Mongabay.co.id

Balon Udara Ini Tak Picu Kebakaran Hutan dan Aman bagi Penerbangan, Caranya?

Sebagian balon udara yang ikut dalam Java Ballon Atraction 2019 di Wonosobo. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Api mulai menyala dari kotak kaleng yang diberi cerobong pada bagian atas. Sepintas seperti wadah kerupuk yang dicopot kacanya.

Adil Rahmad, terus menyemangati rekan-rekannya dari Dusun Purwosari, Desa Reco, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Kayu dan batok kelapa ditambahkan ke kaleng agar nyala api terjaga. Perlahan, balon udara raksasa itu pun mengembang.

“Kami membuat balon ini 20 hari,” katanya, juga Kepala Dusun Purwosari. “Dikerjakan oleh pemuda dusun. Setiap malam selepas tarawih.”

Adil dan kelompoknya, salah satu dari 106 peserta lomba Java Balloon Festival 2019, yang diselenggarakan Juni lalu di lapangan Desa Pagerejo, Kertek, Wonosobo.

 

Balon udara yang diterbangkan wajib dilengkapi tali tambat minimal tiga buah. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Tali tambat  

Berbeda dengan balon tradisional yang biasa diterbangkan, balon raksasa festival ini dilengkapi tali tambat. Gunanya, agar balon tak terlepas dan mengangkasa. Warna mencolok. Terbuat dari kertas warna-warni. Motif hiasan mulai dari yang sederhana berupa pola warna berulang hingga geometri rumit seperti yang sering dijumpai dalam seni mandala.

“Tingginya 12 meter. Keliling ada 36 sambungan. Menghabiskan biaya sekitar satu setengah juta rupiah,” kata Adil, lagi.

Taksiran diameter balon yang dia kerjakan lebih lima meter. Ada lubang di bagian bawah balon berdiameter sekitar 50 sentimeter. Lubang itu menjadi tempat masuknya udara panas dan asap dari tungku api. Panjang tali tambat mencapai 100 meter.

Balon udara tradisional berukuran kecil hingga besar. Balon yang berukuran kecil umumnya berbentuk selongsong memanjang, terbuat dari plastik atau kertas. Balon yang berukuran besar berbentuk seperti labu atau bolam.

“Bagi kami menerbangkan balon itu tradisi. Setiap dusun pasti buat. Biasanya dilepas setelah Lebaran. Pagi hari masyarakat berkumpul. Sambil bersorak-sorak melepas balon,” kata Selamet Rohman, Ketua Gajihan Balloon Club (GMC), dari Dusun Gajihan, Desa Reco, Kecamatan Kertek, Wonosobo. Balonnya yang ikut serta dalam festival setinggi sembilan meter.

Miris, balon udara tradisional seringkali dilengkapi sumber api yang dibiarkan menyala saat mengudara. Tujuannya, agar balon terbang lama dan jauh. Bahkan, tak jarang juga digantungi petasan.

Mereka yang menerbangkan balon ini selain orang dewasa juga anak-anak. Karena secara teknis belum menguasai, balon yang diterbangkan kerap berbahaya, misal, jatuh menimpa rumah, hutan, atau kabel listrik tegangan tinggi. Balon tradisional juga tak dilengkapi tali tambat. Berpotensi membubung sampai di jalur penerbangan.

Adil dan Selamet sepakat, menerbangkan balon udara harus sesuai aturan. Yang mereka pahami sesuai aturan baru ditambatkan.

“Jika ditambat, tidak mengganggu penerbangan. Selain itu, bisa dinikmati lebih lama karena tidak terbang terlalu tinggi,” kata Selamet.

 

 

Dalam peraturan Menteri Perhubungan Nomor 40/2018 tentang Penggunaan Balon Udara pada Kegiatan Budaya Masyarakat menyebut, garis tengah balon yang boleh adalah empat meter dan tinggi tujuh meter. Warna harus mencolok agar mudah terlihat.

Ketinggian maksimun hanya 150 meter, di luar radius 15 km dari bandara atau tempat pendaratan helikopter. Menerbangkan balon udara harus mengajukan izin terlebih dulu ke polisi, pemerintah daerah, dan atau otoritas bandara selambat-lambatnya tiga hari sebelum kegiatan.

Aturan juga menyebut tali tambat sedikitnya tiga dan dilengkapi panji-panji atau bendera hingga terlihat oleh pesawat udara yang beroperasi. Balon dilarang ada peralatan yang mengandung api, peledak, dan bahan berbahaya lain. Waktu pelepasan balon setelah matahari terbit hingga terbenam.

 

Kebakaran hutan  

Tradisi menerbangkan balon setidaknya menyebar dari Ponorogo, Trenggalek, Jombang, Pekalongan, Sleman, hingga Temanggung dan Wonosobo. Umumnya balon diterbangkan menyambut Ramadan, Idul Fitri, atau Idul Adha.

Di Ponorogo, ukuran balon udara bisa mencapai 50 meter. Ia dibuat masyarakat bergotong royong. Mereka cenderung membuat balon makin besar dari tahun ke tahun.

