Mongabay.co.id

Vonis Hukum bagi Perambah Cagar Biosfer Giam Siak Kecil jadi Kebun Sawit

-Kanal besar yang membatasi lahan Sudikdo dengan lahan sekitar. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Sudikdo, bekas Sersan Kepala dari Kantor Administrasi Veteran dan Cadangan I/23 Dumai, kena vonis tiga tahun penjara, denda Rp2 miliar, subsider satu bulan kurungan. Sudikno merusak hutan di Giam Siak Kecil dan mengubah jadi kebun sawit.

Juli lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis, Riau, menyatakan, Sudikdo terbukti melanggar Pasal 92 ayat (1) huruf b UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dia sengaja bawa alat berat bikin kebun dalam kawasan hutan tanpa izin menteri. Sebelumnya, Jaksa Aci Jaya Saputra menuntut Sudikdo empat tahun penjara denda Rp1 miliar.

Baik tuntutan maupun putusan itu jauh dari hukuman maksimal. Dalam pasal itu dijelaskan, pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun. Untuk denda, paling sedikit Rp1,5 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.

Baca juga: Menanti Hukuman bagi Perusak Cagar Biosfer Giam Siak Kecil

Jaksa dan majelis hakim tak menyebut, Sudikdo juga pernah dihukum dalam kejahatan kehutanan di Pengadilan Militer Padang, sampai Mahkamah Agung. Gara-gara itu, Sudikdo dipecat dari kesatuan Angkatan Darat. Riwayat hukuman itu tak jadi pertimbangan yang memberatkan oleh jaksa maupun majelis hakim.

Putusan itu sekaligus merampas lahan yang dikuasai Sudikdo kembali ke negara. Barang bukti lain, lima bibit sawit dan satu cangkul disita untuk dimusnahkan, sedang tiga eksavator kembali ke Suhendro, saudara kandung Sudikdo.

Majelis hakim berpendapat, Suhendro tak tahu-menahu terhadap tindak pidana abangnya. Juga tak pernah melihat alat itu bekerja selama disewa. Suhendro juga bukan terdakwa dalam perkara ini hingga tidak tepat diminta pertanggungjawaban.

 

Polhut Balai Gakum Wilayah Sumatera mengamankan alat berat sedang bekerja di lahan Sudikdo. Satu dari tiga alat rusak. Foto; BPPHLHK Seksi II Pekanbaru.

 

Sebelumnya, penghujung tahun lalu, tim operasi jaga bumi, antara lain berisi Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Sumatera Seksi II Pekanbaru, mengamankan empat pekerja beserta tiga alat berat yang sudah berbulan-bulan bikin kanal dan jalur tanam bibit sawit di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil. Tepatnya, Desa Bukit Kerikil Kecamatan Bandar Laksamana.

Dekie Alberto Penasihat Hukum Sudikdo berkilah, lahan itu bukan kawasan hutan dan tak pernah ada sosialisasi dari pemangku kawasan termasuk kepala desa yang mengeluarkan surat keterangan tanah untuk Sudikdo. Alasannya, sebelum Sudikdo mengolah lahan, di lokasi sudah banyak tumbuh sawit masyarakat maupun pemodal dari luar.

Baca juga: Fokus Liputan: Cerita dari Toro, Dusun Sawit di Tesso Nilo (Bagian 1)

Dekie mengatakan, Sudikdo justru berniat baik, kanal yang dibuat untuk mencegah kebakaran. Majelis hakim mengesampingkan seluruh pembelaan penasihat hukum Sudikdo. Hakim Aulia Fhatma Widhola, saat baca putusan, mengatakan, pembelaan itu tak perlu dipertimbangkan lagi karena tuntutan jaksa telah terbukti.

 

Bekas tebangan pohon di lahan yang dikuasai Sudikdo membuktikan kerusakan Giam Siak Kecil. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia.

 

 

Kondisi Giam Siak Kecil

Dalam situs resmi Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Riau menyatakan, Suaka Margasatwa (SM) Giam Siak Kecil pertama kali ditunjuk pada 3 November 1983 berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau sekitar 50.000 hektar. Tiga tahun kemudian, Menteri Kehutanan menambah luasan jadi 84.967 hektar lewat keputusan No 173/Kpts-II/1986 tentang tata guna hutan kesepakatan Riau.

Pada 2009, UNESCO menetapkan, jadi cagar biosfer dengan menggabungkan SM Bukit Batu, luas jadi 705.271 hektar dengan beberapa pembagian. Zona inti 178.722 hektar, zona penyangga 222.426 hektar dan zona transisi atau bagian paling terluar 304.123 hektar.

Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari mengatakan, peruntukan ruang di Giam Siak Kecil, dominan dikuasai hutan tanaman industri (HTI) dan sawit. Sekitar 11 perusahaan HTI terafiliasi dengan APP dan APRIL menguasai 350.396,18 hektar. Sedangkan 10 perusahaan sawit menguasai 43.591,23 hektar.

