Mongabay.co.id

Vonis 8 Bulan buat Penyelundup Paruh Bengkok, di Jambi Petugas Sita Gading Gajah

Nuri kepala Hhtam diburu dan diperdagangkan secara ilegal. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, menjatuhkan hukuman delapan bulan penjara, denda Rp5 juta bagi para pelaku penyelundupan 28 paruh bengkok endemik Maluku, lewat jalur laut.

Dalam amar putusan, majelis hakim diketuai Riana Pohan, menyatakan, para terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melanggar beberapa aturan, seperti, Pasal 21 ayat (2) huruf a dan c, dan Pasal 40 ayat (2) UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Juga Peraturan Pemerintah No 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

“Menjatuhkan pidana penjara pada Zulkifi bersama delapan terdakwa lain hukuman penjara delapan bulan dipotong masa tahanan,” kata Riana, lalu mengetuk palu.

Sembilan terdakwa yang vonis bersalah, yaitu, Zulkiflisebagai nahkoda kapal, dan delapan anak buah kapal (ABK) yaitu, Dedi, Handra, Saiful, Siddik, Aditya, Ilham, Umar, dan Joshua.

Mereka dijatuhi hukuman atas perbuatannya memiliki puluhan burung dilindungi tanpa dokumen sah, termasuk tak ada surat angkut tumbuhan dan satwa dalam negeri (SAT-DN).

Riana mengatakan, dalam pasal bagi para terdakwa disebutkan, setiap orang dilarang menangkap, membunuh, menyimpan, memiliki, memperniagakan, dan mengangkut satwa dilindungi.

 

Haluanto Ginting, Kasi Wilayah I Balai PamGakkum KLHK Wilayah Sumatera tengah mengamankan 28 paruh bengkok. Foto: Ayat S Karokro/ Mongabay Indonesia

 

Alasan vonis delapan bulan terhadap para terdakwa, kata hakim, karena di persidangan jaksa penuntut umum tak mampu membuktikan para terdakwa membeli paruh bengkok itu untuk diperjualbelikan. Juga, tak bisa membuktikan kalau pekerja kapal usaha kayu ini bagian jaringan perdagangan satwa liar dilindungi.

”Saya sudah begitu keras saat di persidangan menguak kasus ini, apakah para terdakwa bagian dari jaringan perdagangan satwa atau tidak. Mereka hanya terbukti membeli burung itu tanpa izin dan membawa dari Maluku ke Sumut tanpa SAT-DN dan ilegal,” kata Riana.

Majelis hakim juga memutuskan, karena satwa-satwa ini endemik Indonesia bagian timur, maka puluhan paruh bengkok ini diserahkan ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut). Kemudian proses pemulangan ke habitat asli di Maluku dan wajib lepas liar ke alam.

Paruh bengkok sitaan ini terlihat sifat liar dan mengantisipasi kematian seperti dua nuri Ambon dan satu lepas ketika titip di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Adi Sibolangit.

Majelis hakim mempertimbangkan hal memberatkan dan yang meringankan. Hal memberatkan, perbuatan para terdakwa bisa mempercepat kepunahan burung di alam. Yang meringankan, para terdakwa mengakui dan menyesali perbuatan mereka, serta berjanji tak akan mengulangi. Para terdakwa juga tulang punggung keluarga, dan telah dipecat dari perusahaan kayu tempat mereka bekerja.

Untuk kandang burung, kata Riana, pengadilan memerintahkan agar dimusnahkan . Sedangkan kapal sitaan kembali ke pemilik karena tak ada satupun bukti keterlibatan perusahaan.

Putusan hakim, lebih rendah dibandingkan tuntutan dari tuntutan JPU, Sani Sianturi, hukuman pidana 10 bulan dan denda Rp5 juta subsider satu bulan kurungan.

”Saya akan diam seperti terdakwa yang juga tak menjawab pertanyaan hakim, apakah banding atau tidak,” katanya, pergi meninggalkan ruangan.

Jaksa Sani mengatakan, Zulkifli bersama-sama Dedi, Handra, Saiful, Siddik, Ismail, Aditya, Ilham, Umar dan Joshua, pada Sabtu (13/4/19) sekitar pukul 22.00 terendus petugas membawa puluhan paruh bengkok dan diamankan.

