Mongabay.co.id

Tumpahan Minyak Pertamina, Derita Warga Menanggung Beban Pencemaran

 

 

Tangis Muhamad Malik membangunkan tidur siang Sanah [25], pada Selasa [03/9/2019]. Bayi laki-laki 4 bulan itu rewel. Meski ngantuk, Sanah menggendong Malik ke luar kamar.

“Angin laut kerap menebar bau minyak, mengganggu pernafasan,” katanya.

Saat aroma tak sedap makin kental menyengat, Sanah pun lebih cepat mengipasi buah hatinya. Tangis Malik reda, pertanda mulai nyaman tidurnya.

Rumah Sanah di Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, berjarak kurang 10 meter dari bibir pantai. Tepat, di depan rumahnya yang ukuran 9 x 5 meter persegi, sisa tumpahan minyak masih berserakan.

Tumpahan akibat kebocoran di anjungan Lepas Pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java atau PHE ONWJ itu, sudah terjadi sejak 12 Juli 2019. Perlahan, warga mulai menuai dampaknya, kesehatan terganggu.

“Gangguan kesehatan anak, itu yang terus saya pikirkan. Apalagi bayi,” ucap Sanah gusar.

Bau pekat minyak memang memenuhi isi rumah. Malam hari paling terasa. Di rumah itu, Sanah bersama suami, keponakan, dan dua mertuanya, kerap pusing, mual, hingga batuk akibat menghirup udara terkontaminasi.

Baca: Tumpahan Minyak Pertamina Masuk Perumahan Warga, Tindakan Kementerian Lingkungan?

 

Warga membersihkan pantai yang tercemar tumpahan minyak pertamina di Pantai Samudera, Desa Sukamulya, Kecamatan Pusaka Jaya Utara, Karawang, Jawa Barat. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Berjarak 100 meter dari halaman Sekolah Dasar Negeri Cemarajaya 1, mobil ambulans Pertamina parkir. Sejumlah siswa antri, ingin diperiksa.

Di sini, aktivitas belajar masih berlangsung, meski hampir sebagian besar siswa terganganggu kesehatannya. Fajar, siswa kelas VI, salah satunya.

“Sudah diperiksa dokter kan?” tanya petugas memastikan. Petugas itu menyebutkan keluhan bocah 12 tahun yang pusing dan sesak nafas, “Obatnya diminum sehari dua kali ya, jangan lupa pakai masker,” urainya.

Kesedihan lain yang dirasakan Fajar adalah tidak bisa lagi mencari ikan di pinggir pantai. Hal rutin yang biasa ia lakukan sebelum laut dan pantai tercemar.

Baca: Soal Tumpahan Minyak Pertamina di Karawang, Berikut Masukan Pakar Hukum Pertambangan

 

Pantai ini tercemar, masyarakat tidak bisa lagi beraktivitas seperti biasa di Pantai Samudera, Desa Sukamulya, Kecamatan Pusaka Jaya Utara, Karawang, Jawa Barat. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Tenaga medis yang diperbantukan dari Rumah Sakit Pertamina Pusat ini berkala memantau kesehatan warga. Mengandalkan satu ambulans, mereka keliling desa-desa terdampak, setiap minggu. Cara ini untuk membantu masyarakat, mengingat puskesmas terdekat jaraknya 10 kilometer dari Desa Cemarajaya.

Dokter Umum Septian Dwi membenarkan, jika tumpahan minyak dapat berpengaruh pada kesehatan. Baik balita hingga orang dewasa, semua rentan terkena gejala sesak nafas, batuk, tenggorokan kering, pusing, dan mual.

Akan membahayakan bila warga memiliki riwayat penyakit asma dan darah tinggi. Dia menganjurkan warga menjauhi pesisir hingga jarak 100 meter.

“Bagi warga yang diperbantukan membersihkan tumpahan minyak di pesisir, disarankan selalu memakai masker dan hindari kontak langsung,” paparnya.

Baca: Pertamina Enggan Buka Data Semburan Minyak di Karawang

 

Tumpahan minyak di anjungan Lepas Pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java atau PHE ONWJ itu, sudah terjadi sejak 12 Juli 2019. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Beranjak sore, belasan ibu masih berjibaku mengangkut pasir bercampur tumpahan minyak di Pantai Samudera, Desa Sukamulya, Kecamatan Pusaka Jaya Utara. Desa ini sekitar 5 kilometer dari Cemarajaya. Mereka juga ikut nenanggung beban tercemarnya lingkungan, dan tak punya pilihan, selain membersihkan minyak.

Seperti yang dialami Darsiti [46]. Kebocoran minyak telah mengganggu mata pencahariannya. Meski dibayar Rp100.000 tiap hari oleh Pertamina, jumlah itu lebih kecil dari penghasilan hariannya sebagai penjual ikan, rata-rata Rp200.000 – Rp300.000.

“Pekerjaan ini adalah penghasilan kami dua bulan terakhir, meski berisiko,” ucanya.

Risiko itu adalah kesehatan ketika bekerja, menghirup udara bau. Suaminya juga turut diperbantukan. Setiap kali menerima upah, penghasilan keduanya disisipkan untuk pemeriksaan kesehatan, serta membeli air bersih.

“Air sumur sudah bau minyak, air harus beli untuk keperluan sehari-hari sekitar 10-15 ribu Rupiah.”

Baca juga: Nestapa Masyarakat Pesisir di Tengah Bencana Industri Semburan Minyak

 

Tumpahan minyak Pertamina membuat masyarakat resah, lingkungan mereka tercemar. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Selama dua bulan, warga Desa Sukamulya telah menyisir tumpuhan minyak sejauh dua kilometer. Sepanjang itu pula, air bersih sulit didapat karena tercemar minyak.

