Mongabay.co.id

Pemuda dari 33 Negara Bersihkan Pantai Selatan Malang, Ada Apa?

 

Pagi menyapa kawasan pantai Wedi Awu, Dusun Balearjo, Desa Purwodadi, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sekitar 30-an tenda berjajar di tepi pantai, puluhan mahasiswa dan pemuda dari 33 Negara mulai beraktivitas. Mulai berolahraga hingga menikmati pemandangan deburan ombak yang berkejaran di pantai selatan.

Tepat pukul 07.00 WIB, Selasa (20/8/2019) mereka segera berjalan menyisiri pantai memungut sampah. Mereka tampak bersuka riang turut membantu kebersihan pantai. Seolah tak terbebani, dan rela tangan kotor memungut sampah. Sampah yang terkumpul disatukan di sudut pantai.

Mahasiswa asal Kazakhstan, Nurdin menilai pantai Wedi Awu cukup bersih sehingga harus dijaga kebersihannya. Sebab, jika dibiarkan akan semakin menumpuk sampah, menganggu pemandangan dan keindahan pantai. Serta rawan berpotensi menyebarkan bibit penyakit.

baca : Indonesia Jadi Partisipan Terbanyak Aksi World Clean Up Day. Kok Bisa?

 

Mahasiswa asing dari 33 negara peserta UM iCamp membersihkan pantai Kecamatan Tirtoyudo, Malang, Jatim. Foto : Eko Widianto/Mongabay Indonesia

 

Ia mengaku heran dengan kebiasaan masyarakat Indonesia, yang sering membungkus makanan dengan tas kresek. Serta beragam kudapan dibungkus berlapis-lapis yang berpotensi menghasilkan sampah lebih banyak. Termasuk air minum isi ulang belum menjadi kebiasaan.

“Saya sering diberi botol air mineral, padahal saya membawa botol untuk isi ulang,” katanya. Sehingga selama di Malang, ia jarang menggunakan botol yang disiapkan sejak berangkat dari rumah. Selama berkunjung ke pantai Wedi Awu, ia memilih belajar surfing yang belum pernah dilakukannya, meski ia telah kuliah di Indonesia sejak empat tahun lalu. Belajar surfing jadi kenangan yang tak terlupakan.

Pantai Wedi Awu memiliki ombak setinggi 2 – 3 meter, cukup bagus untuk selancar air. Sedangkan mahasiswa asal Vietnam Ngoh Anh lebih tertarik naik di atas jet ski. Berkeliling pantai sembari menikmati deburan ombak. Dua motor jet ski tersedia untuk para wisatawan. “Semua di sini amazing. Pemandangannya, saya suka,” katanya.

Anh mengaku pertama kali ke Indonesia. Ia juga tertarik belajar surfing di Pantai Bolu-bolu dan Pantai Banyu Anjlok, sebuah kawasan pantai yang tersembunyi yang berjarak tiga jam dari pantai selatan. Kedua pantai menyimpan keindahan terumbu karang dan air terjun di pantai yang indah, tiada duanya.

baca juga : Berkat Namanya yang Unik, Pantai ini Justru Populer di Lamongan

 

Mahasiswa asing dari 33 negara peserta UM iCamp menuju pantai Bolu-bolu dan pantai Banyu Anjlok, Malang, Jatim, dengan perahu. Foto : Eko Widianto/Mongabay Indonesia

 

Tampak sejumlah peserta puas dan kagum dengan keindahan pantai di selatan Malang. Maklum, sebagian mahasiswa berasal dari 33 negara, ada yang berasal dari negara yang tak memiliki garis pantai. “Ada peserta dari Bhutan, tak punya pantai. Senang sekali. Dia hanya lihat pantai di film dan televisi,” kata Direktur Kantor Hubungan Internasional Universitas Negeri Malang (UM), Evi Eliyanah.

Evi menjelaskan 57 pemuda dari 33 negara itu datang ke pantai selatan dalam rangka mengikuti rangkaian kegiatan UM International Camp (UM iCamp). Mereka berasal dari negara dari 5 benua yaitu Asia, Australia, Eropa, Afrika dan Amerika, seperti dari Filipina, Vietnam, Bhutan, Perancis dan Jerman.

