Mongabay.co.id

Asap Karhutla Selimuti Riau, Warga Terserang ISPA, Petugas Pemadam Mulai Sakit

Murid SDN 189 Pekanbaru sebelumnya tidak mengenakan masker ke sekolah. Sebagian hanya menggunakan masker kain yang dicuci ulang. Pemerintah harus serius lagi dalam penyediaan masker yang layak, yang mampu menghalangi atau setidaknya meminimalisir PM2,5. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Meskipun sempat hujan, pekan ini kabut asap pekat kembali mendatangi Riau. Kebakaran hutan dan lahan, kembali membara. Pada Kamis (12/9/19), kualitas udara sampai level berbahaya. Tak pelak, banyak warga menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Rizka, tenaga pengajar di Sekolah Islam Abdurrab, harus masuk instalasi gawat darurat Eka Hospital, Jalan Soekarno-Hatta, Pekanbaru, Riau pukul 11.45, Selasa (10/9/19). Dia sesak napas dan batuk kering. Setelah diperiksa dokter, tak ada tanda-tanda asma dan gangguan vital, baik tensi, nadi maupun demam.

Rizka didiagnosa terkena ISPA dan langsung diberi oksigen dan nebulizer. Setelah tenang, pukul 13.20, Rizka boleh pulang.

Hari sama, empat siswi SMAN 1 Dumai juga dibawa ke Klinik Chevron dalam kondisi pusing, lemah dan sesak napas. Mereka langsung diberi tambahan oksigen, sekitar satu jam boleh pulang.

Hafidz Permana, Kabid Pelayanan Kesehatan Dumai, mengatakan, selain asap pekat pada pagi hari di Dumai, dua dari empat siswi itu juga belum sarapan ketika berangkat ke sekolah. Pihak sekolah langsung memulangkan seluruh siswa setelah kejadian itu.

Kualitas udara di Pekanbaru dan Dumai, dalam kondisi tidak sehat bahkan berbahaya. Di Pekanbaru, berdasarkan pantauan indeks kualitas udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, udara wilayah Rumbai—satu dari empat titik pantau— terus memburuk sejak awal September.

Berdasarkan parameter kiritikal indeks standar pencemaran udara PM10, mulai 1-3 September, kualitas udara di Rumbai, tidak sehat. Sehari kemudian sempat normal, tetapi kembali sangat tak sehat pada 7 September hingga level berbahaya pada 10-11 September. Selain Rumbai, kualitas udara di Tenayan Raya dan Libo juga tidak sehat.

Di Dumai, kualitas udara dua hari belakangan juga berbahaya atau menunjukkan warna hitam pada alat pengukur indeks pencemaran udara milik Chevron. Situasi itu mulai pukul 6.00 sampai menjelang siang dan bertahan pada kondisi tidak sehat.

 

Asap pekat selimuti Pekanbaru, Riau, Kamis (12/9/19). Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Dinas Kesehatan Dumai merujuk laporan kualitas udara itu guna mengeluarkan rekomendasi ke Dinas Pendidikan untuk penetapan libur sekolah. Beberapa sekolah di Dumai sudah setop belajar mengajar. Sebagian sekolah melihat dulu kondisi kualitas udara di masing-masing tempat.

Begitu juga di Pekanbaru. Sejak 9 September, beberapa sekolah telah memulangkan siswa lebih awal. Seperti Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pekanbaru.

Hari itu, Gubernur Riau, Syamsuar, telah perintahkan libur sekolah bagi daerah yang terdampak karhutla dan asap. Dinas Pendidikan Riau menyambut perintah itu dengan mengeluarkan surat ke seluruh SMA/SMK dan SLB se-Riau kala angka indeks standar pencemaran udara (ISPU) 200-299 (sangat tidak sehat). Bila angka naik 300 atau berbahaya, semua aktivitas sekolah harus setop total.

Meski sudah ada perintah gubernur, SDN 189 Pekanbaru, Jalan Cipta Karya, masih proses belajar mengajar. Kepala Sekolah, Yuli Astuti menunggu perintah atasan alias Wali Kota Pekanbaru, Firdaus. Dinas Pendidikan Pekanbaru, baru mengirim edaran libur sekolah satu hari kemudian.

Laporan Kepala Dinas Kesehatan Riau, Mimi Yuliani, sepanjang Januari-September 2019, peningkatan penderita ISPA terjadi pada Agustus. Kenaikan sampai 10.00 kasus dari seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk pneumonia, iritasi mata, iritasi kulit dan asma.

