Mongabay.co.id

Kebakaran Hutan dan Lahan Kalteng, Palangkaraya dan Pulang Pisau Paling Rawan

Pesawat melintas di atas kebakaran lahan di Desa Sei Tendang, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat. Landasan pacu Bandara Iskandar hanya berjarak kurang dari 5 kilometer dari lokasi kebakaran. Foto: Budi Baskoro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Meski tak secerah sebelum kemarau, langit biru masih bisa dijumpai di Kota Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Kemarau yang berlangsung sejak Juli 2019, belum membuat udara di ibukota Kotawaringin Barat itu terhalang kabut asap. Kabut asap tipis-tipis kadang terlihat tetapi segera berlalu seiring embusan angin dan teriknya matahari.

Berbeda dengan kondisi di sekitar Palangkaraya, ibukota Kalimantan Tengah, karhutla lebih parah, tingkat pencemaran udara sudah membahayakan karena kabut asap.

Meskipun begitu, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus terjadi di sejumlah titik di sekitar Pangkalan Bun.

Rabu (14/8/19) pagi, Bupati Kotawaringin Barat, Nurhidayah, memimpin rapat koordinasi dan evaluasi penanggulangan karhutla. Seluruh pemangku kepentingan yang tergabung dalam Satgas Karhutla, seperti BPBD, Manggala Agni, kepolisian, TNI, pemerintahan kecamatan dan desa, sampai perwakilan perusahaan, hadir.

Dalam rakor Nurhidayah memaparkan, sebaran titik api (hotspot) dan karhutla. “Sesuai hasil pemetaan kita, ada 38 hotspot. Ini sudah kita tanggulangi. Sebenarnya, evaluasi ini untuk memaksimalkan lagi tim kita bekerja,” katanya.

Hotspot terbanyak di Kecamatan Kumai (20), lalu Arut Selatan– meliputi Kota Pangkalan Bun, (13), Kotawaringin Lama (2), dan Arut Utara (3). Dalam rentang waktu sama, kebakaran justru lebih banyak, ada 56 kejadian. Di Arut Selatan 29 kejadian karhutla, Kumai (23), dan Kotawaringin Lama (3).

Sebaran kebakaran itu kebanyakan di hutan dan lahan yang sebagian biasa terbakar saat kemarau, seperti di hutan gambut sekitar jalan poros Pangkalan Bun–Kotawaringin Lama, gambut Bungur-Tatas, sekitar Sungai Arut di Kelurahan Baru, Pangkalan Bun, dan Kelurahan Candi–Sungai Tendang, Kecamatan Kumai.

Di sekitar jalan poros Pangkalan Bun–Kotawaringin Lama, sebagian besar lahan masih kawasan hutan produksi dan hutan produksi konversi. Wilayah ini masuk kawasan hidrologi gambut (KHG) Arut Lamandau. Ia membentang dari Arut Selatan hingga Kotawaringin Lama.

Sedangkan daerah seperti Bungur–Tatas dan Candi–Sungai Tendang, merupakan alokasi penggunaan lain. Untuk Candi– Sungai Tendang, kebakaran tak jauh dari pemukiman.

 

Kebakaran lahan di Desa Sei Tendang, Kecamatan Kumai, Kamis (15/8/19). Foto: Budi Baskoro/ Mongabay Indonesia

 

 

Tak normal

Sejauh ini, upaya mengatasi karhutla di Pangkalan Bun dan sekitar masih lancar. “Sebenarnya, kalau dari data, mirip 2015 tetapi kondisi malah bagus. Dari kemarin, curah hujan mirip 2015, tapi asap enggak. Mungkin pemerintah kerja lebih bagus,” kata Eko Yulianto, analis cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Stasiun Meteorologi Iskandar, Pangkalan Bun, Jumat (16/8/19).

Berdasarkan catatan Stasiun Meteorologi Iskandar, kemarau serius sudah terjadi sejak Juli 2019. Curah hujan di Pangkalan Bun dan sekitar pada Juli 2019, tercatat hanya 30 milimeter, jauh dari 150 milimeter.

“Yang disebut musim kemarau itu di mana hujan per bulan di bawah 150 milimeter. Musim kemarau itu bukan tak ada hujan. Tetap ada, tapi di bawah 150 milimeter,” katanya.

Berdasarkan data curah hujan di Stasiun Meteorologi Iskandar Pangkalan Bun, selama 35 tahun, dari 1981-2015, tren musim kemarau biasa Agustus dan September. “Juli itu masih musim hujan, rata-ratanya. Kemarin kita catat hanya 30 milimeter.”

Eko menyebut, curah hujan Juli 2019 rendah sangat tidak normal dibanding rata-rata curah hujan di Pangkalan Bun pada Juli. Berdasarkan data selama 1981–2015, rata-rata curah hujan pada Juli adalah 154,7 milimeter.

Meski begitu, tren kemunculan karhutla tak bisa disepelekan karena kemarau diperkirakan berlangsung sampai September. Apalagi, karhutla terus bermunculan.

Pasca memimipin rapat koordinasi karhutla Rabu (14/8/19) siang, Nurhidayah, harus turun tangan memadamkan api di Candi–Sungai Tendang, Kecamatan Kumai. Bersama Wakil Bupati, Ahmadi Riansyah, dia kembali ke lokasi sama siang keesokan harinya.

