Mongabay.co.id

Alokasi Ruang Laut Bali Dibahas, Walhi dan Pemuda Legian Serahkan Surat Penolakan

Foto udara dari aksi pembentangan spanduk di Teluk Benoa mendukung gerakan warga dan ForBALI menolak rencana reklamasi. Foto: Arsip ForBALI

 

Setelah dua tahun tak juga rampung, Rancangan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Bali masuk ke agenda konsultasi publik dokumen antara. Peta-peta pesisir dan laut 0-12 mil yang masuk kawasan pulau Bali dibentangkan, berjejer di lantai kantor Gubernur Bali, Kamis (12/7/2019), Denpasar.

Para pihak yang diundang dan hadir berjongkok mengamati peta alokasi ruang laut yang jadi acuan pembangunan pesisir pulau Bali. Pesisir adalah area strategis di pulau turisme ini. Pusat akomodasi, hiburan, berebut ruang dengan parkir perahu, usaha garam laut, dan kepentingan lain. Bahkan kini pelabuhan dan bandar udara meluaskan lahannya ke laut.

Bagaimana hiruk pikuk pembahasan peta ruang laut ini?

baca : Inilah Isu Krusial dalam Perdebatan Ranperda Zonasi Pesisir Bali

 

Suasana konsultasi publik dokumen Ranperda RZWP3K di kantor Gubernur Bali, Denpasar, Kamis (12/7/2019) ketika peta-peta alokasi ruang digelar di lantai. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sebelum peta-peta dibentangkan, Walhi Bali dan perwakilan pemuda Legian menginterupsi. Direktur Walhi Bali Made Juli Untung Pratama yang duduk di barisan belakang meminta pimpinan rapat konsultasi publik memberi waktu agar peserta yang datang bisa menyampaikan pendapatnya.

Ada dua hal yang disampaikan. Pertama memastikan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim seperti draft saat ini. “Tidak tunduk pada kehendak siapapun termasuk Menteri KKP yang menerbitkan izin lokasi rencana reklamasi Teluk Benoa,” sebut Topan, panggilan Made Juli Untung ini.

Kedua, meminta Pokja Ranperda RZWP3K mengeluarkan tambang pasir dan tidak mengalokasikan ruang laut untuk pertambangan pasir. “Mengeluarkan proyek-proyek reklamasi untuk perluasan bandara Ngurah Rai dan perluasan Pelabuhan Benoa,” lanjutnya.

Pernyataan ini dikuatkan oleh perwakilan Ketua Yowana Desa Desa Adat Legian, I Wayan Agus Rama. Tokoh perwakilan organisasi pemuda adat di Legian ini mengatakan pihaknya tidak pernah mendapat sosialisasi atau dilibatkan dalam pembahasan penyusunan RZWP3K yakni rencana penambangan pasir dan reklamasi bandara yang berisiko berdampak pada pesisir Legian, Kuta.

“Proyek pemanfaatan pasir ini bisa memberi dampak negatif untuk Desa Legian. Untung ada solidaritas peduli yang memberikan kami sosialisasi pesisir kita terancam karena tambang pasir,” jelasnya merujuk Walhi Bali. Agus Rama dan Made Juli kemudian menyerahkan surat tanggapan atas dokumen RZWP3K yang terdiri dari sejumlah kop surat yang berbeda.

baca  juga : Aktivis Khawatirkan Hilangnya Kawasan Konservasi Pesisir Bali

 

Peta di pesisir selatan pulau Bali ini paling banyak dikerumuni peserta konsultasi publik Ranperda RZWP3K di kantor Gubernur Bali, Denpasar, Kamis (12/7/2019), karena pusat industri pariwisata dan bisnis. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Konsultasi publik ini dipimpin Dewa Made Indra selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Made Sudarsana, Ketua Pokja RZWP3K, dan Krishna Samudra Kasubdit Zonasi Daerah Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Krisna Samudra mengatakan bahwa dokumen RZWP3K hanya membahas alokasi ruang dan sifatnya baru sebatas perencanaan saja. “Dalam perencanaan membutuhkan tambang pasir, harus masuk dalam perencanaan. Bedakan perencanaan dan pelaksanaan,” urainya.

Ia mencontohkan syarat penambangan pasir kedalamannya tidak kurang dari 10 meter. “Jangan sampai menyesal, pas membangun sumber materialnya tak ada. Tak ada istilah proyek dalam RZWP3K, ini semua perencanaan pesisir,” elaknya lagi. Sementara soal Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim ia minta kawal bersama.

Made Juli Untung menjawab lugas, “Jika dari perencanaan tak dikawal, dalam Ranperda RZWP3K memberi alokasi pengembangan bandara dan penambangan, artinya bisa dilakukan.”

