Mongabay.co.id

Menanti Hukuman Bagi Perusak Cagar Biosfer Giam Siak Kecil

Polhut Balai Gakkum Wilayah Sumatera mengamankan alat berat sedang bekerja di lahan Sudikdo. Satu dari tiga alat rusak. Foto; BPPHLHK Seksi II Pekanbaru

 

 

 

 

Tiga eksavator diamankan dari Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil, Desa Bukit Kerikil, Kecamatan Bandar Laksamana, Bengkalis, Rua, penghujung tahun lalu.

Ada empat pekerja di lapangan ketika tim operasi gabungan jaga bumi, yang terdiri dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Sumatera Seksi II Pekanbaru, Balai Besar Konservasi Sumbedaya Alam (BBKSDA) Riau, TNI dan Polri, beraksi. Pemilik lahan, Sudikdo, baru datang beberapa jam kemudian saat mengantar keperluan pekerja dan peralatan memperbaiki alat berat rusak.

Alat sewa dari Suhendro, abang Sudikdo. Eskavator merek Hitachi dan Komatsu itu bekerja sejak September. Sesuai perjanjian, Sudikdo bayar Rp200.000-Rp250.000 per jam untuk satu alat.

Baca juga: Fokus Liputan: Cerita dari Toro, Dusun Sawit di Tesso Nilo (Bagian 1)

Tiap hari, kecuali Jumat, alat itu bekerja selama tujuh jam, bikin parit dan jalur tanam. Dari 200 hektar dikuasai, sekitar 15 hektar ditanam bibit sawit.

Hari itu juga, Sudikdo dan alat diangkut ke Pekanbaru, Markas BPPHLHK. Dua hari kemudian, 8 Desember 2018, Sudikdo jadi tersangka. Sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri Bengkalis tiga bulan kemudian, 6 Maret 2019.

Sudikdo didakwa Pasal 92 ayat 1 huruf b atau huruf a UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman pidana paling singkat tiga tahun, paling lama 10 tahun. Pidana denda berkisar Rp 1,5 miliar-Rp 5 miliar.

Dalam persidangan, Sudikdo cerita, mulai menguasai lahan sejak 2008. Ismunandar, Ketua RW 04 Dusun Sukamaju, Bukit Kerikil, membenarkan itu.

Waktu itu, Sukarmo Pjs Kepala Desa Bukit Kerikil atau ayah Ismunandar, sebelum meninggal, minta bantuan Sudikdo, bikin jalan sampai ke Kampung Sidodadi yang masih terisolir. Imbalannya, Sudikdo dapat 50 hektar—telah dibuka dan kerap diperjualbelikan pejabat desa setempat.

Sejak itu, Sudikdo mulai menguasai dengan bikin parit untuk tanam sawit. Parit yang dibuat bersentuhan dengan lahan keluarga Saragih—sering disebut dalam persidangan.

Luas lahan keluarga Saragih 30 hektar. Sudikdo diminta mengganti semua lahan Rp500.000 tiap hektar.

Belakangan, penguasaan lahan oleh Sudikdo, makin luas sampai 200 hektar, seperti bunyi dakwaan penuntut umum. Sudikdo tidak menguasai seluruhnya, tetapi dengan beberapa anggota TNI lain. Sudikdo tak menyebut nama-nama orang itu.

“Mereka beli lahan lewat perantara saya,” kata Sudikdo.

Dia tak terima lahan yang dikuasai itu berada dalam kawasan hutan. Alasannya, sebelum merambah hutan, di sekeliling lahan sudah tumbuh sawit orang lain dan banyak parit buatan.

Dia heran, kenapa orang yang menanam di sekitarnya tak dipersoalkan? Dia bersikukuh, 15 hektar yang telah ditanam tak masuk kawasan Giam Siak Kecil, kecuali sebagian yang diganti rugi dari Saragih.

“Tapi, tanamnya juga belum sampai di situ,” kata Sudikdo lagi, dalam persidangan.

Syafruddin Prawiranegara dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIX Pekanbaru, mengatakan, areal yang dikuasai Sudikdo berada dalam hutan konservasi Cagar Biosfer Giam Siak Kecil.

Sudikdo ngotot, membantah. Dia beralasan, tak pernah ada sosialisasi mengenai kawasan termasuk dari kepala desa yang mengeluarkan surat keterangan tanah miliknya.

“Satu minggu sebelum penangkapan baru ada pemasangan papan pemberitahuan.”

 

Kanal besar yang membatasi lahan Sudikdo dengan lahan sekitarnya. Foto; Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

Siapa Sudikdo?

Keterangan dalam putusan Mahkamah Agung menyebutkan, sebelum dipecat sebagai personil TNI AD pada 2016, Sudikdo bertugas di Kantor Administrasi Veteran dan Cadangan I/23 Dumai sejak 2006. Jabatan terakhir batur data dengan pangkat sersan kepala.

Jauh sebelum tersandung perkara merambah hutan, pada 2008, Sudikdo pernah kena kasus karena menebang dan mengangkut kayu dari kawasan hutan konservasi, Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil.

Sampai 2013, hutan tebangan pada KM 16 Dusun Bagan Benio, Desa Tasik Serai, Kecamatan Pinggir, Bengkalis itu sekitar 800 hektar dari target 1.200 hektar.