UM iCamp merupakan event promosi untuk mengenalkan program kuliah internasional di UM Malang. Selain mempromosikan UM Malang, kegiatan itu mengenalkan bahasa dan budaya Indonesia. Tidak hanya ke pantai selatan, peserta UM iCamp juga diajak ke perkampungan di Kabupaten Malang.

menarik dibaca : Liputan Banyuwangi : Pulau Tabuhan, Antara Keindahan dan Sampah (5)

 

Mahasiswa asing dari 33 negara peserta UM iCamp berfoto setelah menikmati dan bersih sampah di pantai Wedi Awu, Kecamatan Tirtoyudo, Malang, Jatim.
Foto : Eko Widianto/Mongabay Indonesia

 

Bersihkan Sampah

Pemuda setempat yang juga pelatih peselancar Adilan Joni Sahab menyatakan komitmen masyarakat untuk turut menjaga kebersihan pantai. Pantai yang dikenal sebagai surga selancar air sejak tiga tahun lalu ini rutin melibatkan warga bergotong royong membersihkan pantai.

Masyarakat setiap pekan menggelar beach clean, membersihkan pantai dari sampah yang berserakan yang menganggu keindahan dan biota laut. Sampah yang dikumpulkan dibakar atau ditanam di pekarangan dekat pantai. Belum ada sistem pengolahan sampah di lokasi tersebut.

Untuk itu, ia berharap bantuan pemerintah membangun sistem pengolahan sampah organik menjadi pupuk. Karena sebanyak 70-an keluarga nelayan di dekat pantai Wedi Awu juga berprofesi sebagai petani. Mereka menanam kopi dan cengkeh. Kompos hasil olahan sampah organik bisa menjadi pupuk tanaman.

Joni juga berharap jika ada investor yang membangun vila atau penginapan agar menyesuaikan alam dan kontur tanah, tanpa mengubah atau merusak kawasan. Jika wisatawan melonjak dibutuhkan penginapan yang memadai. Mengingat lokasi pantai Wedi Awu berjarak sekitar 70-an kilometer dari Kota Malang. Sekarang sudah ada 15 homestay yang dikelola masyarakat setempat.

Ia tengah menyiapkan Night Surfing sebagai rangkaian Malang Beach Festival yang bakal digelar pada 2 November 2019. Night Surfing yang baru pertama kali diadakan di Jatim ini bakal diikuti 30 atlet dari berbagai daerah di Nusantara.

perlu dibaca : Liputan Banyuwangi : Sampah Muncar yang Tak Kunjung Terselesaikan (1)

 

Seorang anak membawa papan selancar usai surfing di pantai Wedi Awu, Malang, Jatim. Foto : Eko Widianto/Mongabay Indonesia

 

Pada kesempatan yang sama, Bupati Malang Muhammad Sanusi turut mencoba mengemudi jet ski di pantai Wedi Awu. Ia berharap wisatawan mancanegara semakin banyak berkunjung dengan pantai yang bersih. Sanusi menginstruksikan Dinas Cipta Karya dan Perumahan Rakyat membangun tempat pengolahan sampah terpadu. Sehingga sampah di pantai bisa diolah, sedangkan sampah plastik bisa didaur ulang.

“Perlu penanganan pengolahan sampah. Jangan terkesan pantai jorok dan kumuh,” katanya. Apalagi, jika pengunjung semakin membludak dikhawatirkan akan menganggu kenyamanan pengunjung. Kebersihan pantai juga menjadi tanggungjawab wisatawan dengan tak membuang sampah sembarangan.

Pemkab Malang sendiri tengah menggenjot sektor wisata alam, terutama kawasan pesisir selatan. Jika industri wisata terbangun diharapkan bisa memberikan dampak ekonomi masyarakat setempat. Bakal dinikmati penyedia jasa transportasi dan kuliner.

Sedangkan Pantai Wedi Awu dinilai berpotensi menjadi wisata minat khusus, cocok bagi wisatawan mancanegara. Selain itu juga pantai patut dikembangkan wisata minat khusus paralayang di pantai Modangan, Sumberoto, Kecamatan Donomulyo.

