Mongabay.co.id

Lahan Gambut Jambi Masih Membara, Berikut Foto-fotonya

Asap memenuhi perkebunan sawit di Tanjung Jabung Timur, Jambi, karena kebakaran gambut masih berlangsung. Foto: Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Kebakaran di lahan gambut Jambi, belum usai walau sempat diguyur hujan selama tiga hari pekan lalu. Sejak 28 Agustus 2019, kebakaran hutan dan lahan terjadi di Desa Catur Rahayu, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Sekitar 80 hektar lahan terbakar di Dendang itu terdiri dari lahan masyarakat dan dua konsesi perusahaan, PT Atga dan PT Kaswari Unggul.

Berdasarkan pantauan sensor modis tertanggal 4 September,  di Jambi terdapat 62 titik api (hotspot). Sekitar 50 titik api tersebar di Tanjung Jabung Timur, sisanya, di Muarojambi (5), Tanjung Jabung Barat (3), Sarolangun (2), dan Bungo serta Merangin, masing masing satu titik api.

Baca juga: Kebakaran Gambut Jambi, Kualitas Udara Buruk, Sekolah Diliburkan

Dari 50 hotspot terpantau di Tanjabtim, 37 tersebar di Kecamatan Dendang, 13 di Kecamatan Sadu. BPBD Tanjabtim mengatakan, pantauan sensor modis itu.

Saat ini, Dendang merupakan lokasi karthutla terparah, di Desa Catur Rahayu dan Desa Jati Mulyo.

 

Lokasi Hutan Lindung Gambut Londerang yang terbakar, Lokasi ini baru direstorasi oleh WWF indonesia dengan menanam tumbuhan hutan khas rawa seperti jelutung rawa, pulai dan lain-lain. Saat ini, 90% terbakar. Luas hutan lindung gambut Londerang sekitar 12.500 hektar. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Pantauan Mongabay, di lokasi kebakaran ada sekitar enam petugas dari PT Atga bertugas memadamkan api. Yusro, Ketua Patroli Pemadaman Api mengatakan, mereka sudah di lokasi sejak empat hari lalu dan api terus menjalar. “Malam tadi parah sekali, sampai kami tak sanggup memadamkan. Ini juga dibantu Satgas Karhutla. Api sempat membesar, kalau pagi ini sudah agak sedikit padam,”katanya.

Yusro terlihat pakai penutup mulut seadanya, dengan sebuah selang sepanjang 20 meter, mereka menyedot air dari kanal untuk memadamkan api. Setiap 10 menit, satu helikopter lalu lalang untuk water bombing.

Kebakaran PT Atga bukan pertama kali, pada 2015, satu manajer perusahaan ditahan dan dihukum atas dugaan kelalaian.

Menurut Yusro, kebakaran bukanlah karena perusahaan membuka lahan dengan membakar. Dia menduga api dari Desa Sungai Aur, Kecamatan Kumpeh, Muarojambi. “Desa ini berjarak empat kilometer dari sini, dan satu hamparan. Kebakaran berawal di sana,”katanya.

Bambang , warga Desa Koto Kandis Dendang di sekitar areal kebakaran mengatakan, semalaman asap sangat parah dan masuk sampai dalam rumah meski mereka menutup pintu dan jendela. ”Semalam sayo dak dapat tidur, masuk ke kamar asap, sampai anak sayo batuk dua hari ini. Saya berharap cepat padamlah apinyo,” katanya.

 

Lokasi Hutan Lindung Gambut Londerang . Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Soal kebakaran di perusahaan sawit Atga dan perusahaan lain di lahan gambut yang berulang, Rudi Syaf Direktur Warsi mengatakan, hal itu mengindikasikan perusahaan tak mampu mengelola gambut. Seharusnya, perusahaan mematuhi aturan untuk mengelola gambut guna mencegah kebakaran.

Berdasarkan PP 5/2016, tinggi muka air gambut hanya 40 cm dari permukaan tanah. “Artinya, perusahaan harus membuat sekat kanal. Ketika ini tidak dipatuhi, akan sangat mungkin gambut kering dan terbakar.”

Selain itu, perusahaan juga wajib menyediakan peralatan pengendalian kebakaran, dan sumber daya manusia. Kala ini tak maksimal, mereka bisa sulit mengendalikan kebakaran.

Dengan terulangnya kebakaran ini, Warsi mendesak pemerintah kaji ulang izin-izin di areal gambut. Kemudian penegakan hukum terhadap kelalaian yang menyebabkan areal terbakar. “Hukumnya tak perlu diperbaharui, tetapi implementasi harus ketat.”

 

Kebakaran di areal perusahaan sawit PT Atga di Tanjung Jabung Timur. Foto: Mongabay Indonesia

 

Tak jauh dari PT Atga, ada hutan lindung gambut Londerang juga terbakar. Lokasi ini kawasan restorasi yang mendapatkan dukungan dari WWF, BRG, MCAI juga habis dilahap api. Keadaan ini menunjukkan, kegagalan dalam program restorasi.

Rudiansyah, Direktur Eksekutif Walhi Jambi mengatakan, restorasi BRG dan mitra tampak tidak berjalan baik. ”Bagaimana memetakan wilayah-wilayah, pembangunan infrastruktur sumur bor, sekat kanal tidak menjawab masalah.”

Rencana kerja restorasi juga berdasarkan spot-spot, seharusnya, kata Rudi, satu ekosistem. “Pertanggungjawaban wilayah dikotak-kotakkan. Penataan restorasi secara visualisasi dan implementasi di lapangan tak ada kesepakatan atau duduk bersama antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah.” Maksud Rudi kerja restorasi gambut jadi terkotak-kotak ini karena BRG dan mitra, di luar konsesi perusahaan. Untuk  restorasi perusahaan, ditangani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Belum lagi, katanya, rencana pemulihan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tak pernah terbuka . “Negara tak lakukan audit kepatuhan, seperti alat pemadam kebakaran, sumber daya manusia dan antisipasi seperti apa.”

 

Keterangan foto utama: Asap memenuhi perkebunan sawit di Tanjung Jabung Timur, Jambi, karena kebakaran gambut masih berlangsung. Foto: Mongabay Indonesia

Kebakaran di areal perusahaan sawit, PT Atga. Foto: Mongabay Indonesia
Berjibaku memadamkan gambut yang terbakar di area kebun sawit perusahaan di Tanjung Jabung Timur, Jambi. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version