Mongabay.co.id

Ini Teknologi RAS, Masa Depan Perikanan Budi Daya Nasional

 

Untuk mengerek tingkat produksi perikanan budi daya pada 2019, Pemerintah Indonesia terus mencoba berbagai teknologi yang bisa mendukung percepatan tersebut. Salah satu yang terus dikembangkan, adalah teknologi system budi daya sirkulasi ulang (recirculation aquaculture system/RAS) yang diyakini bisa mendorong percepatan produksi beragam komoditas yang ada.

Dirjen Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto, Senin (17/6/2019) di Jakarta, pada 2019 Pemerintah menargetkan produksi perikanan budi daya bisa mencapai angka 19 juta ton. Angka tersebut, berasal dari sejumlah komoditas unggulan, terutama dari rumput laut. Saat ini telah tercapai produksi 4 juta ton selama triwulan I 2019.

Untuk mencapai target itu, menurut Slamet, KKP menggenjot produksi, menaikkan nilai ekspor, dan meningkatkan konsumsi dalam negeri. Semua tahapan tersebut, diyakini bisa dipenuhi dengan menggunakan teknologi terkini perikanan budi daya seperti RAS.

baca : Apa Itu Teknologi RAS untuk Perikanan Budidaya?

“Teknologi RAS merupakan teknologi yang tepat dalam meningkatkan produktivitas pembenihan ikan dengan mengefisiensikan penggunaan air dan lahan. Di samping itu, juga menciptakan usaha yang minim dampak negatif terhadap ekologi,” ungkapnya.

Menurut Slamet, teknologi RAS adalah teknologi pembenihan ikan intensif yang dapat diterapkan untuk berbagai jenis komoditas, baik tawar, payau, maupun laut. Dengan demikian, teknologi tersebut bisa menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan kebutuhan benih ikan yang kerap kali terjadi dan dirasakan para pembudidaya ikan di seluruh Indonesia.

Slamet menerangkan, dibandingkan sistem konvensional, teknologi RAS memiliki keunggulan karena aman dari pencemaran yang terjadi di luar lingkungan perairan. Hal itu, membuat sanitasi dan higienitas menjadi lebih terjaga dan membuat teknologi tersebut menjadi ramah terhadap lingkungan.

“Selain itu, juga mudah dalam pemeliharaan dan stabilitas kualitas air lebih terjaga serta penggunaan air lebih hemat,” jelasnya.

baca juga : Teknologi RAS untuk Kemajuan Perikanan Budidaya, Seperti Apa?

 

Penggunaan teknologi RAS (recirculating aquaculture system) meningkatkan dan mengefisiensikan produksi perikanan budidaya. Foto : mat-ras.com

 

Pelopor Efisiensi

Mengingat banyak manfaatnya pada produksi perikanan budi daya, Slamet bertekad akan terus mengembangkan teknologi RAS untuk berbagai komoditas yang ada. Ditambah lagi, teknologi RAS memiliki kemampuan untuk mengendalikan hama dan penyakit, serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan.

“Sehingga pendapatan juga akan meningkat tajam,” sebutnya.

Salah satu keberhasilan implementasi teknologi RAS, dilakukan tim Balai Perikanan Budi daya Air Tawar (BPBAT) Tatelu, Sulawesi Utara, untuk mengembangkan pembenihan ikan gurame.

Kepala BPBAT Tatelu Fernando J Simanjuntak dalam rilis DJPB KKP, pekan lalu mengatakan penggunaan teknologi RAS ditujukan untuk meningkatkan padat tebar benih, kelangsungan hidup, keseragaman, dan laju pertumbuhan untuk memicu terjadinya peningkatan produksi. Untuk bisa mengejar tujuan tersebut, RAS diterapkan dengan memakai media seperti wadah pemeliharaan, tabung filter, lampu ultra violet (UV), reservoir dan heater, dan pompa air.

Fernando menjelaskan, penggunaan filter sebagai salah satu komponen RAS, berfungsi sebagai unit pembersihan dan perbaikan kualitas air, dan juga menjadi tempat berkembangnya bakteri pengurai amonik sisa pakan dan feses atau sisa metabolisme lainnya. Sementara, untuk wadah pemeliharaan benih, dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan telah terintergrasi dengan sistem resirkulasi.

“Sedangkan reservoir, heater dan pompa air berada di luar wadah pemeliharaan ikan,” tuturnya.

menarik dibaca : Ini Keuntungan Budidaya Ikan Nila dengan Teknologi Bioflok

 

Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto melihat penggunaan teknologi Recirculating Aquaculture System (RAS) saat meresmikan pusat pembenihan ikan laut terbesar dan modern di Ambon, Maluku. Foto : Ditjen Perikanan Budidaya KKP/Mongabay Indonesia

 

Prinsip dasar teknologi RAS di seluruh dunia memiliki kesamaan, yaitu memanfaatkan air sebagai media pemeliharaan secara berulang-ulang dengan mengendalikan beberapa indikator kualitas air agar tetap pada kondisi prima.