Setelah perkara itu selesai di Pengadilan Militer I-03 Padang, Sudikdo dapat hukuman pembinaan dan kembali pada jabatannya.

Sudikdo kembali mengulangi perbuatan serupa hanya beberapa bulan kemudian hingga Februari 2014. Melalui orang-orang suruhan, Sudikdo kembali menghabisi 400 hektar sisa-sisa tegakan kayu alam.

Bahkan, luas yang ditebang bertambah jadi 1.757,76 hektar sampai di KM 18. Kayu-kayu tebangan jenis bintangor dan meranti.

Pohon-pohon olahan jadi balok itu diangkut ke gudang depan rumah Sudikdo di Kecamatan Bukit Kapur, Dumai. Di sana, balok-balok kayu lagi jadi papan, broti dan reng. Dia sekaligus buka tempat usaha penjualan kayu hasil olahan.

Kerjaan Sudikdo, mulai menebang, mengangkut, mengolah serta menjual hasil tanpa ada izin sama sekali.

Selain tersangkut perkara merambah hutan, Sudikdo juga dihukum setelah hasil tes urin positif membuktikan mengkonsumsi narkoba. Berkas perkara, menyebutkan, Sudikdo pakai sabu bersama Heri di Kolam Pancing Pondok Bambu, Dumai.

Heri, sopir mobil yang hendak mengantar Sudikdo ke Medan. Hari itu, 9 Maret 2014, Sudikdo menerima beberapa panggilan dari Pangdam I Bukit Barisan, Polisi Militer Dumai dan Danrem 031 Wira Bima.

Sudikdo memutuskan ke Medan. Sebelum berangkat itulah, pada malam hari, dia mengonsumsi sabu dengan alasan supaya tak mengantuk.

Sudikdo dihukum Pengadilan Militer I-03 Padang dua tahun penjara dan denda Rp500 juta. Lebih rendah satu tahun dibanding tuntutan oditur. Pengadilan Militer Tinggi I Medan menguatkan putusan ini pada 22 Desember 2016.

Pada 21 Juni 2017, hakim kasasi memberatkan hukuman Sudikdo jadi empat tahun dengan besaran denda sama.

 

Bekas tebangan pohon di lahan yang dikuasai Sudikdo membuktikan kerusakan Giam Siak Kecil. Foto; Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Sudikdo menepis ketika ditanya mengenai perkara ini. Katanya, perkara di Pengadilan Militer itu masalah kebakaran hutan dan lahan pada 2014.

Nyatanya, dia memang pernah menjalani hukuman sampai kena pecat dari militer. Seperti tak jera, lebih kurang setengah tahun usai menjalani hukuman, Sudikdo kembali berurusan dengan penegak hukum.

Sudikdo bukan satu-satunya yang merusak hutan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil. Tindakan itu seolah dibenarkan lewat orang-orang yang punya pengaruh di Bukit Kerikil.

Seperti mantan Kepala Desa Supendi dan Kepala Suku Sakai Bathin Botuah Puyan alias Baginda Raja Puyan. Tanpa punya kewenangan, mereka menerbitkan surat keterangan tanah dan surat penyerahan tanah dalam kawasan hutan. Supendi pula yang menerbitkan surat tanah buat Sudikdo.

Kini, keduanya telah menghirup udara bebas setelah Pengadilan Tinggi Pekanbaru pada September 2014, mengurangi hukuman PN Bengkalis, semula tujuh tahun jadi empat tahun bagi Supendi dan 4,6 untuk Puyan. Keduanya sama-sama kena denda Rp 1,5 miliar karena terbukti membantu merambah kawasan hutan.

Beberapa nama perambah hutan tercatat dalam berkas putusan Supendi dan Puyan. Antara lain, Rohim, Naga, Hamba dan Jhon. Juga Ruslan, Gindo, Addin dan Manggus. Mereka semua berasal dari Sumatera Utara, kecuali Gindo dan Jhon, sudah lama di Kampar. Mereka beli lahan pada Poniran mantan Kepala Dusun II Suka Maju, Bukit Kerikil.

Dalam berkas putusan Supendi, Poniran ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO) bersama Sunar. Nama terakhir juga disebut Sudikdo sebagai ketua kelompok yang membuka hutan, tetapi sudah meninggal dunia.

Poniran dan Sunar, sama-sama buka hutan sejak 2006. Sejak itu, mereka menjual lahan selama bertahun-tahun.

Supendi mengaku, tak tahu harga jual beli lahan itu. Dia cuma terima imbalan Rp100.000 tiap lembar surat keterangan kepemilikan tanah yang diterbitkan.

Dalam berkas putusan, ada 11 lembar surat ditandatangani. Dalam bukti kuitansi penyerahan uang, Poniran menerima Rp65 juta.

Pada 2014, para perambah hutan atau yang membeli lahan telah putus dua tahun penjara, denda Rp1,5 miliar di PN Pekanbaru. Sedang Sudikdo, masih menanti putusan hukum di persidangan…

 

Keterangan foto utama:    Polhut Balai Gakkum Wilayah Sumatera mengamankan alat berat sedang bekerja di lahan Sudikdo. Satu dari tiga alat rusak. Foto; BPPHLHK Seksi II Pekanbaru

 

Exit mobile version