Ada tujuh desa terdampak bocoran minyak ini. Desa Pakis [Kecamatan Pakisjaya], Desa Sedari [Kecamatan Cibuaya], Desa Cemarajaya [Kecamatan Cibuaya], Desa Tampaksari [Kecamatan Tirtajaya], Desa Tambaksumur [Kecamatan Tirtajaya], Desa Sungaibuntu [Kecamatan Pedes], dan Desa Pusakajaya Utara [Kecamatan Cilebar].

 

Tanah, air, hingga sumur warga tercemar akibat tumpahan minyak Pertamina di tuhuj desa terdampak di Karawang, Jawa Barat. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Rencana pemulihan

Di Kantor Sekertaris Daerah Karawang, 45 kilometer dari Cemarajaya, rapat penanggulangan tumpahan minyak terus diperbarui. Berdasarkan pendataan terakhir, sebanyak 10 ribu warga pesisir Karawang menjadi korban bencana tumpahan minyak. Mereka adalah nelayan, pembudidaya ikan, petani tambak, dan petani padi.

“Kami telah mengumpulkan data warga terdampak beserta kerusakan lingkungan,” ujar Acep Jamhuri, Sekretaris Daerah Karawang, usai rapat.

Rencananya, kata Acep, penanganan tumpahan minyak bakal dilakukan bertahap. Paling awal, penanggulangan bencana, penutupan sumur bocor sekaligus pembersihan perairan.

Berikutnya, pemulihan lingkungan serta pascapemulihan. Ia menegaskan, Pertamina sudah menyanggupi.

 

Tumpahan minyak berpengaruh pada kesehatan balita hingga orang dewasa: batuk, pusing, juga mual. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Di tempat sama, Vice President Relations Pertamina Hulu Energi, Ifki Sukarya menuturkan, Pertamina bakal mengakomodir kompensasi ganti rugi berdasarkan data valid dan terverifikasi. Harus by name by address agar memudahkan pembagiannya.

Kendati begitu, nominal belum ditentukan. Terkait sampai kapan kompensasi diberikan, belum diketahui. Akan tetapi, ada wacana relokasi bagi mereka yang terdampak paling parah.

 

Siswa Sekolah Dasar juga tidak lepas dari pantauan kesehatan tenaga medis, untuk memastikan mereka tidak mengalami gangguan kesehatan. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Saat ini, Pertamina berupaya menutup sumur YY-A1. Penanganannya, menggali sumur baru untuk menyetop semburan minyak. “Informasi terakhir, penggalian telah mencapai kedalaman 8.250 kaki dari target 9.000 kaki [2.743 meter]. Artinya, ujung pipa sumur baru akan bertemu dengan pipa sumur yang bocor,” ujar Ifki.

Jika kebocoran berhasil ditutup, Pertamina akan melakukan tindakan pascapemulihan. Ifki optimis, awal Oktober selesai. Pada tahap pemulihan, Pertamina memiliki prosedur penanganan lingkungan selama enam bulan.

Terlepas komitmen tersebut, Pertamina enggan menyebut rinci luasan wilayah tercemar. Selama ini, data yang diungkapkan ke publik hanya perihal minyak bocor sekitar 3.000 barrel per hari.

 

Warga harus menanggung beban lingkungan akibat tempat hidup mereka tercemar minyak Pertamina. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Tidak terbuka

Dihubungi terpisah, Direktur Walhi Jawa Barat Meiki Paendong menilai, Pertamina tidak terbuka mengenai langkah penanggulangan minyak. Meiki juga mempertanyakan metode pemulihan yang dilakukan perusahan minyak plat merah tersebut.

“Akses informasi luasan cemaran tidak ada. Contoh lain, misalnya, kemana dibuangnya pasir terkontaminasi limbah kategori B3 setelah diangkut,” paparnya. Data terakhir Walhi menyebut, cemaran minyak telah mengotori area laut Karawang, termasuk pesisir sekitar 54.670 hektar.

Peristiwa ini mengingatkan tragedi putusnya penyalur minyak mentah milik Pertamina di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, tahun lalu. Minyak mencemari teluk sekitar 7.000 hektar. “Sejauh mana indikator keberhasilan pemulihan lingkungan perlu diukur komperhensif,” paparnya.

 

Nelayan juga ikut merasakan perairan yang tercemar tumpahan minyak Pertamina. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Sementara itu, Organisasi Perangkat Daerah [OPD] Kementerian Kelautan dan Perikanan Provinsi DKI Jakarta menemukan dua bangkai lumba-lumba hidung botol [Tursiops truncates] di sekitar perairan Karawang, Jumat [06/9/2019]. Bangkai tersebut diteliti di laboratorium, dengan uji karbonat guna mengetahui kandungan zat kimia yang ada.

“Dua minggu lagi hasilnya keluar. Nanti ada rekomendasi pemulihan lingkungan, baik di darat maupun laut,” ujar Deden Solihin, Pelaksana Satuan Kerja OPD DKI Jakarta Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Serang kepada Mongabay Indonesia.

Dihubungi terpisah, M.R. Karliansyah, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] mengatakan, untuk masyarakat Desa Cemarajaya sebanyak 18 kepala keluarga telah dievakuasi. Terutama ibu hamil, balita dan lansia.

“Telah dipindahkan juga sementara [kontrak rumah], 10 kepala keluarga di Pisangan,” jelasnya singkat, melalui pesan WhatsApp, Rabu [11/9/2019].

 

 

Exit mobile version