Mongabay.co.id

Sebesar Apa Potensi Ekonomi Ikan Hias di Indonesia?

 

Potensi ekonomi dari komoditas ikan hias di indonesia hingga saat ini masih belum digarap secara maksimal. Padahal, jika itu digarap secara baik, ikan hias diyakini akan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal itu, karena Indonesia memiliki koleksi ikan hias hingga 4.720 jenis air tawar dan 650 jenis ikan air laut.

Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto menjelaskan, potensi ekonomi yang begitu besar dari ikan hias, memang akan bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat jika digarap serius. Salah satu dampak yang paling terasa, adalah penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai ekspor.

Akan tetapi, Slamet mengatakan, untuk bisa mewujudkan itu, perlu kerja sama yang baik dan rapi antar semua pemegang kepentingan pada pembangunan industri ikan hias nasional. Kerja sama itu, terutama untuk peningkatan produksi dan mutu dari ikan hias. Jika itu bisa diwujudkan dengan baik, diyakini ikan hias akan memberi dampak positif untuk perekonomian nasional.

baca : Pemerintah Fokus Kembangkan Ikan Hias, Namun Pelaku Usaha Keluhkan Regulasi. Ada Apa?

 

Ikan koi dalam kolam di salah satu rumah penghobi di Pendem, Kota Batu, Jawa Timur. Ikan ini sudah banyak dipelihara, dan dijadikan sebagai hiasan untuk mempercantik tampilan rumah. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Menurut Slamet, potensi yang besar dari sumber daya ikan hias nasional, akan menjadi nilai yang strategis bagi Indonesia untuk menggenjot penerimaan kas negara dari sumber devisa atas ekspor ikan hias. Ditambah dengan koleksi ikan hias yang dimiliki sekarang, Indonesia diyakini akan tampil sebagai negara produsen dan sekaligus eksportir terbesar di dunia.

“Namun tentu saja dalam pengembangannya harus tetap melakukan perlindungan dan pelestarian,” ungkapnya akhir pekan lalu di Jakarta.

Slamet menambahkan, dalam pengembangan usaha perikanan yang termasuk di dalamnya adalah ikan hias, Pemerintah fokus untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi melalui kebijakan penerapan cara budi daya ikan yang baik (CBIB). Kebijakan tersebut adalah mengatur cara pengelolaan budi daya ikan yang bertanggung jawab, ramah lingkungan, memperhatikan aspek sosial dan ekonomi, serta kesejahteraan hewan.

baca juga : Sanggupkah Indonesia Mengejar Singapura dalam Industri Ikan Hias Dunia?

 

Anakan ikan badut atau dikenal dengan ikan Nemo hasil budidaya di area budidaya ikan hias oleh Yayasan LINI, Desa Les, Tejakula, Buleleng, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Prinsip Tanggung Jawab

Dengan dukungan kebijakan CBIB, Slamet menyebut, sektor perikanan budi daya nasional mampu berkontribusi untuk peningkatan produksi ikan hias secara nasional. Itu ditambah dengan dukungan spesies ikan hias yang dibudidayakan secara massal dan dilakukan dengan bertanggung jawab melalui penerapan prinsip akuakultur yang bertanggung jawab.

“Sebagaimana tertuang dalam Code of Conduct for Fisheries Responsibility FAO (organisasi pangan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa,” tuturnya.

Selain menggenjot dengan cara CBIB dan budi daya secara massal, Slamet mengatakan, KKP juga terus menggenjot dengan cara meningkatkan inovasi perekayasaan teknologi ikan hias yang dilakukan oleh unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Ditjen Perikanan Budidaya. Upaya yang sudah dilakukan, adalah penerapan teknik hormonal, rekayasa lingkungan, teknologi reproduksi, dan nutrisi serta metode kultur jaringan.

Khusus untuk jenis spesies ikan hias yang belum mampu dibudidayakan dan/atau terancam kelestariannya, menurut Slamet itu diatur secara tegas dan jelas melalui mekanisme perlindungan oleh konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna dan Flora/CITES).

“Perdagangan untuk ikan yang masuk dalam CITES sudah dilakukan pengawasan yang ketat oleh Pemerintah,” tegasnya.

Dengan dukungan dari semua pihak, Slamet sangat berharap Indonesia bisa segera berperan sebagai produsen dan eksportir ikan hias nomor satu di dunia. Dukungan dari para pemegang kepentingan dalam membangun iklim bisnis ikan hias nasional, sangat diperlukan. Mereka yang harus ikut berperan, bisa dari asosiasi, lembaga permodalan, pelaku usaha, dan lainnya.

menarik dibaca : Terungkap Permasalahan Perdagangan Ikan Hias dan Karang di Bali. Apa itu?

 

Ikan hias botia (Botia Macracanthai), yang sempat menghilang di Jambi, saat ini sudah mulai pulih kembali. Balitbangdias Balitbang KP KKP berhasil membudidayakan dengan teknologi resirkulasi. Foto : pusluhkkp.go.id/Mongabay Indonesia

 

Menanggapi tentang peluang ekonomi dari ikan hias, Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Rina, mengatakan bahwa Indonesia saat ini memang menjadi negara paling potensial di dunia. Selama ini, ikan hias diekspor ke Jepang, Singapura, Amerika Serikat, Tiongkok, Inggris, Korea Selatan, Malaysia, Jerman, Prancis, dan Taiwan.

