Mongabay.co.id

Hampir 100 Ribu Anakan Lobster Sitaan di Riau dan Sultra, Kades Terlibat

Bayi lobster sitaan di Riau. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Petugas kembali menggagalkan upaya penyelundupan hampir seratusan ribu lobster anakan di Riau dan Sulawesi Tenggara. Di Riau, sekitar 14 peti styrofoam berisi anakan lobster pada Sabtu (17/8/19). Awal Agustus, di Sulawesi Tenggara, aparat mengamankan setidaknya 11.000-an anakan lobster, dan mengamankan kepala desa yang diduga bertindak sebagai agen.

Di Riau, Direktorat Pol Air Polda Riau bersama Sat Pol Air Polres Tembilahan, mengejar mobil Innova yang bergerak ke kebun sawit di Pulau Palas, Kecamatan Tembilahan Hulu, Indragiri Hilir, Sabtu sekitar pukul 3.00. Petugas sempat beri tembakan peringatan namun pelaku melarikan diri dan meninggalkan mobil di tengah kebun.

Dua hari sebelumnya, Satpol Air Tembilahan dapat informasi ada penyelundupan benih lobster dari Jambi akan dibawa ke Singapura lewat Tembilahan. Sejak itu, tim mengintai kendaraan yang masuk dan cek beberapa lokasi.

Badarudin, Direktur Ditpolair Polda Riau Badarudin, mengatakan, mobil Innova yang diintai tim itu sedang menunggu speedboat menjembut anakan lobster.

“Kemungkinan, lobster dari Bengkulu, Lampung atau Jawa Barat. Jambi, hanya tempat transit. Di sana, sebenarnya tak ada lobster,” kata Eko Sulystianto, Kepala Stasiun Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (SKIPM) Pekanbaru, saat konferensi pers.

AKBP Wawan Setiawan, Kasubdit Gakkum Polair Polda Riau mengatakan, tim belum tahu pelaku yang melarikan diri tetapi, pemilik mobil sedang dicari. “Pemiliknya sudah beberapa kali pindah tangan dari berbagai kabupaten.”

Dari beberapa kejadian sebelumnya, pesisir Riau memang jalur utama penyelundupan anakan lobster yang kerap masuk dari Jambi, sebelum diangkut ke Batam dan berakhir di Singapura atau Malaysia. Penyelundupan kali ini, tim berhasil menyelamatkan 14 peti styrofoam berisi bayi lobster.

 

Puluhan boks styrofoam berisi anakan lobster sitaan di Riau. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Dari hasil pencacahan petugas SKIPM Pekanbaru, lobster itu jenis mutiara dan pasir. Rinciannya, lobster mutiara dua peti berisi 60 kantong. Tiap kantong terdapat 101 lobster, total 6.060. Perkiraan kerugian ekonomi Rp1, 212miliar bila harga per ekor Rp200.000.

Untuk jenis pasir dikemas 12 peti berisi 360 kantong. Tiap kantong 248 anakan dan total 89.280. Perkiraan Rp150.000 tiap ekor dengan total kerugian Rp13,392 miliar. Total kerugian Rp14,604 miliar.

Tahun ini, sudah tiga kali penyelundupan anakan lobster digagalkan. Pertama, pada 3 Mei, kerjasama dengan Bea Cukai Tembilahan, berhasil menyelamatkan 101.800 lobster senilai Rp15,270 miliar. Kedua, selang 20 hari, bersama Tim Baharkam Mabes Polri dan Dirpolair Polda Riau, kembali menyelamatkan lebih kurang 77.000 lobster di Dumai Rp11,550 miliar. Ketiga, Agustus lalu dengan sitaan 14 peti streofom berisi anakan lobster.

Selain Dumai, Tembilahan, Indragiri Hilir, jadi jalur utama penyelundupan lobster karena jarak dekat Jambi.

Catatan SKIPM Pekanbaru, tahun lalu ada empat penyelundupan anakan lobster. Pada 5 Maret 2018, Polres Indragiri Hilir menyelamatkan 38.000 lobster senilai Rp5,7 miliar.

Pada Agustus, giliran Polsek Keritang, Indragiri Hilir, menghadang dua mobil bawa 27 boks berisi anakan lobster. Lobster itu dikemas dalam plastik bening sekitar 202.100 ekor senilai Rp30,315 miliar. Ini jadi tangkapan terbesar di Riau.

