah sakit dibangun Belanda. Setiap banjir, pintu air penuh sampah plastik. Wilayah sekitar kebanjiran.

Warga yang tinggal di lokasi Belrusak—merupakan pemanfaatan lahan sementara seizin pemilik seluas 15 hektar—kebanyakan berasal dari Mappi. Rata-rata pendapatan mereka pas-pasan dengan mengandalkan hidup jadi buruh pelabuhan, mencari kepiting, berjualan ikan atau sayuran.

Penduduk di sini, ada 192 keluarga. Pemerintah Merauke, melalui Dinas Lingkungan Hidup, sudah sosialisasi agar membuang sampah pada tempatnya. Dinas menyiapkan tempat sampah seperti di sekolah, rumah ibadah, bahkan pasar, dan beberapa pemukiman warga.

Tempat setiap tempat sampah itu terpampang jelas. Bahkan beberapa sekolah diajak memilah sampah, sampah terurai, sampah plastik, kering dan basah. Bak sampah milik Dinas Lingkungan Hidup disiapkan di beberapa titik yang terisi penuh, langsung diangkut dengan mobil sampah.

 

Pintu air Belrusak, dengan air begitu kotor dan sampah yang terapung. Ini kondisi setelah saluran air dibersihkan. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indonesia

 

Kalau buang sembarangan, sampah plastik itu bermuara di pintu air di Belrusak, di Jl. Transito, sekitar Muara Kali Maro.

Di pintu air yang lain juga serupa, banyak sampah. Saya ke Kompleks Universitas Negeri Musamus. Tak jauh dari sana ada pintu air yang bermuara di laut lepas. Tampak mangrove banyak sampah, dari umbul-umbul atau bendera, sampai botol plastik.

Begitu juga di Kawasan Sumur Bor Jl. Yosafat Sudarso, sampah banyak menumpuk. Herlina Fonataba, warga Merauke, prihatin dengan keadaan ini. Dia berumah di sebelah pelabuhan, di Muara Kali Maro.

Diapun berpikir keras agar sampah-sampah bisa bermanfaat. Akhirnya, Fonataba, jadi penyedia sampah-sampah yang bisa didaur ulang.

 

Sampah plastik yang bergelantungan di mangrove. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indonesia

 

Di rumah itu, ada dua gundukan sampah terpilah, tersisa sampah rumah tangga yang bisa terdaur ulang. Di samping rumahnya, ada timbangan. Setelah sampah dipilah, ditimbang dan dibeli Dinas Lingkungan Hidup.

Fonataba, mengajak anak anak untuk mengumpulkan sampah plastik. Niatnya, mendidik anak-anak agar peka lingkungan dan peduli sampah.

Elias Mite, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup, Merauke, mengatakan, sudah terbit Perda Merauke soal sampah.

“Perda Merauke mengatur tentan retribusi dan penanganan sampah, Perda berisi tetang siapapun yang membuang sampah tak pada tempatnya harus kena denda Rp50 juta atau pidana kurungan tiga bulan,” katanya. Sayangnya, hingga kini, tetap saja sampah berserakan di mana-mana.

Dia mengimbau, warga Merauke tak membuang sampah plastik ke laut, atau sungai maupun saluran air. Mite bilang, beberapa bulan lalu Merauke terendam. Banjir sekitar tiga minggu baru surut.

Dinas Lingkungan Hidup, katanya, sudah memberikan pemahaman agar memilah sampah. Ada tiga jenis sampah di beberapa titik yaitu sampah plastik, bisa didaur ulang, dan basah kering.

Selain itu, Pemerintah Merauke juga mendesak, produsen plastik atau air kemasan ikut menjaga lingkungan dan bertanggung jawab terhadap sampai mereka.

Kristian Yawimahe, Direktur Silva Papua Lestari Merauke bilang, Merauke, sudah darurat sampah plastik. Di mana-mana, katanya, bungkusan atau kemasan pakai plastik.

Dia bilang, menghilangkan ketergantungan plastik bukan perkara mudah. Yawimahe menawarkan, ada gerakan anti sampah plastik guna membantu warga lepas dari plastik.

 

Keterangan foto utama: Ilustrasi. Sampah yang dibuang sembarangan ke sungai, laut maupun saluran air, memicu bencana di Merauke. Foto: Ebed De Rosary/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version