Dalam perkara ini, anggota majelis hakim, Mian Munthe juga pernah jadi ketua majelis hakim perkara perdagangan burung endemik Indonesia Timur. Terdakwa, Adil Aulia, yang diduga terlibat dalam kepemilikan puluhan burung endemik Sulawesi dan Sumatera kena vonis hukum enam bulan, denda Rp1 juta subsider sebulan kurungan.

 

Di PN Medan 9 Penyelundup puluhan paruh bengkok dari Maluku ke Sumut melalui jalur laut vonis 8 bulan penjara. Foto: Ayat S Karokro/Mongabay Indonesia

 

Ode Kalashnikov, Manager Wildlife Protection Unit Yayasan International Animal Rescue (IAR) Indonesia menyayangkan, hasil peradilan lemah di Sumut, akhir-akhir ini.

Padahal, Juni lalu sudah ada pelatihan peningkatan kapasitas jaksa penuntut umum, dalam mengetahui permasalahan maupun strategi penyelesaian perkara satwa liar.

Sumut, katanya, salah satu rawan kejahatan satwa liar langka dan dilindungi. Jaringan perdagangan dalam negeri dan lintas negara terdapat di daerah ini. Termasuk, katanya, kasus kepemilikan dan penyelundupan burung dari Indonesia Timur, yang baru saja selesai diadili.

Dia berharap, pada perkara-perkara selanjutnya, seperti kasus perdagangan kulit harimau di Pengadilan Negeri Stabat, dapat menghasilkan putusan maksimal.

 

Gading gajah di Jambi

Sementara di Jambi, tim gabungan Balai Penegakan Hukum Sumatera, BKSDA Jambi, Dinas Kehutanan Jambi, Polsek Tungkal Ulu dan Polsek Merlung, berhasil mengamankan gading gajah Sumatera beserta pemilik pada 16 Agustus 2019 di Desa Lubuk Kambing, Kecamatan Renah Mendaluh, Tanjung Jabung Barat.

Dari tersangka, S, tim gabungan mengamankan dua gading gajah Sumatera seberat 5,2 kg panjang 65 cm dan 69 cm terbungkus karung plastik putih.

 

Gading sitaan. Foto: Gakum Jambi

 

S berencana menjual gading. Tim juga mengamankan M, yang berada di kediaman S. Keduanya dan barang bukti gading gajah dibawa ke Mako Sporc Brigade Harimau Jambi untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Eduard Hutapea, Kepala Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, mengatakan, kasus ini terungkap hasil kerja sama antara petugas Balai Gakkum Seksi Wilayah II Mako Jambi, BKSDA Jambi, Dihut Jambi, Polres Tanjung Jabung Barat, maupun masyarakat yang peduli.

“Saat ini, PPNS Balai Gakkum Sumatera terus mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain,” katanya.

Krismanko Padang, Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) mengapresiasi usaha Bakai Gakkum beserta tim dalam mengungkap kasus ini.

Dia menduga, dua gading ini dari gajah di Bentang Bukit Tigapuluh. Meskipun begitu, katanya, harus penyelidikan lebih lanjut apakah gading hasil perburuan baru atau sudah lama disimpan.

“Upaya penegakan hukum ini harus terus agar populasi gajah di Bentang Bukit Tigapuluh tetap lestari” katanya.

Dia berharap, penyelidikan tak terhenti pada para tersangka tetapi bisa mengungkap siapa pemburu serta pemodal.

Bentang Bukit Tigapuluh, berada dalam wilayah dua provinsi: Jambi dan Riau. Ia merupakan kantung populasi gajah terbesar di Sumatera Tengah. Terdapat sekitar 140-an gajah dalam kawasan ini.

Hampir seluruh habitat dan ruang jelajah gajah di Bentang Bukit Tigapuluh, adalah hutan produksi yang dikuasai swasta maupun areal penggunaan lain– dikuasai masyarakat. Dengan begitu, potensi konflik gajah dengan manusia di kawasan ini cukup tinggi. Konflik seringkali jadi celah bagi para pemburu untuk mendapatkan gading lebih mudah.

 

Keterangan foto utama:    Nuri kepala Hhtam diburu dan diperdagangkan secara ilegal. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version