Sejumlah laporan kebakaran hutan karena balon udara muncul di media beberapa tahun terakhir. Pada Juli 2017, sebuah balon udara dilaporkan jatuh di hutan di Gunung Kebo, Trenggalek, Jawa Timur. Rumput ilalang dan kayu terbakar hingga radius lima hektar.

 

Peserta festival balon udara dengan kaos bertuliskan jangan bunuh tradisi kami. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Pada bulan sama, balon udara dilaporkan jatuh di hutan Gunung Gede, Ponorogo, setelah beberapa hari juga ada yang jatuh di hutan Poko, Ponorogo dan membakar rumput, pohon pinus dan alba seluas 0,2 hektar.

Pada 2018, dilaporkan sedikitnya ada tiga kejadian kebakaran hutan karena balon udara di Trenggalek dan sekitar. Titik rawan antara lain ada di Gunung Kebo, Orak-arik, Bukit Tunggangan, hutan pinus Kampak.

Pada 2012, kebakaran di Lereng Sindoro, Temanggung dan Wonosobo, diduga karena balon udara yang jatuh ke hutan lindung. Sedikitnya, 15 hektar alang-alang terbakar.

Pada musim kemarau ini, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara yang berkantor di Magelang, memberi perhatian kepada kawasan hutan di enam gunung yaitu Sumbing, Sindoro, Prau, Ungaran, Andong, Telomoyo. Pada kemarau tahun-tahun sebelumnya hutan di enam gunung ini kerap terbakar.

  

Keselamatan penerbangan

Tradisi balon udara perlu tetap lestari, tetapi kalau bebas tanpa rambu berpotensi mengganggu operasional penerbangan, pesawat udara, dan membahayakan keselamatan penerbangan.

“Karena balon udara yang diterbangkan bebas, tanpa ditambat, dapat terbang tinggi hingga mencapai ketinggian pesawat udara. Apabila, mengenai bagian pesawat akan menyebabkan kehilangan kendali, dan berpotensi kecelakaan,” kata Asri Santoso, Direktur Navigasi Penerbangan Kementerian Perhubungan, di Wonosobo.

Yurlis Hasibuan, Direktur Keselamatan, Keamanan dan Standardisasi AirNav Indonesia mengatakan, festival balon udara jadi solusi bagi pelestarian tradisi, tanpa mengganggu kelancaran dan keselamatan penerbangan.

“Secara keseluruhan tahun ini masih ada laporan dari penerbang berupa pilot report, ada balon terlepas di udara 57 laporan. Ini jauh menurun dibanding tahun sebelumnya 118 laporan,” katanya.

Dia berharap, tradisi menerbangkan balon udara memperhatikan Peraturan Menteri Nomer 40/2018.

Airnav Indonesia Cabang Yogyakarta, diketahui menerima 14 laporan dari pilot pesawat yang melihat ada balon udara liar di jalur penerbangan menuju Yogyakarta. Di Wonosobo, balon ada di jalur penerbangan Yogyakarta-Jakarta.

Nono Sunariyadi, General Manager Airnav Indonesia Cabang Yogyakarta, kepada sejumlah media mengatakan laporan itu tercatat sejak 4-8 Juni.

“Balon udara liar terlihat pada ketinggian lebih dari 30.000 meter, wilayah penerbangan pesawat ada di ketinggian 24.000 meter hingga 29.000 meter,” katanya, di Yogyakarta.

Tahun lalu, laporan pilot terkait penerbangan balon udara ada 29 laporan, atau lebih dua kali lipat dibanding 2019.

Festival balon udara akhir-akhir ini kerap diselenggarakan untuk mewadahi animo masyarakat di berbagai kota di Pulau Jawa. Di Ponorogo, festival balon udara diadakan pada 2017 dan jadi yang pertama di Indonesia. Pada Juni lalu, di Pekalongan, ada festival balon diikuti 105 peserta dengan tajuk acara Java Traditional Balloon Festival, menyusul Java Balloon Festival di Wonosobo total 119 peserta. Kedua kota ini tahun sebelumnya juga menyelenggarakan hal sama.

Masyarakat Temanggung dan Wonosobo, begitu mencintai tradisi menerbangkan balon udara. Terutama, bagi mereka yang tinggal di lereng-lereng gunung yang letak lebih tinggi dibanding desa lain.

Entah sejak kapan tradisi ini bermula. Ada kebanggaan tersendiri kalau balon mereka mampu terbang tinggi, dan meninggalkan desa di punggung gunung. Atas alasan ancaman bahaya, juga melanggar aturan, polisi kerap menggelar razia balon tradisi ini.

 

 

***

Pagi itu, sekelompok anak muda peserta Java Ballon Festival, menari membentuk lingkaran di lapangan Pagerejo. Mereka menyanyikan lagu seperti yang sering didendangkan para suporter sepak bola di stadion dengan mengubah syair.

“Pak polisi, Pak polisi. Jangan tangkap kami. Kami pejuang tradisi…”

 

Keterangan foto utama:    Sebagian balon udara yang ikut dalam Java Ballon Atraction 2019 di Wonosobo. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version