Mongabay.co.id

Petugas Bekuk PS saat Jual Kulit dan Tengkorak Harimau

Foto: AYAT S Karokaro

 

 

 

 

 

Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Selasa (2/7/19), mengamankan seorang pemuda berinisial, PS, di Desa Marike, Kutambaru, Langkat, karena memiliki dua lembar kulit harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) tanpa izin, dan akan memperdagangkannya. Dari tangan petani ini, petugas juga berhasil mengamankan satu tengkorak diduga harimau Sumatera.

Setelah mengamankan tersangka dan barang bukti, petugas BBTNGL langsung memyerahkan ke Seksi Wilayah I Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungsn Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, di Medan.

Haluanto Ginting, Kepala Seksi Wilayah I Balai PamGakkum KLHK Wilayah Sumatera mengatakan, mereka sedang menyelidiki kasus ini. Barang bukti, dua lembar kulit harimau ukuran besar, satu lembar kulit ukuran kecil, tengkorak kepala harimau, satu belati,dan satu telepon genggam merek Prince diamankan sebagai barang bukti.

Saat ini, katanya, mereka berupaya mengembangkan kasus untuk mengetahui apa ada jaringan lain terlibat atau tidak. Meskipun pengakuan pelaku dua kulit harimau dan tengkorak itu bukan miliknya, melainkan milik kakeknya, namun penyidik Gakum tak percaya begitu saja.

Berdasarkan laporan dan temuan dari petugas BBTNGL, pelaku sudah lama menjual bagian kulit harimau Sumatera.

Alasan pelaku menjual kulit harimau itu untuk memperbaiki kuburan orangtuanya, dan untuk modal membeli hewan ternak.

“Jadi, pelaku ini menjual sepotong-sepotong kulit harimau ini,”kata Haluanto.

Tersangka, katanya, sudah dititipkan di tahanan sementara Polda Sumut.

Saat diwawancarai Mongabay, PS mengatakan, kulit dan tengkorak kepala harimau Sumatera itu sudah 30 tahun lebih ada di rumahnya. Pada 2013, dia menemukan dua kulit harimau itu di rumah orangtuanya.

 

PS, saat diperiksa petugas. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Dia tahu, barang itu dilarang diperjualbelikan. “Aku ditangkap saat mau menjual dua kulit harimau ini kepada petugas BBTNGL yang menyamar sebagai pembeli. Harimau itu setahuku ditombak kakek di hutan dalam TNGL.”

“Aku tahu itu barang terlarang, tapi aku butuh duit buat keperluanku maka aku jual kalau ada yang mau sepotong-sepotong ku gunting dan dijual Rp100.000Rp200.000,” katanya, pelan.

Palber Turnip, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok, BBTNGL, memimpin operasi penangkapan PS. Dia mengatakan, awalnya mereka mendapat informasi ada pemuda memperdagangkan kulit harimau langsung kepada calon pembeli dalam ukuran tertentu.

Petugas menyamar dan mau beli kulit harimau. Awalnya, PS ragu tetapi akhirnya setuju menjual dengan membandrol harga dua kulit dan tengkorang harimau Rp57 juta.

Ketika barang bukti ditunjukkan, petugas BBTNGL langsung menangkap PS di Simpang Sogong, Jalan Raya Marike, Desa Marike, Kutambaru, Langkat.

“Sempat ada perlawanan kepada petugas, namun berhasil dilumpuhkan dan pelaku menyerah,” kata Palber.

Dia bilang, kasus ini sebenarnya sudah lama mereka intai. Pada 2012, sudah mendapatkan informasi ada penjualan kulit harimau dalam ukuran-ukuran kecil.

“Yang bersangkutan menjual kulit harimau ukuran kecil karena motif ekonomi. Dari awal kita sudah menduga ada barang lain. Akhirnya, kita berhasil amankan walau pelaku sempat melawan gunakan senjata tajam tapi kita berhasil mengatasi.”

Kondisi kampung ini, katanya, dekat Taman Nasional Gunung Leuser, hanya sekitar satu kilometer. Kuat keyakinan, dua harimau Sumatera ini dari TNGL.

 

 

Rawan konflik

Kalau melihat sejarah konflik harimau Sumatera di Desa Marike ini, kata Pulber, wilayah Marike patut diwaspadai karena pada 2015, juga berhasil membongkar perdagangan dua kulit harimau utuh lengkap dengan tulang belulang.

Lokasinya, berdekatan dengan tempat PS. Patroli juga banyak menemukan jerat di lokasi ini.

“Pengakuan warga, mereka memasang jerat tidak di dalam TNGL tetapi di hutan produksi terbatas yang berubah dan ditanami perkebunan masyarakat. Sasarannya, rusa, babi hutan, namun terjeratlah harimau,” katanya.

Untuk menangani pemasangan jerat, BTNGL membentuk tim patroli bernama Smart Patrol, yang masuk dan menjaga TNGL selama satu bulan penuh secara bergantian. Kalau menemukan jerat langsung mereka amankan.

“Kita punya tiga tim patroli sebanyak 21 orang yang patroli kawasan seluas 80.000 hektar di Seksi V. Setiap personil aktif sosialisasi kepada masyarakat soal perlindungan kawasan dan satwa yang ada di dalamnya.”

Petugas, katanya, juga memetakan titik rawan perburuan dan penyadartahuan kepada mereka soal satwa dilindungi dan sanksi pidananya. “Penjara lima tahun, denda Rp100 juta.”

Dia berharap, peran serta masyarakat melindungi kawasan dan memberikan informasi kalau menemukan ada pihak-pihak berburu maupun berdagang satwa liar dilindungi.

“Kita harus berbagi ruang dengan mereka yang sama-sama makhluk hidup. Sosialisasi dan penyadartahuan akan terus kita lakukan, seiring dengan penindakan tegas.”

 

Kulit harimau yang diamankan petugas dari PS. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia
Tengkorak kepala harimau yang disita dari PS. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version