Mongabay.co.id

Kala Gempa Kekuatan 7,2 SR Guncang Halmahera, Berikut Foto-fotonya

Kondisi kerusakan bangunan dan rumah warga Desa Yomen, Gane Barat Selatan, Halmahera Selatan. Foto: Soleman/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Gempa bumi berkekuatan 7,2 Skala Richter (SR) mengguncang Halmahera Selatan, Minggu (14/7/19) pukul 16.10.51, dengan titik episenter 2,5 detik itu, pada 62 Km timur laut Labuha, Maluku Utara dengan kedalaman 10 km.

Pusat gempa berada di darat. “Gempa dirasakan kuat di Kota Ternate selama 2-4 detik, masyarakat panik dan berhamburan keluar rumah. BPBD Halmahera melaporkan, gempa kuat di Halmahera Selatan 2-5 detik,” kata Agus Wibowo, Plh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB saat jumpa pers di Jakarta, Senin (15/7/19).

Data sampai Selasa pagi (16/7/19), gempa menyebabkan, empat orang meninggal dunia, 51 luka-luka dan lebih 3.000-an mengungsi.

Berdasarkan data sementara BNPB, korban gempa mengungsi pada 14 lokasi, seperti Kantor Polsek Saketa, Kantor PDAM Saketa, Kantor Bupati Halmahera Selatan, Polres Halmahera Selatan, maupun Masjid Raya Halmahera Selatan dan lain-lain. Ada juga beberapa pengungsi mandiri tersebar di beberapa wilayah lain, seperti Desa Hidayat, Makean dan Tomori.

 

Kondisi kerusakan bangunan di Desa Gane Luar, Kecamatan Gane Timur Tengah. Foto: Soleman/ Mongabay Indonesia

 

“Pengungsi terbanyak di Kecamatan Bacan Selatan. Jumlah penyintas di 1.000 orang,” katanya.

Pengungsi telah mendapatkan penanganan darurat dari pemerintah daerah dan institusi terkait lain. Pemerintah Halmahera Selatan, menetapkan status tanggap darurat selama tujuh hari, 15-21 Juli 2019.

Agus mengatakan, gempa ini memimbulkan kerusakan beberapa bangunan. Data BNPB, setidaknya 971 rumah rusak, antara lain 20 rumah di Desa Ranga-ranga, Gane Timur, rusak. Kemudian, 28 rumah di Desa Saketa, Gane Barat dan enam rumah di Desa Dolik, Gane Barat Utara, juga rusak.

Kerusakan lain, juga dialami lima rumah di Desa Kluting Jaya, Kecamatan Weda Selatan, Halmahera Tengah. Gempa juga membuat tiga jembatan di Desa Saketa, rusak.

 

Kondisi rumah warga Gane Dalam yang rusak parah. Foto: Husen Allhadar/ Mongabay Indonesia

 

 

Kendala

Hingga kini, katanya, ada beberapa kendala dihadapi dalam penanganan darurat, antara lain, akses jalan ke lokasi terdampak hanya melalui laut karena jalan darat masih belum terbangun. Rute yang dapat ditempuh, katanya, Ternate-Sofifi melalui speedboat lanjut perjalanan darat dari Sofifi menuju ke Saketa. Kemudian Ternate ke Labuha dengan pesawat atau kapal ferry. Labuha menuju ke Saketa memerlukan waktu lima jam dengan speedboat,” kata Agus.

Tim Reaksi Cepat (TRC) BNPB, sudah menuju ke lokasi bencana untuk pendampingan. BNPB juga akan menurunkan tim drone ke lokasi bencana untuk mengindentifikasi dampak gempa.

“Pemkab Halmahera, telah menyiapkan tiga titik pengungsian, di Kantor Bupati, Masjid Raya, dan rumah Dinas Bupati Halmahera Selatan. Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian Sosial dan berbagai pihak lainnya untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan,” katanya.

 

Sumber: BNPB

 

Agus bilang, Pemda Halmahera Selatan bersama TNI, Polri serta instansi terkait fokus pada penanganan pengungsi di sejumlah titik, seperti mengumpulkan tenda, memasang tenda pada sejumlah lokasi pengungsian serta merencanakan pendistribusian logistik.

Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkominda) Halmahera Selatan, katanya, fokus pendirian posko dan titik pengungsian di Labuha. Masyarakat sekitar pesisir pantai, masih mengungsi ke wilayah lebih tinggi. “BPBD dan Pemkab Halmahera Selatan, menuju lokasi terdampak.”

Sejauh ini, kata Agus, belum ada laporan gangguan layanan komunikasi atau listrik akibat peristiwa gempa. Sebelumnya, komunikasi sempat mengalami gangguan, tetapi sudah normal kembali sejalan dengan aliran listrik pulih di wilayah itu. “Serta sarana dan fasilitas penyaluran BBM dan Elpiji Pertamina tidak mengalami kerusakan karena gempa, layanan energi normal,” katanya.

 

Kondisi rumah warga Gane Dalam, rusak parah. Foto: Husen Allhadar/ Mongabay Indonesia

 

 

Sesar Sorong-Bacan

Daryono, Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG mengatakan, gempa bumi Halmahera Selatan, dipicu pergerakan sesar Sorong-Bacan.