“Malang banyak destinasi wisata internasional. Selain Gunung Bromo,” katanya. Harmoni antara manusia dan alam, harus dijaga.

baca juga : Foto: Hari Laut Sedunia, Sampah Masih Penuhi Pesisir Utara Lamongan

 

Bupati Malang Muhammad Sanusi mengendarai jet ski menikmati pantai Wedi Awu, Malang, Jatim. Pemkab Malang gencar mempromosikan destinasi wisata, termasuk pantai selatan Malang. Foto : Eko Widianto/Mongabay Indonesia

 

Setop Wisata Massal di Pantai

Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Purnawan D Negara mengatakan pantai selatan Malang memiliki garis pantai sepanjang 77 kilometer. Dibanding pantai utara yang padat penduduk, pantai selatan lebih sedikit sampahnya. Pesisir pantai masih alami dan terjaga. Sedangkan sampah yang memenuhi pantai terseret ombak dari tengah laut dan aliran sungai yang bermuara di pantai.

“Malang mem-branding dengan seribu pantai,” katanya. Sehingga kunjungan wisata terus meningkat. Jika wisatawan terus membludak tanpa dibatasi, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan. Wisata massal berpotensi menyumbang sampah dalam volume besar.

”Harusnya Kabupaten Malang memiliki kepedulian mengolah sampah, terutama plastik,” katanya. Aktivitas pariwisata dan permukiman di sekitar kawasan pesisir berkontribusi terhadap ancaman satwa dilindungi. Seperti lumba-lumba, paus dan penyu yang melintasi pesisir selatan. Untuk itu, pengunjung wisata harus dibatasi sesuai daya dukung alam.

Seperti yang dilakukan Clungup Mangrove Conservationi (CMC) pantai Tiga Warna yang membatasi kunjungan maksimal 100 orang per hari. Kunjungan wisata dibatasi disesuaikan daya dukung alam. Serta memeriksa barang yang dibawa dengan menghitung potensi sampah. “Setelah keluar kembali di periksa. Apa ada bungkus kudapan, makanan, minuman yang hilang?” katanya.

Jika ada sampah bungkus makanan, wisatawan diminta mencari sampai ketemu atau didenda. Model wisata minat khusus yang terbatas, kata Purnawan, tak banyak. Termasuk di Malang, hanya CMC Tuga Warna.

menarik dibaca : Kisah Insyaf Bagyo, DPO Perusak Laut yang Jadi Pejuang Konservasi di Malang Jatim

 

Pengelola CMC pantai Tiga Warna, Malang, memeriksa bawaan wisatawan yang hendak pulang terkait sampah agar dibawa pulang sehingga tidak mengotori pantai. Foto : Eko Widianto/Mongabay Indonesia

 

Pesisir selatan Malang juga berfungsi sebagai kawasan lindung dengan nilai fungsi ekologi. Hutan mangrove dan terumbu karang harus dijaga. Jika rusak, bakal menganggu kehidupan biota laut. Selain itu, pesisir pantai juga terhampar hutan lindung Malang selatan berupa kawasan hutan tersisa di Jawa.

“Hutan hujan tropis tersisa. Jika wisata dibuka seperti di Banyuwangi dan Bali itu tak tepat. Kawasan pesisir Malang juga menjadi perlindungan dari bahaya tsunami,” katanya. Malang juga memiliki kawasan ekstuari yang memiliki fungsi ekologis tinggi. Jika tak diperhatikan bakal mengancam menurunnya derajat ekologi kawasan.

Selain itu, ancaman lebih dahsyat adalah tambang pasir besi. Eksploitasi pasir besi di Malang selatan bakal merusak kawasan. Sementara kawasan pesisir memiliki fungsi nilai ekologi tinggi. Fungsi kawasan sebagai penyelamatan, pelindung bencana tsunami dan menghadang tsunami.

“Mengelola pesisir untuk wisatawan massal tak tepat,” katanya. Namun harus dikelola wisata pantai berbasis ekologis. Menikmati pemandangan alam, hutan, laut dan satwa. Memancing, Dilarang snorkling di kawasan terumbu karang yang bakal merusak karang. “Kalau dibiarkan, pemerintah secara legal memberikan bencana alam terhadap warga. Bukan melindungi.”

 

Exit mobile version