Dalam Ranperda ini tak disebut secara verbal jenis kegiatanya seperti reklamasi, hanya ada zona bandar udara, zona pelabuhan, dan lainnya.

perlu dibaca : Empat Rencana Proyek Besar Mengancam Pesisir Bali Selatan

 

Reklamasi Teluk Benoa Bali oleh Pelindo III yang dipertanyakan izinnya oleh Walhi Bali. Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra dalam pembukaan konsultasi publik ini menyebut ada satu alokasi ruang tak ada penyelesaian hingga pembahasan RZWP3K mundur. “Maka sudut itu mengunci semuanya. Tak bergerak untuk pengembangan dan investasi. Target tahun ini dokumen teknis harus selesai. Bawa ke pusat untuk arahan, jadi dokumen rencana, lalu diserahkan ke DPRD,” paparnya. Saat di DPRD Bali, menurutnya masih bisa melakukan pembahasan lagi.

Krishna Samudra menyebut masih ada masukan baru, tak otomatis diterima atau ditolak, perlu kajian. Kawasan laut 0-12 mil yang dikelola provinsi adalah ranah RZWP3K, sementara daratan masuk RTRWP.

Setelah 22 tapak peta alokasi ruang dibeberkan di lantai, sebagian perwakilan langsung melihat pesisir daerahnya. Secara administratif meliputi 8 kabupaten dan kota. Hanya Kabupaten Bangli yang tak memiliki pesisir.

Peta yang dikerubungi banyak orang adalah pesisir Selatan Bali, meliputi Pulau Serangan Teluk Benoa, sampai Kuta. Di sana ada catatan tambahan usulan lokasi kawasan tambang pasir oleh Pokja Pertambangan dan Energi. Sementara alokasi ruang yang sudah direncanakan sebagai tambang pasir juga diparaf, di pesisir Kuta Utara sampai sebelum Tabanan.

Pihak bandara juga menebalkan zona bandar udara termasuk area keselamatan, satu garis menyambung dari pesisir dekat Teluk Benoa sampai pesisir Kedonganan-Kuta. Di sisi lain ada banyak catatan tambahan dari Forum Krama Bendega, kelompok nelayan yang menginginkan area jalur kapal dan nelayan di sekitar Pulau Serangan. “Kami ingin kepastian di area ini,” ujar I Wayan Loka.

baca : ForBALI Menyentil Rencana Reklamasi Bandara Ngurah Rai. Apa yang Terjadi?

 

Perluasan Bandara Ngurah Rai Bali yang dilakukan meski belum  belum ada Perda RZWP3K. Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Ada juga catatan dari Gahawisri, kelompok usaha wisata tirta untuk area wisata rekreasi laut dan WWF Indonesia yang menambah garis-garis jalur migrasi penyu di lepas laut

Sejumlah perwakilan pemerintah pusat mendapat waktu beri tanggapan singkat atas Ranperda ini. Krisna Kumar dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebut malah belum mendapat laporan proses penyelesaian KLHS RZWP3K padahal sudah masuk pasal 31, sudah dekat ke legalisasi di DPRD. “Harus perhatikan SDGs, kawasan strategis yang memiliki biodiversitas tinggi, transsitu, ritual, pendangkalan muara sungai, dan ekosistemnya,” ingatnya.

Sementara Nurul Istiqomah, Asdep Lingkungan dan Kebencanaan Kementrian Koordinasi Maritim meminta Pokja harus mempertimbangkan suara masyarakat agar warga Bali tak tersisih. “Ada kepentingan konservasi dan investasi, kita harus berpihak ke pelestarian lingkungan,” ia memberikan catatan singkat.

Sekda Provinsi Bali mengatakan memang ada banyak kepentingan, yang penting punya rencana membuat zonasi pesisir, dan semua pihak diakomodasi. “Tak semua sama kepentingannya, bisa bertabrakan,” serunya.

Sementara perwakilan Walhi Bali mengingatkan Gubernur yang menjanjikan tidak ada reklamasi Teluk Benoa, dan bersurat ke Presiden. Namun harus ada indikator penting yang nampak secara hukum prosesnya masih berjalan. Misal Perpres masih berlaku, dan izin lokasi masih terbit. Jika dokumen RZWP3K ini nanti tetap ditetapkan Perda, Walhi menyatakan tidak bertanggungjawab dan menolak.

baca juga : Melihat Lingkungan Bali sebagai Medan Pertarungan Ruang, Seperti Apa?

 

Dua nelayan nampak menjaring ikan di perairan dangkal dan berlumpur dengan latar belakang pengurugan laut oleh Pelindo III Cabang Benoa. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

***

Keterangan foto utama : Foto udara dari aksi pembentangan spanduk di Teluk Benoa mendukung gerakan warga dan ForBALI menolak rencana reklamasi. Foto: Arsip ForBALI

 

Exit mobile version