September 2018, Polres Pelalawan pula yang menyelamatkan 64.800 lobster Rp9,72 miliar. Terakhir, Oktober 2018, Angkatan Laut Dumai dan Angkatan Laut Tembilahan menyelamatkan 10.000 anakan lobster senilai Rp1,5 miliar.

 

Gagalkan penyelundupan di Sultra

Sebelum itu, Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, juga menggagalkan penyelundupan anakan lobster, setelah beberapa bulan lalu juga melakukan hal sama.

Pengungkapan kasus ini pada awal Agustus 2019. Sedikitnya ada 11.000 lebih, lobster berhasil diselamatkan dari penjualan antar negara.

Polda Sultra menangkap pada dua tempat berbeda dalam waktu besamaan. Dalam kasus ini, kepolisian juga memenjarakan seorang kepala desa. Pemerintah daerah ini, diduga jadi agen penyimpanan anakan lobster. Dari kepala desa, anakan lobster dijual ke Singapura.

Selain kepala desa, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (KKP) Kota Kendari, juga menetapkan dua tersangka lain sebagai kurir. Keduanya, Made S dan Ardiansyah.

Kombes Pol Rizal A. Engahu, Direktur Kriminal Khusus Polda Sultra, menjelaskan, pengungkapan kasus ini setelah ada laporan masyarakat. Ada laporan kalau seorang kepala desa jadi penyimpan anakan lobster.

“Kami pengembangan dan menangkap dua pelaku awal namanya Made dan Ardi. Dari situ kami menangkap kepala desa yang ikut serta dalam kasus ini,” kata Rizal, pekan lalu.

 

Petugas memperlihatkan anakan lonster sitaan. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Dari keterangan pelaku, aksi mereka bukan kali petama. Penyelundupan anakan lobster sudah beberapa kali. Rute penjualan lobster itu mulai dari Sultra, Makassar hingga ke Singapura.

Para pelaku mendapatkan biaya berkisar Rp12 juta sekali kerja. Kalau berhasil, para pelaku bisa mendapatkan uang banyak, kalau tertangkap penjara menanti.

Kini, katanya, para pelaku ditahan di Mapolda Sultra menanti berkas perkara masuk ke kejaksaan. Pelaku dijerat Undang-undang Perikanan dan Kelautan.

Amdali Adhitama, Kepala Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kendari, mengatakan, sesuai aturan perundang-undangan tentang perikanan, anakan lobster salah satu hasil perikanan yang dilindungi.

“Jika ditaksir kerugian negara yang berhasil diselamatkan sekitar Rp2 miliar,” katanya.

Pemerintah, katanya, melalui KKP sudah beberapa kali menggagalkan penyelundupan anakan lobster ke luar negeri. Adapun negara favorit para pelaku, yakni, Vietnam.

Moh Abdi Suhufan, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia di Jakarta, belum lama ini mengatakan, dalam tiga tahun terakhir, penyelundupan anakan lobster makin sulit dibendung.

Dia menilai, regulasi KKP soal larangan ekspor anakan lobster masih belum cukup efektif mengurangi eksploitasi lobster ilegal. Hal itu, katanya, terlihat dari nilai bayi lobster yang berusaha diselundupkan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Regulasi itu, adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/2016 soal larangan penangkapan dan, atau pengeluaran lobster (Panulirus), kepiting (Scylla), dan rajungan (Portunus) dari wilayah Indonesia.

Berdasarkan data DFW, sejak awal 2017-Juni 2017, ada 13 kali upaya penyelundupan dari berbagai daerah. Upaya penyelundupan bayi lobster yang berhasil digagalkan senilai Rp158 miliar. Nilai itu, katanya, jauh lebih besar dari dua tahun sebelumnya, yakni 2015 sebesar Rp27, 3 miliar dan 2016 senilai Rp71,7 miliar.

“Data ini hasil monitoring dari berbagai macam kasus yang digagalkan aparat terkait, yaitu Bareskrim Polri, Badan Karantina Ikan KKP, dan kepolisian daerah seperti di Jawa Timur dan Lampung.”

 

 

Keterangan foto utama:  Bayi lobster sitaan di Riau. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version