Kamis (15/8/19) hingga Sabtu (17/8/19) laporan soal api di beberapa titik di Kotawaringin Barat, terus masuk. Dalam rapat koordinasi terakhir itu, Nurhidayah juga menyebut, dari 171,84 hektar karhutla, hanya 68,595 hektar padam karena pemadaman petugas.

Dia mengingatkan, sejumlah kendala dihadapi petugas di lapangan. “Salah satu, jangkauan alat pemadam tidak sampai ke titik sasaran kebakaran. Juga kekurangan personel. Sumber air sulit di area tempat kebakaran.”

Selain mengerahkan Satgas Karhutla, pemerintah Kotawaringin Barat, aktif berpatroli ke desa-desa, menyosialisasikan larangan membakar lahan.

Wakil Bupati Kotawaringin Barat, Ahmadi Riansyah mengatakan, pencegahan lebih bagus daripada pemadaman. Pemadaman itu, biaya lebih besar, perlu waktu, dan tenaga.

“Upaya yang kita lakukan pertama adalah patroli. Patroli bergantian antara BPBD, Manggala Agni dan Polri. Kita juga merekrut tenaga sukarelawan di desa-desa, dan melibatkan pemerintah desa,” katanya.

 

Bupati Kotawaringin Barat, Nurhidayah (tengah) saat memimpin rapat koordinasi dan evaluasi penanggulangan karhutla, di Pangkalan Bun, Rabu 14 Agustus 2019. Foto: Budi Baskoro/ Mongabay Indonesia

 

 

Palangkaraya lebih parah

Kondisi rawan api tertinggi di Kalteng, berada di dua kota atau kabupaten yang berdampingan: Pulang Pisau dan Palangkaraya.

Berdasarkan laporan harian Posko Satgas Karhutla Kalteng, persebaran hotspot 15-16 Agustus, paling banyak di dua daerah itu. Pulang Pisau 54 dan Palangkaraya 46 titik api, dari total 190 hotspot se-Kalteng pada periode itu.

Mengacu rilis itu, sepanjang Januari-15 Agustus 2019, Palangkaraya juga jadi daerah dengan hotspot tertinggi, yaitu 902, dari total 3.380 hotspot, Pulang Pisau 582, dan Kotawaringin Timur 499. Ada Kapuas 355 hotspot, Barito Selatan 310, Seruyan 307, dan Sukamara 100 hotspot.

Sementara hotspot di bawah 100 selama periode itu adalah Barito Timur 82, Katingan 82, Kotawaringin Barat 43, Lamandau 36, Barito Utara 31, Gunung Mas 31, yang paling kecil Murung Raya, dengan 20 hotspot.

Dalam periode Januari-15 Agustus 2019, karhutla Palangkaraya ada 494 dari 910 kejadian di salah satu bakal calon ibukota baru Indonesia itu.

Dari aspek luasan yang terbakar juga sama. Palangkaraya tertinggi dengan 1.222,68 hektar selama periode Januari–15 Agustus. Kotawaringin Timur, kabupaten terluas di Kalteng, menempati peringkat kedua dengan karhutla 513,56 hektar.

Luasan areal terbakar paling tinggi pada Agustus-sampai 15 Agustus–, seluas 746,11 hektar, dan Juli 499,64 hektar.

Realita itu berdampak pada kualitas udara di kota itu. Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dengan penghitungan Partikulat (PM10), Palangkaraya Jumat (16/8/19) pukul 07.00 masuk kategori sangat tidak sehat (skor 200-299).

PM10, merupakan partikel udara berukuran lebih kecil dari 10 mikron (mikrometer). Menurut BMKG, batas konsentrasi polusi udara yang boleh berada dalam udara ambien 150 µgram/m3. Yang terjadi di Palangkaraya Jumat (16/8/19) pagi itu sampai 285.

Hanya hujan alami nan deras bisa menghalau asap karhutla. Senin (18/8/19) hingga malam, Palangkaraya diguyur hujan deras. Hal ini membuat udara di kota itu lebih segar pada Selasa (20/8/19) pagi.

“Hujan yang mengguyur Palangkaraya cukup membantu mengurangi asap,” kata Ika Priti, analis cuaca Stasiun Meteorologi Palangka Raya, Selasa (20/8/19).

Dia menyebut, kualitas udara di Palangkaraya membaik dari pekan sebelumnya. “Nilai PM10 dari alat BMKG terpantau dari jam 00.00-09.00 pada 20 Agustus 2019 bernilai 88.82 µgram/m3, kategori sedang,” katanya.

Meski begitu, kata Ika, secara umum Kalteng selama Agustus dan September 2019, masih kemarau. Kondisi ini diperkuat data selama Agustus ini, curah hujan baru 38,1 milimeter di catatan BMKG Palangkaraya.

“Selama kemarau potensi hujan masih ada. Hujan kemarin bukan termasuk hujan buatan. Kondisi kelembapan yang cukup tinggi serta penguapan cukup mendorong terbentuknya awan hujan.”

Vivien Rose Engeluy, petugas bagian Informasi Publik Posko Karhutla Kalteng mengatakan, petugas Selasa (20/8/19), masih terus berpatroli ke daerah rawan karhutla. “Info yang diterima pukul 10, masih ada titik asap di Jalan Kranggan dan Jalan Hiu Putih. Saat ini dalam penanganan,” katanya.

 

Keterangan foto utama: Pesawat melintas di atas kebakaran lahan di Desa Sei Tendang, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat. Landasan pacu Bandara Iskandar hanya berjarak kurang dari 5 kilometer dari lokasi kebakaran. Foto: Budi Baskoro/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version