Mongabay.co.id

Benteng Pertahanan Negara dari Serangan Penyakit Udang

 

Berbagai upaya terus dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mencegah masuknya penyakit sindrom kematian dini (early mortality syndrome/EMS) pada udang. Di antara upaya itu, adalah dengan mengeluarkan larangan penggunaan induk udang yang berasal dari tambak, seperti jenis udang vanname (Litopenaeus vannamei) ataupun jenis udang windu (Penaeus monodon).

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerbitkan larangan tersebut pada 22 Mei 2019 melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya (DJPB). Hal itu ditegaskan Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Slamet Soebjakto dua pekan lalu di Jakarta.

Menurut dia, larangan tersebut harus dikeluarkan untuk melindungi budi daya perikanan udang yang saat ini terancam oleh penyakit EMS yang disebabkan oleh infekso Vibrio parahaemolyticus yang dapat menyebabkan penyakit Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND). Untuk itu, perlu ada antisipasi untuk meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap potensi timbulnya penyakit tersebut.

“Rencana penerbitan surat edaran sudah disosialisasikan sebelumnya kepada stakeholder dalam berbagai forum, sehingga diharapkan dapat segera diimplementasikan di lapangan,” ucap Slamet.

baca : Ancaman Penyakit EMS dan AHPND pada Udang

 

Dirjen Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto saat mensosialisasikan rencana penerbitan surat KKP untuk melarang penggunaan induk udang yang berasal dari tambak, untuk mengantisipasi penyakit udang sindrom kematian dini (early mortality syndrome/EMS) dan Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND). Foto : DJPB KKP/Mongabay Indonesia

 

Adapun, surat yang sudah beredar luas, di dalamnya berisi tiga poin utama larangan. Pertama, setiap usaha pembenihan udang atau hatchery—baik hatchery skala besar dan skala kecil (HSRT)–, dan pusat pengembangan telur udang (naupli center) dilarang menggunakan induk udang dari tambak.

Kemudian yang kedua, hatchery dan naupli center yang selama ini menggunakan induk udang dari tambak, diharuskan untuk mengganti induk udang dari hasil program pembiakan (breeding program) pusat pembenihan (broodstock center) udang vanname yang dimiliki Pemerintah maupun swasta. Atau, bisa juga dengan mengimpor induk udang bebas penyakit dari negara yang dinyatakan bebas penyakit.

“Ketiga, Pemerintah berupaya untuk menyediakan udang hasil breeding program dari broodstock center,” jelas dia.

Selain mengedarkan surat larangan, KKP yang mewakili Pemerintah RI juga merilis enam langkah upaya untuk mencegah penyakit pada udang. Pertama, adalah peningkatan kewaspadaan (public awareness) terhadap gejala-gejala dan cara penanganan penyakit EMS/AHPND melalui sosialiasi, peningkatan kapasitas pengujian laboratorium.

baca juga : Industri Udang Nasional Bersiaga dari Penyakit Mematikan AHPND

 

Waspada

Kemudian, juga meningkatkan pengawasan terhadap lalu lintas induk, calon induk, benur, serta pakan alami seperti polychaeta dan artemia, khususnya dari negara yang sedang terkena wabah penyakit EMS/AHPND. Langkah kedua adalah mengajak kepada para pelaku usaha dan pemilik tambak untuk melaksanakan penebaran benur intensif rerata 80 hingga 100 ekor per meter persegi di kolam tambak.

Ketiga, adalah kembali melakukan persiapan seperti prinsip-prinsip dasar atau panca usaha (back to basic). Keempat, menerapkan pelarangan penggunaan induk tambak untuk usaha pembenihan udang skala besar dan kecil (HSRT), serta pusat pengembangan telur udang (naupli center).

Kelima, pengembangan kawasan budi daya perikanan berbentuk klaster secara terpadu dan terintegrasi dalam satu kesatuan pengelolaan, baik lingkungan, teknologi, input produksi dan juga pemasaran. Terakhir atau keenam, mempertahankan keberlanjutan usaha budi daya perikanan melalui pengaturan izin lokasi dan izin lingkungan (AMDAL/UKL-UPL), penyediaan saluran inlet/outlet yang terpisah.

perlu dibaca : Sistem Biosekuriti Budi Daya Udang Indonesia Diakui Dunia. Begini Ceritanya..

 

Kawasan tambak udang. Foto : DPJB KKP/Mongabay Indonesia

 

Karena sudah ada surat larangan yang berisi aturan teknis yang detil, Slamet Soebjakto berharap para pelaku usaha maupun pembudi daya udang bisa mematuhinya dan menerapkan secepat mungkin. Dengan demikian, meski penyakit EMS/AHPND sedang menyerang negara lain, status Indonesia tetap menjadi negara yang bebas dan terjaga dari penyakit tersebut.

Menurut Slamet, saat ini Indonesia adalah salah satu negara yang dinyatakan terbebas dari penyakit EMS/AHPND pada udang. Status tersebut menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang aman untuk melaksanakan budi daya udang di tengah serangan penyakit EMS/AHPND. Namun, agar status tersebut tetap terjaga, maka semua pihak perlu ikut berjuang untuk mempertahankannya.

