Mongabay.co.id

Ketika Warga Amankan Pengebom Ikan di Perairan Obi

Pelaku tangkap ikan pakai bom. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Tangan Ahnir, Lamet dan Arifin, dalam kodisi terborgol kala Polda Maluku Utara, temu media Senin (24/6/19). Ketiga pria 30 tahunan ini tertunduk lesu. Mereka diamankan warga pada 19 Juni lalu, saat beraksi di perairan Desa Tapa Pulau Tapa, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Warga asal Desa Cap Obi Utara Halmahera Selatan ini, sebelumnya ditangkap warga Desa Paser Putih Obi karena pengeboman ikan di Pulau Tapa. Setelah diamankan, warga menyerahkan ke polisi dan dibawa ke Ternate.

Mereka mengaku baru pertama kali ngebom ikan. Meski bilang pemain baru, kepolisian tetap menelusuri sepak terjang mereka.

Baca juga: Tangkap Ikan Pakai Bom dan Potasium Masih Marak di Maluku Utara

Kombes Polisi Arif Budi Winofa, Direktur Polair Polda Malut mengatakan, kala aksi pengeboman itu, ada 20 kilogram ikan dolosi (Caesionidae) mereka ambil. Ikan itu kini jadi barang bukti.  Dalam kasus ini, sebenarnya ada empat pelaku, satu berhasil melarikan diri.

Aksi pengeboman ikan marak, katanya, ada hubungan dengan luas laut Malut, dan banyak pulau. Petugas, katanya, sulit lakukan pengawasan dengan keterbatasan personil.

 

Warga yang mengamankan

Petugas tahu kasus ini dari laporan warga. Setelah menerima laporan, anggota Markas Unit Dit Polairud Polda Malut di Pulau Bisa Obi, ke lapangan.

Warga memberitahukan, kalau di daerah mereka ada penangkap ikan pakai bom. Awalnya , petugas tak menemukan pelaku dan kembali ke markas. Hari itu juga, petugas kembali lagi ke Desa Pasir Putih. Kala tiba di lokasi, berselang sekira 15 menit, dapat informasi ada bom ikan di sekitar Perairan Teluk Gurango. Petugas segera meluncur dan menemukan para pelaku bersama barang bukti sudah diamankan warga.

Barang bukti diamankan masing-masing satu longboat, satu kompresor merek Shark, satu mesin laut 15 PK merek Yamaha. Lalu, satu kacamata atau masker selam, dua selang kompresor, satu jerigen kunci, satu ikat jaring kecil, serta ikan dolosi sekitar 20 kilogram.

Kini, para pelaku ditahan di Rumah Tahanan Polsek Ternate Selatan dan barang bukti disimpan di markas Polairud Obi.

 

Barang bukti berupa mesin kompresor dan selang untuk meyelam buat mengumpulkan ikan hasil bom. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Arif senang karena masyarakat Pulau Tapa Obi, paham larangan pakai bahan peledak dalam menangkap ikan, bahkan mereka berperan mengamankan agar laut terjaga. Dia bilang, petugas gencar sosialisasi larangan tangkap ikan pakai bom, seperti di Bobong (Pulau Taliabu), Sanana (Kepulauan Sula), Falabisahaya (Pulau Mala-mala, Bacan dan lain-lain).

“Bersyukurlah masyarakat sudah paham hingga bisa mengamankan pelaku destructive fishing yang akan merusak ikan dan terumbu karang seperti terjadi di Obi ini.”

Dia bilang, bom ikan ini jarang terjadi di laut dalam. Kebanyakan di laut banyak terumbu karang dan ikan. Kalau diamati, begitu banyak pulau di Malut, terutama Halmahera Selatan, kondisi jadi sangat rawan. “Banyaknya pulau kecil memiliki terumbu karang jadi sarang ikan karang sekaligus sasaran empuk pelaku bom.”

Setelah mereka bom, ikan mati dan tenggelam.  Dengan bantuan kompresor untuk menyelam, mereka kumpulkan ikan hasil bom.

Sedangkan bahan pembuatan bom, polisi temukan banyak berbahan dasar amoniak bubuk. Warga menyebut, pupuk cap matahari. Bubuk amoniak ini dicampur beling atau kaca. Ledakan bubuk amoniak bercampur beling membuat ikan mati.

Arif bilang, mayoritas bahan membuat bom ikan di Halmahera Utara, pakai mesiu dari peluru bekas perang dunia II yang karam di perairan Morotai. Di Halmahera Selatan, kebanyakan bahan peledak pakai pupuk. Untuk Halmahera bagian Utara, katanya, sudah sangat berkurang. “Bisa dikatakan hampir setahun sudah tak terjadi pengeboman ikan. Di Halmahera Selatan, kerawanan masih tinggi.”

