Mongabay.co.id

Pernah Dikira Hoaks, Satwa-satwa Ini Adalah Makhluk Nyata

King of Saxony Bird of Paradise | wikimedia.org

 

 

Dalam sejarah sains, tak jarang terjadi adanya pemalsuan biologis, kasus-kasus orang yang mengarang organisme imajiner dan menyatakannya sebagai nyata. Atau, berbohong tentang perilaku organisme. Namun, tak jarang juga makhluk yang dicurigai palsu [hoaks] ternyata nyata.

Kadang-kadang, organisme yang pernah digolongkan sebagai mitos atau cryptid ternyata makhluk hidup yang benar-benar hidup di muka bumi. Beberapa makhluk ini dulunya digambarkan melalui tulisan maupun coretan di kertas. Saat dipublikasikan, banyak yang menganggap gambar tersebut bohong. Setelah beberapa waktu, diketahui, makhluk-makhluk ini memang ada, sebagaimana dikutip dari Gizmodo dan sumber lainnya.

 

Platipus dalam sketsa gambar. Sumber: Wikimedia Commons/John Gould – Richter, H. C. The mammals of Australia. by John Gould. (1845-1863)/Public Domain

 

Platipus

Platipus mungkin kasus satwa paling terkenal di masa lalu yang dianggap bohong. Pada abad 18, para ilmuwan Inggris menggambarkan makhluk berparuh besar ini. Saat itu, publik sedang mati-matian menyatakan bahwa putri duyung dan hydra [naga berkepala banyak] adalah satwa mitos.

Ketika Kapten John Hunter membawa kulit dan paruh platipus dari Australia pada 1798, sontak para ilmuwan berpendapat itu merupakan karya kreatif seorang ahli pembuat kulit binatang. Menjahit kulit berang-berang yang digabung dengan paruh bebek.

Ahli bedah Robert Knox coba menghilangkan prasangka buruk itu dan mencari setiap jahitan yang mengindikasikan hewan bohong. Dia tidak menemukan apa pun, dan deskripsi tentang binatang ini mulai terkuak.

 

 

King of Saxony Bird-of-Paradise. Foto: Markaharper1 [CC BY-SA 2.0] via Gizmodo

 

Burung Cendrawasih [King of Saxony]

Bisa jadi, burung ini terlalu menarik sebagai satwa nyata. Bulu alisnya yang luar biasa membuatnya dicurigai sebagai palsu. Burung ini pertama kali muncul di sebuah museum Eropa akhir abad ke-19. Ketika Direktur Museum Dresden pertama kali menggambarkannya kepada ahli burung Inggris Richard Bowdler Sharpe, Sharpe menyatakan jenis semacam itu tidak mungkin ada di alam.

Terlepas dari kecurigaan awal bahwa burung itu adalah karya seorang taxidermist [ahli menyumpal tubuh hewan mati agar terlihat hidup], Sharpe akhirnya melihat spesimen dengan matanya sendiri. Diyakinkan bahwa burung indah dengan bulu-bulunya yang luar biasa itu nyata adanya.

 

 

Okapi. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Okapi

Bagi para peneliti Eropa dan Amerika yang menyelidiki kehidupan liar di Afrika Tengah pada pergantian abad ke-20, Okapi, untuk beberapa lama, dianggap sebagai makhluk yang keberadaannya meragukan. Atau, makhluk hasil imajinasi manusia belaka. Berita tentang binatang mirip keledai dengan garis-garis zebra, pertama kali mencapai Eropa akhir abad ke-19 berkat laporan Henry Morton Stanley.

Pada 1900, Dr. P.L. Sclater dari London Zoological Society, memamerkan sepasang “bandolier” atau selempang yang menurutnya dibuat tentara dari kulit binatang yang tidak dikenal. Sclater memastikan rambut-rambut itu mirip jerapah dan zebra, walaupun dia belum pernah melihat kulit yang sama sebelumnya.

Pameran itu menimbulkan sensasi, banyak yang bertanya apakah kulit itu tipuan belaka? Lagi pula, bagaimana makhluk seperti itu tidak terdeteksi begitu lama? Tahun berikutnya, pertanyaan publik terjawab ketika Harry Johnston mengirim sisa-sisa bangkai okapi ke London.