Dan BPBAT Tatelu telah memodifikasi teknologi RAS sesuai kondisi yang ada untuk menekan biaya menjadi lebih murah dengan menggunakan peralatan produksi dalam negeri.

“Tujuannya sudah jelas, produk dalam negeri bisa menekan biaya dari sisi investasi,” jelasnya.

Fernando membandingkan dengan sistem konvensional dengan padat tebar benih hanya 0,2 ekor per liter, pendederan ikan gurame dengan teknologi RAS bisa mencapai padat tebar hingga 28–30 ekor per liter. Sementara, jika menggunakan sistem konvensional padat tebar hanya 0,2 ekor per liter. Keuntungan lainnya, masa pemeliharaan benih menjadi relatif lebih pendek yaitu pada usia 30 hari telah mencapai ukuran 2–4 cm.

“Dengan tingkat kelulusan hidup mencapai 95 persen dan tingkat keseragaman ukuran hingga 90 persen,” sebutnya.

Dibandingkan sistem konvensional, waktu pemeliharaan relatif lebih panjang karena mencapai minimal 50 hari, dengan tingkat kelulusan hidup hanya 60 persen dan keseragaman ukuran 80 persen saja. Kemudian, keunggulan lain dari RAS, adalah produktivitas naik hingga 140 kali lipat dibandingkan sistem konvensional.

perlu dibaca : Teknologi Digital Mulai Digunakan untuk Perikanan Budidaya Nasional

 

Ilustrasi. Budi daya ikan di keramba milik  PT Bali Barramundi, Buleleng, Bali. Perusahaan itu telah menerapkan prinsip Seafood Savers untuk perikanan berkelanjutan. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Dengan menggunakan teknologi RAS, Fernando menambahkan, usaha pendederan ikan gurame akan terasa sangat menguntungkan. Dengan biaya investasi untuk wadah pemeliharaan berupa container plastik ukuran 47 cm x 65 cm x 40 cm sebanyak 18 buah, kemudian pembelian rak besi, bak reservoir, tabung filter, media filter (zeolit dan arang aktif), pompa, lampu UV dan heater membutuhkan biaya sebesar Rp33,6 juta, dengan biaya penyusutan per siklus (2 bulan) sebesar Rp1,2 juta.

Sedangkan untuk biaya operasional, Fernando menyebutkan, diperlukan biaya sebesar Rp14 juta per siklus yang digunakan untuk pembelian telur gurame, cacing sutera, obat-obatan dan biaya listrik. Adapun, telur gurame yang ditebar sebanyak 30.000 telur menghasilkan produksi benih gurame ukuran 2–4 cm sebanyak 25.500 ekor per siklus. Jika harga per ekornya adalah Rp2 ribu, maka penghasilan setiap kali siklus adalah Rp51 juta.

“Keuntungan per siklus sebesar Rp34,5 juta selama dua bulan, sedangkan keuntungan setahun mencapai Rp207 juta, ini sangat menguntungkan secara ekonomi karena pay back periode (waktu pengembalian modal) hanya sekitar 0,7 tahun,” paparnya.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, penggunaan teknologi RAS untuk perikanan budi daya menjadi sangat penting saat ini. Mengingat, kebutuhan ikan juga sedang mengalami kenaikan setelah tingkat konsumsi ikan masyarakat naik dari 36 kilogram/kapita/tahun menjadi 43 kg/kapita/tahun.

“Subsektor budi daya akan terus didorong dalam menyuplai kebutuhan pangan berbasis ikan bagi masyarakat,” jelasnya.

baca juga : Pertama Di Dunia, Asuransi Pembudidaya untuk Lindungi dari Bencana

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti didampingi Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto melihat lokasi percontohan untuk teknologi resirculating aquaculture system (RAS) di desa wisata Bokasen, Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta pada awal Maret 2018. Foto : Foto: DJPB KKP/Mongabay Indonesia

 

Penggunaan teknologi seperti RAS juga akan sangat membantu perkembangan perikanan budi daya di masa sekarang dan akan datang. Terlebih, karena tantangan saat ini adalah bagaimana mengatasi persoalan krisis iklim dan lingkungan yang sulit untuk dihindari.

Oleh itu, kata Susi, agar perubahan iklim tidak mengurangi produktivitas, maka perlu ada intervensi teknologi yang adaptif. Apalagi, perkembangan teknologi budidaya kian dinamis dan harus ditularkan secara masif ke masyarakat.

“Dukungan pembangunan UPR sistem RAS diharapkan akan mampu naikan produktivitas secara signifikan. Saya minta dukungan ini dimanfaatkan sebaik baiknya,” tandasnya.

 

Exit mobile version