Dari semua ikan hias yang dimiliki Indonesia, Rina menyebutkan, jenis ikan air tawar tercatat sebagai jenis ikan yang paling banyak diekspor. Ikan-ikan tersebut di antaranya adalah botia, arwana, discus, cupang, tiger fish, guppy, udang hias. Sementara, untuk ikan hias laut, yang paling banyak diekspor di antaranya adalah udang hias, angel fish, bintang laut, dan jenis invertebrata.

Dari 2015 hingga 2018, volume ekspor ikan hias Indonesia tercatat sudah mencapai 257.862.207 ekor. Dikutip dari BKIPM, data dari BPS (2018) menyebutkan tahun 2017 nilai ekspor ikan hias Indonesia mencapai USD 27,61 juta dan merupakan nilai ekspor ikan hias tertinggi dalam enam tahun terakhir.

Sedangkan ddalam periode 2014-2017, volume ikan hias yang dilalulintaskan antar provinsi di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 27,51 % pertahun. Pertumbuhan lalulintas tertinggi terjadi pada komoditas ikan hias air laut, dimana rata-ratanya mencapai 69,64 % pertahun.

Sementara lalulintas ikan hias air tawar pertumbuhannya mencapai 29,06 % pertahun. Total volume ikan hias yang dilalulintaskan antar provinsi di Indonesia tahun 2017 mencapai 23,32 juta ekor, yang terdiri dari 20,61 juta ekor ikan hias air tawar dan 2,61 juta ekor ikan hias air laut

Berkaitan dengan teknologis budi daya ikan hias, Kepala Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon Tinggal Hermawan menjelaskan, saat ini pihaknya sudah mulai menguasai teknologi budi daya ikan hias laut dengan baik. Capaian itu membuat produksi benih bisa lebih berkualitas dan menghasilkan induk yang unggul untuk diproduksi secara massal dan kemudian dikembangkan masyarakat.

Bukti bahwa Indonesia sudah berhasil mengembangkan teknogi ikan hias laut, menurut Tinggal, saat ini BPBL Ambon sudah mampu melaksanakan produksi ikan ikan hias Banggai Cardinal yang sebelumnya sudah masuk dalam daftar CITES sebagai spesies ikan endemik. Pengembangan ikan tersebut dilakukan dengan model budi daya keramba jaring apung (KJA).

“Kemudian untuk ikan nemo atau clownfish, itu dibudidayakan dengan sistem resirkulasi,” sebutnya.

baca juga : Ini 14 Jenis Baru Nemo, Ikan Hias Primadona Ekspor

 

ikan capungan Banggai atau Banggai cardinalfish (Pterapogon kauderni). Foto : Ditjen Perikanan Budidaya KKP/Mongabay Indonesia

 

Akses Modal

Di luar pengembangan teknologi, Pemerintah juga fokus mengembangkan potensi ikan hias dengan mendorong akses permodalan bisnis budi daya tersebut melalui pembiayaan oleh Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP). Untuk setiap pengajuan kredit pembiayan, LPMUKP mensyaratkan harus terdiri dari kelompok pembudidaya.

Menurut Direktur LPMUKP Edison Tampubolon, untuk pengajuan atas nama perseorangan, pihaknya mengacu pada persyaratan kredit usaha rakyat (KUR) dengan nilai maksimum Rp500 juta dengan tingkat bunga maksimal mencapai tujuh persen per tahun. Dengan kontribusi seperti itu, diharapkan pengembangan budi daya ikan hias nasional bisa lebih bagus lagi.

Diketahui, BPBL Ambon juga sukses mengembangkan ikan bubara (Caranx sp.) yang merupakan ikan andalan masyarakat di kawasan Indonesia Timur (KTI) dan biasa disebut ikan kuwe. Sebelum dikembangkan oleh BPBL Ambon, selama ini pasokan ikan tersebut sangat bergantung dari alam dan itu membuat ikan tersebut menjadi buruan tangkapan.

Tinggal Hermawan menjelaskan, jenis ikan bubara memiliki pertumbuhan yang cepat, tingkat kelulushidupan (survival rate/SR) yang tinggi, dan relatif tahan terhadap infeksi penyakit. Karakternya sebagai ikan pelagis yang sangat aktif menyebabkan ikan ini lebih adaptif terhadap pakan dan perubahan lingkungan.

Menurut dia, pangsa pasar ikan bubara cukup luas, khususnya untuk mengisi kebutuhan domestik. Cita rasa dagingnya baik sehingga disukai masyarakat, khususnya yang tinggal di Indonesia Timur. Dengan fakta tersebut, masyarakat sangat bergantung dengan pasokan ikan bubara dan diharapkan tidak lagi pada alam saja.

“Untuk itu, produksi ikan bisa ditingkatkan dengan cepat sesuai dengan permintaan pasar yang menjadi kebutuhan. Langkah awal, kita mempercepat pengembangannya di masyarakat, baik melalui diseminasi maupun dukungan benih ke para pembudidaya,” sebutnya.

 

Exit mobile version