 

 

White Pelican [Pelecanus onocrotalus] di Teluk Walvis, Namibia. Foto: Wikimedia Commons/Rui Ornelas/CC BY 2.0

 

Pelican

Ketika seorang ahli biologi Swedia, Carl Linnaeus membuat katalog flora dan fauna dalam Systema Naturae, ia harus mengambil pandangan skeptis tentang beberapa organisme yang dilaporkan padanya. Dia kemudian memasukkan satwa-satwa yang dianggapnya satwa mitos ke dalam kategori Animalia Paradoxa.

Salah satunya adalah satwa ‘dongeng’ bernama Pelican. Para pelaut sejak lama melihat burung dengan paruh panjang dan kaki kecil di dunia baru yang mereka temukan, dan melaporkannya kepada Linnaeus. Para pelaut menambahkan cerita bahwa Pelican seringkali terlihat melukai tubuhnya, agar anak-anaknya dapat meminum darahnya. Ini yang sangat diragukan oleh ilmuwan. Selama beberapa lama, Pelican dianggap sebagai hewan mitos hasil imajinasi para pelaut.

 

 

Sekelompok bakteri Escherichia coli yang diperbesar 10.000 kali. Foto: Wikipedia Commons/Eric Erbe, digital colorization by Christopher Pooley, both of USDA, ARS, EMU/Public Domain

 

Mikroorganisme

Pada abad ke-17, para ahli biologi Inggris dibuat heboh saat beberapa ilmuwan melihat makhluk-makhluk super kecil [mikroskopis] ada di mana-mana dan sama sekali tak terlihat mata telanjang. Royal Society of London termasuk salah satu yang paling meragukan laporan Antonie van Leeuwenhoek, ilmuwan Belanda pada 1676 tentang “hewan” yang dia lihat di bawah mikroskopnya.

Bahkan, para anggota Royal Society mencurigai Leeuwenhoek melakukan penipuan. Antonie kemudian mengirimkan kesaksian dari beberapa saksi mata yang telah melihat makhluk tak terlihat tersebut.

Temuan ini membuat heboh dunia pengetahuan, dan akhirnya Antonie diterima di Royal Society of London yang akhirnya mengakui keberadaan mikroorganisme.

 

 

Venus Flytrap. Sumber: Plate from John Ellis’ “A Botanical Description of the Dionoea muscipula via Gizmodo

 

Venus Flytrap

Seorang naturalis Jerman Sy Montgomery mencatat dalam The Wild Out Your Window, ketika orang Eropa pertama kali mendengar Venus Flytraop pada pertengahan abad ke-18, banyak yang percaya deskripsi itu bohong. Catatan pertama tanaman itu dibuat Gubernur Carolina Utara [AS] Arthur Dobbs pada 1759, dan Dobbs menunjukkan spesimennya kepada ahli hortikultura AS, William dan John Bartram.

Awalnya, mereka tak percaya tanaman pemakan hewan tersebut nyata. Setelah dilakukan penelitian, mereka menerima keberadaan tanaman yang mampu ‘menangkap’ serangga tersebut. Naturalis John Ellis lah orang yang kemudian menggambarkan tanaman itu dalam sepucuk surat kepada Carl Linnaeus yang memasukkannya dalam Systema Naturae.

 

 

Plesiosaurus. Sumber: Wikimedia Commons/dmitrchel@mail.ru/Dmitry Bogdanov/Atribusi 3.0

 

Plesiosaurus

Pada 1823, seorang ahli paleontologi Inggris Mary Anning menemukan kerangka lengkap pertama Plesiosaurus di daerah Dorset, Inggris bagian tenggara. Banyak orang tak percaya temuan itu asli, awalnya. Ahli anatomi dan ahli paleontologi Georges Cuvier yakin bahwa Anning adalah ahli anatomi sangat pintar, tetapi Cuvier yakin kerangka makhluk yang ditemukan itu komposit yang terbuat dari kerangka beberapa hewan.

Bagian lehernya yang aneh adalah salah satu hal yang sangat diragukan banyak orang ketika itu. Butuh waktu beberapa lama meyakinkan ilmuwan bila reptil laut tersebut hewan prasejarah asli.

 

Exit mobile version