Bila melihat persentase pembagian ruang pengelolaan, konsesi HTI dan HGU 44%, areal lain seperti hutan lindung dan pemukiman desa 42%, hanya 14% untuk suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

Konsesi itu juga bagian dari peta indikatif prioritas restorasi. Seperti restorasi pasca kebakaran 2015, restorasi kubah gambut berkanal maupun tak berkanal, zona lindung dan restorasi kubah gambut berkanal zona budidaya.

Satu contoh, PT Bukit Batu Hutani Alam (BBHA), konsesi masuk prioritas restorasi kubah gambut berkanal zona lindung. Kamis (27/6/19), Jikalahari dan WWF Indonesia Program Riau, sudah bikin kesepahaman bersama dengan BBHA agar mau berbagi air ke kanal masyarakat. Tujuannya, menjaga lahan gambut di sekitar konsesi tetap basah.

 

Sudikdo menguasai 80 hektar lahan dan telah menanam 15 hektar. Foto; Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Pantauan Jikalahari, lewat satelit Terra-Aqua Modis, sepanjang 2019 di bentang Giam Siak Kecil ada 425 titik panas dengan tingkat kepercayaan di bawah 70% dan 153 titik lebih 70%. Sebagian titik tersebar di konsesi HTI. Ada 163 titik kurang 70% dan 14 titik lebih 70%. Level lebih 70% biasa terindikasi terjadi kebakaran.

“Salah satu penyebab titik panas selalu muncul karena perusahaan juga memonopoli air dengan mengunci sekat kanal mereka hingga kanal masyarakat kering, tidak teraliri,” kata Okto.

Jikalahari ikut serta mendampingi masyarakat menjaga dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di Blok Giam Siak Kecil. Bersama warga, Jikalahari membangun sekat kanal, penguatan masyarakat peduli api sampai pendampingan menyusun Peraturan Desa tentang Tata Kelola Air dan Pengendalian Karhutla.

Osmantri, Wildlife Crime Team (WCT) Module Leader WWF-Indonesia Rimba, Upper Kampar & Tesso Nilo Landscape Program, mengatakan, kejahatan kehutanan pasti berhubungan dengan kejahatan satwa.

Senada dengan itu, Febri Anggriawan Widodo, Research and Monitoring (Tiger and Elephant) Modular Leader WWF Indonesia, menyebut, bentang Giam Siak Kecil, salah satu kantong gajah terpadat di Riau, setelah Tesso Nilo. Di sana terpantau 50-60 gajah dengan sebaran cenderung di konsesi HTI.

Selain karena perburuan, perambahan dan karhutla, penyebab degradasi habitat gajah di Giam Siak Kecil, adalah pemukiman, koridor perusahaan dan infrastruktur.

Dia sebutkan, jalan tol Pekanbaru-Dumai. Febri, khawatir, tol membuat gajah terisolasi dari habitat antara Giam Siak Kecil dengan kantong gajah di SM Balai Raja, yang berdekatan dengan proyek.

Tol Pekanbaru-Dumai membentang 131,48 KM, merupakan program strategis nasional untuk Tol Trans-Sumatera.

PT Hutama Karya, sebagai pelaksana proyek akan membuat terowongan untuk jalur pelintasan gajah di lima titik, supaya tidak memutus wilayah jelajah gajah.

Suharyono, Kepala BKSDA Riau, dikutip dari Liputan6.com, menyebut, setidaknya ada 42 gajah bergerak dari kantong Giam Siak Kecil ke SM Balai Raja.

Bagaimana penegakan hukum di Giam Siak Kecil? Dalam 10 tahun terakhir, BPPHLHK Seksi II Pekanbaru hanya ‘menyentuh’ sopir dan operator alat berat. Bahkan, ada yang dibebaskan majelis hakim karena penyidik tidak menyasar pemilik lahan. Ketika jaksa kasasi pun, operator alat itu hanya diberi hukuman percobaan.

Zulbahri, Koordinator Penyidik BPPHLHK Seksi II Pekanbaru, mengatakan, mereka selalu kekurangan alat bukti untuk menindaklanjuti tiap perkara yang mereka tangani. Beberapa perkara di Giam Siak Kecil, tak pernah ketemu dengan pemilik lahan ketika didatangi. Faktor internal juga jadi hambatan, seperti kekurangan sumberdaya dan banyak perkara baru ditangani.

Soal Sudikdo, BKSDA Riau Wilayah II telah memusnahkan sawit dua bulan sebelum vonis sekitar 500 batang usia 5-6 tahun di lahan enam hektar.

Heru Sutmantoro, Kabid Wilayah II BKSDA Riau, mengatakan, pemusnahan lebih awal supaya lahan itu tak diklaim kembali.

Bekas lahan yang digarap Sudikdo, akan dipulihkan dengan pohon hutan. BKSDA Riau Wilayah II bekerjasama dengan BRG dan memberdayakan masyarakat sekitar. Mereka juga mengimbau, masyarakat tak menanam sawit lagi atau mengganti dengan tanaman lokal. BKSDA terus patroli, sosialisasi larangan membuka hutan dan memasang plang pemberitahuan.

 

Keteranagan foto utama:  Kanal besar yang membatasi lahan Sudikdo dengan lahan sekitar. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

Beberapa program sekat kanal dari BRG untuk mengatasi kebakaran areal Giam Siak Kecil. Foto: Suryadi/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version