Mongabay.co.id

Adakah Solusi Permanen Krisis Air Bersih Ketika Kemarau Datang?

 

Langit mulai cerah membiru. Menelusuri jalanan desa, sesekali debu beterbangan, tanda wilayah itu sudah lama tidak turun hujan. Di Sungai Angin, Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpiuh, Banyumas, Jateng, terlihat sejumlah ibu tengah mencuci baju.

“Kami mencuci baju di sini, karena air sumur menguning. Masih lumayan di sungai, airnya relatif bersih ketimbang air sumur,” ungkap Sarmi (46) perempuan yang mencuci baju di sungai itu pada Kamis (20/6/2019).

Seorang warga Desa Nusadadi lainnya, Karsimin (37) menunjukkan bukti air keruh kekuningan dari sumur berkedalaman 7 meter di belakang rumahnya.

Baunya juga tidak sedap, seperti bau korosi besi.

“Hampir setiap kemarau datang, yang terjadi seperti ini. Kami tidak tahu penyebabnya. Tetapi sudah bertahun-tahun terjadi. Kalau musim penghujan, airnya jernih dan tidak berbau,”ungkapnya.

baca : Menabung Air Hujan, Memanfaatkan Saat Kemarau

 

Seorang warga Desa Nusadadi, Sumpiuh, Banyumas, Jateng, Kamis (20/6/2019) menunjukkan kondisi air sumur yang menguning saat musim kemarau. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Untuk memenuhi kebutuhan air berhari-hari, sebagian warga di Desa Nusadadi yang terdiri dari Dusun Nusadadi, Kalisetra, Soka dan Kedungsampang harus membeli air bersih.

“Guna memenuhi kebutuhan air minum, kami membeli air galon. Harganya minimal Rp6 ribu/galon. Kalau untuk memenuhi keperluan masak sehari-hari, kami membeli air bersih jeriken. Harganya Rp2.500/jeriken. Sehari paling tidak 3 jeriken, sehingga membutuhkan uang Rp7.500,” jelas Kasimin.

Warga setempat mengakui pernah mendapat suplai air bersih dari Pemkab Banyumas, tetapi saat ini belum datang lagi. “Biasanya, kalau ada bantuan satu tangki, langsung habis diserbu warga. Karena semuanya membutuhkan. Di desa ini ada sekitar 650 kepala keluarga (KK) yang semuanya membutuhkan air bersih,”ujarnya.

baca : Embun Beku Dieng Sudah Mulai Turun, Mungkinkah Skalanya Meluas Saat Puncak Kemarau?

Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas Ariono Poerwanto mengakui pada awal musim kemarau, setidaknya telah ada 6 desa yang meminta suplai air bersih, salah satunya Desa Nusadadi, karena krisis air bersih tahunan.

“Selain Desa Nusadadi, desa lain yang mengalami krisis air bersih adalah Desa Karanganyar, Kecamatan Patikraja, Desa Banjarparakan, Kecamatan Rawalo, Desa Kediri, kecamatan Karanglewas, Desa Srowot, Kecamatan Kalibagor dan Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang. Suplai air bersih kami laksanakan jika ada permintaan dari desa setempat untuk warga. Hampir setiap tahun, desa-desa itu memang mengalami krisis air bersih. Tahun ini, BPBD Banyumas menyiapkan 1.000 tangki air bersih untuk memasok kebutuhan daerah yang mengalami kekeringan. Sebab, suplai air bersih masih menjadi alternatif utama untuk mengatasi krisis air pada saat kemarau,’jelasnya.

Meski baru 6 desa, tetapi dalam beberapa waktu ke depan krisis air bersih dipastikan bakal meluas seiring dengan semakin panjangnya musim kemarau. Dari pemetaan oleh BPBD Banyumas dan berdasarkan sebaran desa yang mengalami kekeringan tahun lalu, diperkirakan jumlah daerah rawan kekeringan sebanyak 71 desa yang tersebar di 17 kecamatan.

perlu dibaca : Kemarau Datang, Air Telaga Jadi Andalan

 

Warga Desa Kediri, Kecamatan Karanglewas, Banyumas, Jateng mendapat bantuan air bersih dari Polres Banyumas yang membawa mobil water canon. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sebetulnya, kekeringan pada musim kemarau merupakan bencana yang dapat diprediksi, hanya tingkat kekeringannya yang berbeda dari tahun ke tahun.

Adakah solusi permanen yang ditawarkan?

Sebenarnya, pemerintah sudah memiliki program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) yang telah sejak 2008. Di Banyumas, juga telah dibangun 154 instalasi Pamsimas yang tersebar di 154 desa hingga akhir tahun 2018 lalu. Bahkan, pada 2019 akan dibangun lagi di 17 desa.

Kepala Bidang Penyehatan Lingkungan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Dinperkim) Banyumas Kuat Sudarso menyatakan satu instalasi Pamsimas di satu desa memang tidak mampu menjangkau seluruh kebutuhan air bersih di desa setempat.