Berdasarkan monitoring BMKG, hingga Senin pagi pukul 05.00, menunjukkan, sudah mencatat 61 kali aktivitas gempa susulan (aftershock) dengan magnitudo 5,8 SR dan magnitudo terkecil 3,1 SR. Sebanyak 28 gempa, katanya, bisa dirasakan masyarakat.

Berdasarkan pantauan PVMBG, pusat dan kedalaman gempa bumi diperkirakan berasosiasi dengan aktivitas sesar aktif di daerah itu. Wilayah-wilayah yang dekat dengan sumber gempa disusun oleh batuan vulkanik dan sedimen berumur tersier yang dapat bersifat urai, lepas, dan belum kompak (unconsolidated). Kondisi ini, memperkuat efek guncangan gempa bumi.

“Hingga pukul 12.00 siang ini (Senin-red), sudah 70 kali gempa susulan. Gempa susulan diperkirakan masih terjadi karena gempa 7,2 SR itu merupakan gempa yang besar dan akan banyak susulan. Semoga kekuatan makin kecil,” ucap Daryono.

 

Seorang bayi asal Desa Wayatim mengalami luka akibat terkena reruntuhan mendapat pengobatan dari petugas medis. Foto: Nursina Samsudin/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, sesuai peta tingkat guncangan (shakemap) BMKG, dalam waktu kurang 30 menit setelah gempa dapat diketahui bahwa gempa Halmahera Selatan ini berpotensi merusak. Dalam peta shakemap BMKG tampak bahwa di zona gempa dan sekitar. Guncangan mencapai warna kuning hingga kecoklatan, berarti dampak gempa mencapai skala intensitas VII-VIII MMI.

“Intensitas gempa sebesar ini dapat terjadi kerusakan dalam tingkat sedang hingga berat. Estimasi model ini ternyata benar, laporan terbaru menunjukkan, gempa yang terjadi menimbulkan banyak kerusakan bangunan rumah. Tercatat sedikitnya 160 bangunan mengalami kerusakan,” katanya.

Secara tektonik, katanya, Halmahera Selatan, termasuk kawasan seismik aktif dan kompleks. Wilayah aktif, berarti Halmahera Selatan, memang sering terjadi gempa yang tercermin dari peta seismisitas regional dengan klaster aktivitas gempa cukup padat.

Sedangkan disebut kompleks, karena wilayah ini ada empat zona seismogenik sumber gempa utama, yaitu Halmahera Thrust, Sesar Sorong-Sula, Sesar Sorong-Maluku, dan Sesar Sorong-Bacan.

Ketiga sistem sesar: Sesar Sorong-Sula, Sesar Sorong-Maluku, dan Sesar Sorong-Bacan, merupakan percabangan atau splay dari Sesar Sorong yang melintas dari timur membelah bagian atas kepala burung di Papua Barat.

“Di Pulau Batanta, ke arah barat Sesar Sorong, mengalami percabangan. Pada percabangan paling utara yaitu Sesar Sorong-Bacan, inilah yang selama ini menyimpan akumulasi medan tegangan kulit bumi yang akhirnya terpatahkan sebagai gempa berkekuatan 7,2 SR. Sesar Sorong-Bacan inilah pemicu gempa Halmahera Selatan,” katanya.

 

Sumber: BNPB

 

Berdasarkan catatan, gempa bumi di Halmahera, sudah terjadi tujuh kali. Pertama, terjadi 7 Oktober 1923 dengan magnitudo 7,4 dan dampak VIII MMI di Pulau Raja. Kedua, pada 16 April 1963, magnitudo 7,2 skala intensitas VIII MMI di Bacan.

Ketiga, di Pulau Damar, pada 21 Januari 1985 magnitudo 6,9 dampak VIII MMI. Keempat, gempa Obi pada 8 Oktober 1994, magnitudo 6,8 dampak VI-VII MMI. Kelima, gempa Obi 13 Februari 1995 dengan magnitude 6,7 dampak VIII MMI. Keenam, gempa Labuha pada 20 Februari 2007, magnitudo 6,7 dampak VII MMI. Gempa beberapa hari lalu merupakan peristiwa ketujuh.

“Mengingat banyak kerusakan karena gempa, masyarakat diimbau tetap tenang dan tak terpengaruh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Untuk sementara, masyarakat agar menghindari bangunan retak atau rusak karena gempa,” katanya.

Saat ini, katanya, masih khawatir terjadi gempa susulan dengan kekuatan signifikan. “Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal anda tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang membahayakan kestabilan bangunan, sebelum anda kembali kedalam rumah.”

 

Keterangan foto utama:    Kondisi kerusakan bangunan dan rumah warga Desa Yomen, Gane Barat Selatan, Halmahera Selatan. Foto: Soleman/ Mongabay Indonesia

Kondisi rumah warga Wayatim, Bacan Timur. Foto: Nursina Samsudin/ Mongabay Indonesia
Pengungsi dari Desa Yomen. Foto: Soleman/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version