Penderita ISPA sepanjang 2019 sebanyak 281.626 orang terdampak. Angka ISPA dalam empat tahun berturut-turut (2014-2018, 639.548, 720.844, 565.711, dan 529.232 orang terdampak.

“Kita sudah minta seluruh dinas kesehatan bikin edaran antisipasi penanggulangan krisis akibat dampak asap. Juga bekerjasama dengan dokter spesialis untuk mendeteksi penyakit akibat karhutla,” kata Mimi.

 

Sumber: JIkalahari

 

 

Bagi-bagi masker

Selama asap pekat, sejumlah komunitas dan masyarakat sipil bagi-bagi masker, salah satu Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) di SDN 034 Desa Tarai Bangun, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Jumat (6/9/19).

Sekitar 800 murid, yang belajar mengajar pagi dan siang hari. Jikalahari hanya beri 200 masker N95 untuk murid sekolah pagi. Mereka tengah berlatih untuk persiapan upacara bendera yang rutin tiap Senin. Jikalahari, memilih murid sekolah dasar karena lebih rentan terdampak asap karhutla.

Siti Aisyah, Wakil Kepala Sekolah, mengatakan, belum ada bantuan masker ke sekolah, kecuali dari seorang guru di sana yang kebetulan punya apotik. Hanya sebagian murid yang mengenakan masker saat diantar orangtua atau wali murid ke sekolah. Itupun masker kain yang biasa dicuci kembali setelah beberapa hari digunakan.

Pihak sekolah pernah memulangkan murid lebih awal ketika asap begitu pekat. Selama diselimuti asap ini pun, mereka membatasi para murid beraktivitas di luar kelas. Murid-murid itu juga dilarang keluar kelas bila orangtua atau wali murid terlambat menjemput.

 

Dalam siatuasi asap yang kian pekat, tidak semua pengendara menggunakan masker. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Belum ada imbauan dari Dinas Pendidikan Kampar untuk meliburkan sekolah saat itu. Kecuali setelah ada perintah Gubernur Syamsuar.

Pagi itu, Kepala Puskesmas Tambang bersama tenaga kesehatan di sana juga bagikan masker di Jalan Raya Rimbo Panjang dan TK Nurul Hidayah, sebelahan dengan Puskesmas. Kepala TK Jasda Ningsih, mengatakan, hampir tiap pagi ada anak-anak izin libur sekolah karena sakit. Pihak sekolah belum dapat pastikan keluhan sakit anak-anak itu.

Masril, Kepala Puskesmas Tambang, bayi dan anak-anak adalah kelompok umur paling banyak berobat karena gangguan saluran pernapasan selama asap karhutla. Rata-rata mereka terkena ISPA.

Gejala awal anak-anak yang datang berobat: batu, pilek dan demam ringan. Sudah 3.622 penderita ISPA di Kecamatan Tambang. Puskesmas menyarankan, orangtua mengurangi aktivitas anak-anaknya di luar rumah.

Tiap desa dan puskesmas pembantu (Pustu) juga memantau dampak asap lain, seperti infeksi saluran pernapasan, pneumonia, asma, iritasi kulit dan mata. Semua dampak itu jadi keluhan masyarakat ketika berobat di Puskesmas.

“Klinik swastapun kita minta untuk memantau dan memberi informasi bila mendapati keluhan serupa,” kata Masril, usai pembagian masker.

Puskesmas Tambang juga bagikan 6.000 masker ke tiap kantor desa, pustu, sekolah termasuk penyuluh kesehatan sampai Polsek. Belum semua sekolah menerima masker karena keterbatasan persediaan.

Dinas Kesehatan Dumai. Katanya, menyalurkan 100.000 masker. Dinas Kesehatan Riau, 624.000 masker. Untuk memudahkan masyarakat berobat, dibuka posko kesehatan di tiap kabupaten dan kota maupun lokasi yang jauh dari jangkauan masyarakat.

 

  

Evaluasi penanganan karhutla

Selasa pagi 10 September, Satgas Karhutla Riau, rapat evaluasi di Posko Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru. Informasi terakhir, konsentrasi karhutla berada di selatan Riau: Pelalawan, Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir, sampai ke perbatasan Jambi.

Menurut Jim Gafur Kabid Kedaruratan BPBD Riau, titik api sebenarnya hampir tersebar di seluruh Riau. Hanya Rokan Hulu dan Kuantan Singingi, stabil.

