Mongabay.co.id

HKm Beri Dampak Bagi Masyarakat yang Hidup di Dalam Hutan Lindung, Tapi Pendampingan Tetap Diperlukan [bagian-2]

 

Tulisan sebelumnya: Cerita Warga Dusun Berjuang Dapatkan Izin Kelola Lahan di Hutan Lindung Egon Ilimedo

Hampir semua areal kebun garapan di tiga kampung yang ada di Hutan Lindung Egon Ilimedo, -Wairbukang, Leng dan Kokongpuat, memiliki pohon jambu mete. Tak hanya kebun, bahkan halaman rumah warga juga ditanami pepohonan itu.

Puluhan tanaman jambu mete rapi berderet ditanam dengan jarak sekitar 3 meter. Pohon-pohon itu sedang berbunga. Sebentar lagi diharap bakal berbuah.

“Biasanya mete dipanen bulan Juli sampai Oktober. Kalau saat berbunga tidak hujan dan tidak ada angin kencang maka panen melimpah. Semoga tahun ini panen bisa meningkat,” ungkap Bernadus Brebo (64), tokoh masyarakat Wairbukang. Dia juga ketua kelompok HKm Wairtopo.

Meski demikian, tak hanya warga tiga kampung yang menanam jambu mete. Mete ada juga yang dimiliki warga Kampung Wodong, Desa Waiterang dan Desa Nangabotong. Dua desa yang letaknya di luar kawasan hutan lindung.

Selain mete, maka untuk melindungi mata air, Bernadus sebut 206 anggota kelompok HKm-nya, setiap tahun menanam pohon di mata air. Pohon yang mereka tanam kemiri dan mete.

 

Kebun warga kampung Wairbukang di areal HKm. Lokasi ini dipakai untuk menanam padi dan jagung. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Pendapatan Diprediksi Bakal Meningkat

Ignasius Nong Selvesmana (48) tokoh masyarakat dan mantan kepala desa Wairterang mengatakan mayoritas warga, -sekitar 91 persen, mengandalkan diri pada pertanian. Sebagai petani, mereka paham ada musim tanaman mereka menghasilkan atau sebaliknya.

Untuk menyiasati kondisi itu, mereka menanam tanaman pohon buah jangka panjang.

“Ada bulan-bulan tertentu pendapatan mereka sangat minim. Ada saat kondisi tanah tidak memungkinkan untuk menanam tanaman lain selain tanaman umur panjang seperti jambu mete,” ungkapnya.

Mete memang jadi berkah buat warga di Wairbukang. Saat musim panen, dalam sebulan mereka bisa dapatkan Rp5-10 juta. Bahkan bisa lebih.

“Sekarang [setelah izin diperoleh] kami punya kelonggaran menanam mete dengan jarak 7 sampai 10 meter. Tiap anggota mendapat satu sampai dua hektar lahan. Di bawah tegakan ditanami kacang tanah, kacang hijau, pisang, singkong, ubi jalar. Untuk dijual ke pasar,” tuturnya.

Untuk mete yang mulai ditanam pasca izin HKm tahun 2017, Bernardus bilang pendapatan petani diprediksi dapat meningkat drastis. Kemiri dan kelapa juga bakal jadi andalan mereka, selain madu hutan yang mereka panen.

“Madu hutan sebotol harganya Rp100 ribu. Kami panen dari pohon yang ada dalam kawasan hutan. Sekali musim panen bisa dapat Rp2-4 juta,” bebernya.

Perempuan juga merasakan hasil dari HKm. “Cukuplah kalau untuk rumah tangga.” Yuventa da Ros (54), seorang ibu rumah tangga menyebut.

Dia bilang, kebutuhan sehari-hari dia peroleh dari padi dan jagung, Mereka juga memelihara ayam, kambing dan babi.

 

Beternak menjadi salah satu andalan warga Wairbukang. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Selvesmana tak memungkiri bahwa kehidupan warga setelah adanya HKm semakin berkembang baik. Di sisi lain masyarakat pun merasa ada perhatian dari pemerintah desa kepada mereka.

Sebuah pengakuan pun disampaikan Selvesmana, dia bilang dia salah satu yang skeptis di awal proses. Namun akhirnya luluh setelah menyaksikan Sandi Florata berjuang mengadvokasi masyarakat tiga dusun yang ada di dalam kawasan hutan lindung.

“Sekarang yang penting bagaimana keberlanjutan program ini. Tidak putus. Saya berharap LSM pendamping dan pemerintah terus mendampingi masyarakat meningkatkan pendapatan dan menjaga kawasan hutan,’ ucapnya. Apalagi izin HKm berlaku untuk jangka waktu 35 tahun. Dia pun berharap, kedepan pemerintah bisa bantu akses jalan untuk mempermudah hasil komoditi warga untuk dijual.

Alfons Hery (35) Sekretaris Sandi Florata menjelaskan, tahapan setelah izin HKm diperoleh maka anggota HKm akan melakukan pemanfaatan jasa lingkungan. Air terjun Tubaohok di Leng dan Wair Horek di Wairbukang menjadi sasarannya.

Pihaknya juga berupaya agar madu hutan bisa dimanfaatkan. Rencananya akan berada di bawah kelompok usaha perhutanan sosial.

 

Warga memanjat pohon madu atau ketimus (Protium javanicum) yang banyak terdapat di dalam kawasan hutan lindung HKm Wairtopo. Madu hutan menjadi salah satu andalan pendapatan masyarakat. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Secara sosial, Hery melihat pasca HKm ada semangat gotong royong yang mulai hidup kembali. Anggota kelompok juga mulai berani mengemukakan pendapat dalam rapat kelompok.

Kepala bidang Konservasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat UPT KPH Kabupaten Sikka, Hery Siswandi menjelaskan menyebut tahun 2018 kelompok ini telah difasilitasi.

Dia bilang warga telah diikutkan latihan ke Balai Diklat Dishut di Kupang. Kedepan juga dialokasikan untuk bantuan alat pengolah madu.

“Harapannya pemanfaatan hutan dapat dilakukan secara optimal dan lestari, sesuai kearifan lokal, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” pesannya.

Exit mobile version