Mongabay.co.id

Hukuman Cambuk Menanti Pejabat Aceh, yang Membiarkan Satwa Liar Dilindungi Terancam

 

 

Dewan Perwakilan Rakyat [DPR] Aceh sedang menyusun peraturan daerah atau Qanun Perlindungan Satwa Liar. Dalam rancangan itu disebutkan, pejabat Pemerintah Aceh yang membiarkan terancamnya kehidupan satwa liar dilindungi di hutan, akan dihukum 100 kali cambuk atau denda 1.000 gram emas murni.

Rancangan qanun yang disusun Komisi II DPR Aceh itu, merupakan bentuk kekhawatiran maraknya kematian satwa liar akibat perburuan. Juga, seringnya konflik satwa liar dengan manusia terjadi, terutama gajah, di Aceh.

Ketua Komisi II DPR Aceh, Nurzahri, saat menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum [RDPU] Rancangan Qanun Satwa itu mengatakan, qanun nantinya mengatur perlindungan satwa liar. Tujuannya, meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya kelestarian.

“Qanun akan mengatur kewajiban Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat dalam hal melindungi satwa liar. Adanya Qanun, memberikan solusi kehidupan satwa liar dilindungi atau terancam punah sekaligus mengatasi konflik yang ada,” terangnya, Jumat [30/8/2019].

Nurzahri berharap, selain tidak dipersepsi sebagai hama oleh masyarakat, satwa liar juga harus dipahami sebagai harta berharga Provinsi Aceh. Menurut dia, masyarakat di negara lain yang memiliki satwa langka, telah bisa meningkatkan kehidupannya dengan mengelola wisata, khususnya wisata hutan.

“Kita berharap, hal tersebut bisa diterapkan di Aceh. Paling penting, satwa-satwa tersebut tidak dibunuh dan hutan sebagai habitatnya dipertahankan,” jelasnya.

Baca: Manusia Memang Kejam Pada Gajah Sumatera

 

Gajah sumatera ini mati akibat tersengat listrik arus tinggi di Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, 14 Oktober 2017 lalu. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Upaya perlindungan

Nurzahri menambahkan, rancangan Qanun Satwa Liar tidak dibuat DPR Aceh sendiri, tapi dibantu lembaga swadaya masyarakat dan masukan pendapat ahli. “Dalam Qanun dipertegas, satwa liar dari Aceh tidak boleh dibawa keluar.”

Satwa liar yang dimaksud, bukan hanya yang dilindungi secara nasional. Tapi juga, satwa prioritas yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Aceh.

Qanun itu juga mengatur, semua aktivitas pemanfaatan dan pengendalian ruang sebagai objek atau tempat melaksanakan kegiatan/program, wajib menyesuaikan dengan rencana strategis konservasi dan rencana aksi perlindungan satwa liar. Juga, berkoordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Aceh yang mengurus kehutanan, sub-bidang konservasi dan perlindungan satwa liar.

Dalam rancangan qanun juga disebutkan, Pemeritah Aceh diminta mempertahankan habitat permanen satwa liar, serta memulihkan spesies kunci. Penetapan zona perlindungan intensif dapat diberlakukan untuk mewujudkan hal tersebut.

Baca juga: Sudah Saatnya Pemelihara Orangutan Diproses Hukum

 

Evakuasi orangutan dilakukan untuk menyelamatkan satwa dilindungi ini dari konflik atau habitatnya yang rusak. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Nurzahri melanjutkan, untuk perlindungan habitat, setiap orang dilarang merencanakan atau mengganggu dan merusak habitat satwa liar, melakukan kegiatan yang mengancam plasma nutfah, membuat, mempergunakan dan memasang jerat dari jenis bahan yang mengancam satwa liar dilindungi. Juga, dilarang mencemari sumber-sumber air dan atau sumber makanan yang ada.

Selain diancam hukuman melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku yang merusak habitat satwa liar juga akan dihukum lagi. “Dicambuk 60 kali atau denda 600 gram emas. Sementara pejabat yang lalai sudah jelas, hukuman cambuk 100 kali atau denda 1.000 gram emas murni,” paparnya.

 

Kasus beruang kena jerat babi yang dipasang pemburu, hingga harus diamputasi ini terjadi pada 11 Juni 2019. Foto: BKSDA Aceh

 

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Sapto Aji Prabowo, mengapresiasi aturan perlindungan satwa liar tersebut.

“Selama untuk kepentingan perlindungan satwa liar dilindungi, kami sangat mendukung. Dalam beberapa kali pertemuan, BKSDA telah memberi masukan untuk kesempurnaan qanun tersebut,” sebutnya, Rabu [04/9/2019]

Sapto berharap, aturan itu tidak dibuat buru-buru atau kejar tayang. “Ini sangat penting, sehingga benar-benar menyentuh perlindungan satwa liar dan habitatnya. Tidak ada yang tertinggal dan pastinya tidak bertentangan dengan aturan lebih tinggi,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version