“Salah satunya dengan memastikan proses pembenihan udang benar-benar aman dari kontaminasi penyakit EMS/AHPND, tidak terkecuali dengan menggunakan induk udang yang benar-benar terbebas dari penyakit ini,” tegasnya.

Perlunya mempertahankan status tersebut, menurut Slamet, tidak lain karena Indonesia adalah negara yang rentan terpapar penyakit tersebut pada udang. Terutama, karena induk udang, baik vanname ataupun windu dari tambak memiliki potensi besar untuk bisa menularkan penyakit tersebut. Hal itu, karena kedua jenis udang tersebut dipelihara di tempat terbuka dan itu membuat keduanya sangat rawan terpapar ataupun tertular berbagai penyakit pada udang.

“Juga, sangat potensial menciptakan dan menyebarkan penyakit lokal ke daerah lain,” tambah dia.

Tak hanya sangat rentan, Slamet menyebutkan, proses pembuatan induk udang di tambak sering menyalahi atau tidak sesuai dengan protokol produksi induk. Tindakan indisipliner tersebut mengakibatkan induk udang yang dihasilkan tidak terjamin secara genetik baik ataupun unggul.

Oleh itu, Slamet mengatakan, jika udang yang diproduksi bisa tetap menghasilkan udang yang aman dan terbebas dari penyakit EMS/AHPND, maka yang harus dilakukan adalah disiplin sejak melaksanakan proses pembenihan. Itu berarti, proses harus aman dan induk yang dihasilkan harus melalui dan sesuai dengan protokol produksi induk udang.

menarik dibaca : Udang Vaname Breeding Indonesia, Penyelamat dari Bahaya Wabah

 

Panen udang dari tambak. Foto : Dirjen Perikanan Budidaya KKP/Mongabay Indonesia

 

Gejala Penyakit

Dalam sebuah pernyataan resmi yang dirilis pada akhir Mei, Slamet menghimbau kepada semua pihak terkait untuk bisa berkomitmen dan berpartisipasi aktif dalam mencegah masuk dan tersebarnya penyakit EMS/AHPND ke dalam wilayah Republik Indonesia. Caranya, adalah dengan menggunakan induk udang yang sehat, bebas penyakit, dan pakan induk udang yang juga bebas dari penyakit.

Untuk bisa mengenali penyakit EMS dan AHPND, menurut Slamet itu bisa dilihat dari gejalanya di hatchery pada post larva telur, air bak benur dan induk, pakan alami (artemia dan cumi), dan feses. Sedangkan pada tambak, gejala dapat ditemukan pada udang, kepiting, air tambak dan sedimen (lumpur).

Untuk memastikan produksi udang aman dari serangan penyakit ikan, maka harus dipastikan unit usaha dari hulu ke hilir benar-benar aman. Cara paling mudah untuk memastikan semua aman, seperti disebutkan di atas, adalah dengan meniru prinsip panca usaha yang populer pada 1990-an. Prinsip tersebut terdiri dari lima usaha yang harus dilakukan oleh pembudi daya ikan di manapun berada.

“Persiapan lahan, benur, sarana prasarana (peralatan dan pakan), manajemen usaha, serta pengendalian penyakit dan lingkungan. Kita perlu hidupkan kembali konsep yang cukup baik ini,” tuturnya.

Bagi Slamet, apa yang sedang dilakukan saat ini, menjadi bagian dari upaya mempertahankan konsistensi udang sebagai penyumbang devisa besar bagi Indonesia. Dia tidak berani membayangkan jika industri budi daya udang Indonesia mengalami nasib yang sama seperti di negara lain yang terserang penyakit ikan EMS dan AHPND.

baca juga : Microbubble: Teknologi Baru Ramah Lingkungan untuk Budidaya Udang

 

Udang yang sehat (A) dan terkena penyakit hepatopancreatic necrosis (AHPND) dengan usus kosong (panah kuning) (B). Foto :Departemen Perikanan Thailand/semanticshcolar.org/Mongabay Indonesia

 

Diketahui, penyakit ikan AHPND pertama kali ditemukan di Tiongkok pada 2009 dengan sebutan Covert Mortality Disease. Kemudian pada 2011, penyakit AHPND dilaporkan telah menyerang Vietnam dan Malaysia, disusul Thailand (2012), Mexico (2013) dan Filipina (2015). Selain negara-negara tersebut, saat ini India juga dilaporkan diduga terserang AHPND.

Dari catatan lembaga pangan PBB (FAO), dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun produksi udang di Thailand mengalami penurunan produksi yang sangat drastis dari 609.552 ton pada 2013 menjadi 273.000 ton pada 2016 akibat serangan AHPND. Sedangkan dampak kerugian ekonomi yang dialami Vietnam selama kurun waktu 2013 – 2015 adalah sebesar USD216.23 juta atau rerata sebesar USD72 juta per tahun.

 

Exit mobile version