“Pamsimas merupakan salah satu solusi krisis air bersih pada saat musim kemarau. Karena Pamsimas mengambil air bersih dari sumber mata air atau sumur dalam, sehingga mampu mencukupi kebutuhan pada musim kemarau. Hanya memang, satu instalasi tidak mampu memenuhi kebutuhan seluruh warga desa. Paling, satu instalasi menjangkau 150-200 KK di masing-masing desa,”kata Kuat.

Ia mengungkapkan dari 154 desa yang telah terjangkau pamsimas, ada sekitar 23 ribu hingga 30 ribu keluarga yang telah terjangkau air bersih. Bahkan, nantinya ada lagi 2.500 hingga 3.400 keluarga di 17 desa dan tersebar di Kecamatan Kebasen, Gumelar, Rawalo, Kemranjen, Pekuncen, Sumpiuh, Lumbir dan sebagainya.

“Tetapi, daerah-daerah yang terjangkau Pamsimas, sesungguhnya harus mempunyai sumber mata air tanah. Itu salah satu syarat yang harus dipenuhi. Kalau daerah memiliki sumber mata air, maka program Pamsimas dapat dilaksanakan. Dan ini menjadi salah satu solusi panjang memenuhi kebutuhan air bersih,”ungkapnya.

Kuat mengatakan alokasi anggaran total untuk program pamsimas hingga penyaluran ke penduduk mencapai Rp350 juta. Anggaran tersebut terbagi antara pemerintah dengan desa. Dari APBDes ada dana kolaborasi yang mencapai 10%. “Jadi antara pemerintah dengan desa memang saling memberikan kontribusi. Dinas bertugas membuat sumur dalam dan infrastruktur lainnya. Sedangkan desa mengarahkan lokasinya,”tambahnya.

baca juga : Mengapa Oyek dan Gaplek Jadi Andalan Ketika Kemarau Tiba?

 

Warga di Desa Kediri, Kecamatan Karanglewas, Banyumas mendapat suplai air bersih. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

Dihubungi terpisah, Kepala Kelompok Teknisi Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap Teguh Wardoyo mengatakan musim kemarau di wilayah Jateng selatan terjadi sejak akhir Mei lalu.

“Sebagian wilayah Jateng selatan seperti Purworejo selatan, Kebumen bagian timur telah masuk kemarau pada bulan Mei dasarian (10 hari) kedua. Sedangkan sebagian besar Cilacap dan Kebumen bagian barat masuk pada dasarian ketiga bulan Mei. Sementara pada awal bulan Juni, musim kemarau mulai terjadi di Purworejo bagian utara, Kebumen bagian utara, Banyumas, Purbalingga dan Wonosobo,”paparnya.

Teguh mengatakan pada bulan Mei dan Juni, fenomena yang terjadi adalah El Nino lemah. Jadi, masyarakat dan Pemkab perlu bersiap menghadapi musim kemarau. “Salah satunya tentu adalah krisis air bersih. Sehingga secara dini perlu disiapkan untuk mengantisipasinya,”ujarnya.

Sedangkan di Cilacap, BPBD setempat melaporkan kalau lebih dari 75 ribu jiwa atau 24.677 KK terancam krisis air bersih pada musim kemarau 2019. Jumlah itu meningkat jika dibandingkan 2018 yaitu 57 ribu jiwa lebih atau 17.886 KK mengalami krisis air bersih dan harus dipasok sebanyak 512 tangki air bersih.

“Ada 65 desa yang tersebar di 18 kecamatan terancam kekurangan air bersih. Daerah yang rawan kekeringan dihuni oleh 75.765 jiwa atau 24.677 keluarga. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan daerah kekerangan tahun 2018. Tahun lalu, daerah yang kekeringan sebanyak 48 desa tersebar di 17 kecamatan,”jelas Tri.

Hingga Kamis (20/6), warga di Cilacap yang terdampak kekeringan mencapai 12,8 ribu jiwa lebih atau 3.922 KK yang tersebar di 9 desa pada 5 kecamatan.

“Yang paling parah dilanda kekeringan adalah Kecamatan Kawunganten dan Patimuan masing-masing ada 3 desa, kemudian masing-masing satu desa di Kecamatan Kampung Laut, Gandrungmangu dan Bantarsari. Kami telah menyalurkan sebanyak 20 tangki air bersih. Dan kemungkinan ke depan bakal semakin banyak desa yang membutuhkan sejalan dengan kian panjangnya kemarau. BPBD Cilacap telah mengalokasikan 110 tangki. Jika nanti kurang, maka akan meminta bantuan Pemprov Jateng dan pihak ketiga seperti BUMN, BUMD dan lembaga atau instansi lain,”ujarnya.

Hampir setiap tahun, musim kemarau datang. Tetapi penanganan secara permanen belum mampu menjangkau secara keseluruhan. Rata-rata, pemerintah di daerah hanya menyuplai air bersih untuk wilayah yang mengalami kekeringan.

 

Exit mobile version