Titik api paling besar ada di sejumlah lokasi di Pelalawan: Sotol, Kerumutan dan Taman Nasional Tesso Nilo. Sedangkan Indragiri Hilir: Gaung Anak Serka, Batang Tuaka sampai perbatasan Indragiri Hulu. Luas Karhutla di Kerumutan, Pelalawan juga menyebar sampai ke Indragiri Hulu.

Tim satgas terus memadamkan api lewat darat maupun udara. Luas karhutla di Riau sampai 9 September 6.541,76 hektar, paling luas di Bengkalis.

Saat ini, hanya dua helikopter dapat untuk pemadaman lewat udara. Tiga dari tujuh helikopter BNPB menunggu perpanjangan kontrak. Satgas udara berupaya menghemat waktu untuk bom air agar hasil tidak sia-sia.

Meski begitu, satgas udara tetap minta kerjasama tim darat termasuk perusahaan, seperti tak sekat bakar untuk menahan laju api ketika angin kencang. Ini juga dapat mengurangi jam terbang helikopter. Beberapa wilayah yang tak ada sekat bakar, tim satgas udara terpaksa membasahi areal yang belum terbakar terlebih dahulu.

Melihat ketersediaan helikopter saat ini, satgas udara ragu dapat menanggulangi karhutla dia minggu ke depan. Setelah diprediksi arah angin dan potensi awan, mereka yakin, penyemaian untuk hujan buatan adalah solusinya.

Pemadaman lewat darat juga tak selalu berjalan mulus. Jumlah tim satgas darat 5.809 personil terdiri dari 4.400 TNI dan Polri, masih belum cukup.

Menurut Danrem 031 Wira Bima Brigjend TNI M Fadjar, mencegah lebih efektif dalam menanggulangi karhutla. Satgas darat juga membentuk satgas gabungan atas arahan Presiden Joko Widodo ke BNPB untuk pencegahan, seperti sosialisasi dan pendampingan masyarakat.

Selain itu, satgas darat juga dapat tambahan pasukan dari Batalyon Satria Sandi Yudha Kostrad, khusus menangkap pelaku pembakar hutan dan lahan. Mereka dilengkapi senjata. Wilayah operasi Taman Nasional Tesso Nilo.

Saat ini, TNI sudah menangkap 19 pelaku dan diserahkan di tiap Polres dan Polda Riau. Brigjend TNI M Fadjar juga Wadan Satgas Karhutla, minta perusahaan di Riau juga turut menyediakan sarana prasarana pemadaman untuk tim yang bertugas.

Selain TNI dan Polri, satgas darat juga dibantu tim Manggala Agni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pekanbaru.

 

Upaya pemadaman karhutla di Riau. Foto: BNPB

 

Kesehatan petugas

Setelah lebih dari 100 hari masa pemadaman api, beberapa anggota mulai mengalami penurunan kesehatan. Tim Manggala Agni cukup banyak, tetapi peralatan minim. Hanya beberapa satuan yang punya peralatan.

“Kami mohon peralatan pemadaman skala kecil untuk bekal petugas. Jadi, tak perlu menunggu tim lain datang,” kata Edwin Kepala Operasional Manggala Agni Pekanbaru.

Edwin juga minta ada posko lapangan terutama pada lokasi terbakar untuk mendukung logistik dan pelayanan kesehatan. Tim mereka tak ingin terganggu kala memadamkan api karena memikirkan makanan dan obat-obatan. Posko itu juga dapat digunakan untuk pengaduan dan pelayanan kesehatan.

Menurut Edwin, perlu ada serah terima areal yang telah dipadamkan pada perangkat desa setempat agar ada tanggungjawab memantau lokasi bekas terbakar itu. Pengalaman Manggala Agni, perangkat desa di lokasi kebakaran tak pernah membantu tim padamkan api. Kebakaran berulang-ulang yang mereka tangani juga karena kesengajaan dibakar.

Satgas penegakan hukum yang dikomandoi Polda Riau telah menetapkan 42 orang tersangka dan satu perusahaan. Luas lahan terbakar jadi bukti proses hukum tersangka itu sekitar 501,7 hektar.

 

Murid SDN 189 Pekanbaru sebelumnya tidak mengenakan masker ke sekolah. Sebagian hanya menggunakan masker kain yang dicuci ulang. Pemerintah harus serius lagi dalam penyediaan masker yang layak, yang mampu menghalangi atau setidaknya meminimalisir PM2,5. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version