Abdul Muthalib Angkotasan , Dosen Fakultas Perikanan Universitas Khairun Ternate mengatakan, terumbu karang Halmahera Selatan, alami kerusakan paling parah. Hampir semua terumbu karang rusak dengan ciri-ciri kena bom dan potasium.

Dia beberapa tahun terakhir ini konsen riset terumbu karang dan kondisi biodiversitas perairan laut Malut bilang, praktik bom dan potasium terbilang masif di Halmahera Selatan. Beberapa kawasan perairan yang dia riset di sana, kondisi terumbu karang sangat memprihatinkan.

Dia sebutkan beberapa titik seperti, perairan laut Kayoa, Bacan , dan Obi serta Gane Barat dan Gane Timur. “Bom itu efek langsung terkena terumbu karang dan ekosistem. Gema bom ikan memiliki kekuatan sangat dahsyat yang menyebabkan kerusakan dengan luasan besar,” katanya.

Menurut dia, bukti lapangan dampak bom adalah koloni terumbu karang ada patahan-patahan kecil dengan cakupan begitu luas. “Jika daya ledak kuat, luasan kerusakan juga sangat besar.”

Yang jadi soal juga, katanya, perusakan karena bom ikan untuk perairan laut Halmahera Selatan, terjadi berulang-ulang bahkan hampir setiap saat.

Dia menyarankan, Pemerintah Malut dan Halmahera Selatan riset untuk mengidentifikasi titik-titik kerusakan parah dan kerawanan ancaman bom di laut Malut.

Dari data riset ini, katanya, diambil berbagai langkah, baik persuasif preventif dan kuratif dengan berbagai pendekatan. “Baik kepada neyalan maupun penegak hukum terutama penegakan regulasi soal destructive fishing (penangkapan ikan merusak-red).”

 

Polairud Polda Malut saat mengamankan para pelaku bom ikan dalam proses penangkapan bom ikan pada 2017. Foto: Polairud Polda Malut

 

 

Apa aksi pemerintah daerah?

Buyung Radjiloen, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Malut membenarkan, praktik ini berdampak pada kerusakan parah ekosistem terumbu.

Dia bilang, penggunaan bom ikan masih banyak di beberapa wilayah terutama perairan Halmahera Selatan, Halmahera Timur, Kepulauan Sula, dan Pulau Taliabu.

Pemerintah daerah, katanya, berupaya mengatasi, setidaknya dengan dua langkah utama, yakni, pencegahan dan peningkatan pengawasan. Mereka, katanya, sudah lakukan pembinaan dan penyuluhan maupun operasi pengawasan rutin.

Meskipun begitu, katanya, warga tak serta merta sadar dan setop mengebom ikan. Pelaku, katanya, sudah banyak proses hukum tetapi belum ada efek jera. “Upaya pencegahan jadi prioritas kami dengan mendorong masyarakat agar meninggalkan praktik bom ikan.”

Dari beberapa kasus penangkapan, katanya, pelaku nelayan kecil. Alasan mereka, demi mendapatkan tangkapan cepat dan banyak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dari sana, katanya, ada pihak-pihak yang jadi penadah hasil bom. “Mereka ini yang belum pernah ditangkap. Seharusnya, juga perlu ada langkah-langkah hukum.”

Upaya pencegahan warga ngebom ikan, melalui prioritas pengembangan usaha perikanan produktif berbasis komoditi, DKP mengajak nelayan buka usaha bernilai ekonomi, seperti tangkap tuna dan budidaya rumput laut.

“Kami lakukan di beberapa lokasi seperti di Pulau Gamumu, Obi dengan rumput laut dan Pulau Bisa, usaha ikan tuna.   Kita berharap program ini bertahap membuat nelayan meninggalkan kebiasaan tangkap merusak ke perikanan berkelanjutan,” katanya.

Dengan penghasilan cukup, katanya, tentu jadi daya tarik bagi nelayan mau meninggalkan praktik tangkap merusak.

DKP juga membentuk kelompok pengawas di tingkat masyarakat (Pokmaswas) tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Malut. Tujuan pembentukan Pokmaswas ini, katanya, untuk melibatkan masyarakat secara langsung sekaligus menumbuhkan kesadaran menjaga kelestarian laut. “Tujuannya, memberi penyadaran bahwa penangkapan tak ramah lingkungan mengancam kelestarian ekosistem laut dan merugikan masa depan anak cucu.”

Buyung mengimbau, nelayan Malut meninggalkan praktik-praktik penangkapan ikan merusak. “Mari jaga bersama ekosistem laut untuk masa depan anak cucu. Stop destruktive fishing. Jangan lagi mengebom ikan pakai bahan-bahan merusak. Ini melawan hukum dan merugikan diri sendiri.”

 

 

Keterangan foto utama:  Pelaku tangkap ikan pakai bom. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

Peta kerawanan laut dari penangkapan ikan merusak di Maluku Utara. Sumber: Polairud Polda Malut

 

Exit mobile version