Mongabay.co.id

Paus Membusuk di Lumajang, Kerangka Bakal jadi Koleksi Museum Zoologi

Bangkai paus yang ditemukan warga di Pantai Bambang, Bago, Pasirian, Lumajang. Foto : BBKSDA Jawa Timur

 

 

 

Paus mati, terdampar dan membusuk di pesisir Pantai Bambang, Desa Bago, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Warga mengetahui ada paus mati ini pada Kamis (11/7/19), karena mencium bau busuk. Masyarakat terganggu bau bangkai dan mengubur paus yang diperkirakan berukuran panjang 10 meter, tinggi 100 centimeter dan lebar 150 meter ini.

Siyo, perangkat Desa Bago, mengetahui ada bangkai paus dari laporan masyarakat.“Ada warga yang melaporkan penemuan paus. Setelah saya cek ke lokasi saya langsung lapor polisi,” katanya.

Saat itu, ada warga tengah ke sawah melintas tepi pantai. Warga mencari sumber bau menyengat yang menganggu. Warga temukan paus teronggok di pesisir.

Bangkai paus dikubur. Mereka mengaku, selama ini tak pernah ditemukan paus terdampar atau mati membusuk seperti ini.

Mamat Ruhimat, Kepala Seksi Wilayah VI Probolinggo, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur,  mengatakan, menurunkan petugas untuk identifikasi di lapangan termasuk mendokumentasikan temuan untuk keperluan indentifikasi dan penelitian.

Lokasi pantai jauh dari pemukiman hingga tak ada yang mengetahui kapan paus mati. Dia perkirakan paus mati di tengah laut, terseret ombak hingga terdampar di pesisir Pantai Bambang.

 

Petugas BBKSDA membongkar kuburan paus. Foto: BBKSDA Jawa Timur

 

 

Masuk Museum Zoologi

Petugas pun membongkar kembali kuburan paus. Tulang belulang masih lengkap. Petugas belum bisa mengidentifikasi penyebab kematian, karena . faktor alam atau hal lain. “Tak ditemukan plastik atau benda lain yang menyebabkan paus mati,” katanya.

Menurut dokter hewan, katanya, sulit meneliti penyebab kematian setelah delapan jam mati. “Lantaran organ membusuk setelah delapan jam kematian.”

Dia bilang, kerangka paus akan disimpan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), katanya, bakal mengambil kerangka dan tulang untuk disimpan di museum zoologi.

“Tergantung LIPI, kapan kerangka dan tulang diambil,” katanya.

BBKSDA Jawa Timur, bekerjasama dengan kepolisian berjaga di lokasi guna mencegah pencurian dan pengambilan organ. Polisi berjaga dibantu masyarakat setempat. Melarang siapapun yang tak berkepentingan, masuk ke pantai itu.

Hingga kini, petugas BBKSDA belum bisa mengidentifikasi jenis paus yang mati itu. Ia diduga paus bungkuk (Megaptera novaeangliae), namun umur dan identitas lain masih penelitian lebih lanjut. “Mohon waktu untuk meneliti,” katanya.

Selama lima tahun terakhir, ditemukan beberapa kali paus terdampar di pesisir Jatim. Setahun lalu, ditemukan paus terdampar di Pantai Kajaran Desa Bago, Pasirian, Kabupaten Malang.

Medio Februari 2018 dua paus sperma (Physeter macrocephalus) terdampar di perairan Pelabuhan Jangkar Situbondo. Paus berhasil dikembalikan ke tengah laut dengan kapal motor nelayan.

Pada 2016, 32 paus rata-rata panjang 3-5 meter terdampar di pesisir Pantai Desa Randu Pitu, Kecamatan Gending, Probolinggo. Sebanyak 15 mati, selebihnya berhasil diselamatkan kembali ke laut.

Catatan Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Kabupaten Probolinggo, paus terdampar di Probolinggo pada 2010, 2015, 2016, 2017 dan 2018.

 

Paus mati di Pantai Bambang, Bago, Pasirian, Lumajang. Foto: BBKSDA Jawa Timur

 

 

Penyebab kematian

Rosek Nursahid, Ketua Protection of Forest & Fauna (Profauna) mengatakan, penyebab kematian paus perlu diteliti mendalam. Proses identifikasi, katanya, perlu penelitian yang melibatkan ahli mamalia laut.

Dari sejumlah penelitian dan catatan Profauna ada sejumlah penyebab utama paus terdampar di pesisir.“Paus biasa melintas di perairan dalam, kenapa terdampar?.”

Paus terdampar karena navigasi terganggu. Paus memerlukan ekolokasi, namun sonar dari kapal nelayan, kapal pesiar dan kapal militer kerap menganggu paus dalam proses navigasi menentukan lokasi lintasan.

“Seberapa banyak intensitas kapal besar nelayan yang memakai sonar,” katanya.

Karena gangguan navigasi itu, paus terdampar ke perairan dangkal. Selain itu, kadang paus terseret arus dalam sampai ke perairan dangkal, hingga tak memungkinkan kembali ke perairan dalam.

Penyebab lain, paus sakit atau terluka. Hingga menepi dan berada di perairan dangkal. Pengalaman suporter Profauna di Kalimantan dan Maluku, mengidentifikasi paus terluka karena tertabrak kapal nelayan.

Saat terluka, paus tak mampu berenang dengan baik, termasuk menyelam dan naik ke permukaan untuk menghirup udara hingga terseret dan terdampar di pesisir.

“Perairan Jawa menjadi lintasan paus. Ada beberapa jenis, saya tak hafal,” ucap Rosek.

Selain itu, faktor sampah plastik di laut berbahaya bagi ekosistem dan biota laut, termasuk paus, yang memakan planton atau ubur-ubur. Paus, katanya, tak bisa membedakan planton atau ubur-ubur, dengan plastik bening. “Sampah dikira makanan.”

Saat makan sampah, katanya, menganggu sistem pencernaan yang menyebabkan kematian. Sampah, banyak terdampar di perairan dangkal. Saat terjebak di perairan dangkal, paus tak akan kembali apalagi setelah makan sampah plastik.

“Sampah plastik jadi masalah ekstrem.”

Dia bilang, soal sampah harus segera ditangani agar tak makin merusak. “Banyak kasus penyu, lumba-lumba dan paus mati setelah makan sampah plastik.”

 

 

Keterangan foto utama:    Bangkai paus yang ditemukan warga di Pantai Bambang, Bago, Pasirian, Lumajang. Foto : BBKSDA Jawa Timur

 

 

 

Exit mobile version