Mongabay.co.id

Jambi Masih Membara, Perkumpulan Hijau: Evaluasi Izin di Lahan Gambut

Petugas BPBD Batanghari memadamkan api yang membakar lahan warga di Muara Bulian. Kebakaran diduga karena kesengajaan. Foto: Yotno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Kebakaran hutan dan lahan di Jambi, belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Kabut asap masih pekat menyelimuti lebih dari separuh wilayah Jambi, terutama Muarojambi, Tanjug Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, daerah gambut terbesar di provinsi ini.

Pada Rabu 11 September, kabut asap terlihat pekat di Muarojambi. Banyak warga mengeluh sakit tenggorokan dan mata perih.

Berdasarkan pantauan satelit Terra, Aqua dan Suomi NPP tercatat 231 titik api (hotspot) di Jambi, 127 di Muarojambi. 70 Tanjung Jabung Timur, dan Tanjung Jabung Barat 15. Selebihnya di Tebo, Sarolangun.

Masnah Busro, Bupati Muarojambi meminta, seluruh camat mengumpulkan semua kepala desa agar ikut membantu memadamkan api. Lebih dari sebulan, perusahaan perkebunan dan HTI di Muarojambi diminta gotong-royong menangani kebakaan hutan dan lahan (karhutla).

Data KKI Warsi menyebut, dari Januari-Agustus, luas kebakaran di Jambi mencapai 18.584 hektar, 8.000 hektar lebih di kawasan gambut. Data ini diambil berdasarkan Citra Satelit Lansat TM 8.

“Kemungkinan data ini meleset itu kecil sekali,” kata Direktur KKI Warsi, Rudi Syaf.

Data ini sontak mengejutkan banyak pihak, karena laporan dari Satgas Karhutla Jambi luas kebakaran hanya 700 hektar.

Wasrsi mencatat, dari Januari-8 September, ada 8.102 titik api. Kebakaran terparah di kawasan restorasi 6.579 hektar, disusul perkebunan sawit 4.358 hektar, HTI 3.499 hektar, lahan masyarakat 2.952 hektar dan HPH 1.193 hektar.

Dari data yang sama, kebakaran lahan gambut di PT Mega Anugrah Sawit (MAS) seluas 785,63 hektar, dan PT Sumbertama Nusa Pertiwi (SNP) seluas 726,1 hektar. Kedua konsesi perusahaan berada di Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muarojambi, Jambi.

Lahan gambut itu mulai terbakar sejak 28 Juli lalu dan membuat banyak warga Desa Sipin Teluk Duren dan Desa Arang-Arang, terpapar asap.

 

Konsesi PT MAS di Desa Sipik, Muarojambi, pasca sebulan terbakar. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

***

Minggu sekitar pukul 11.30 siang, Sarkim, Ketua masyarakat peduli api (MPA) Desa Arang-Arang dapat laporan dari petugas penjaga api PT SNP kalau ada api di kebun nenas milik warga Desa Sipin Teluk Duren, yang berbatasan dengan perkebunan sawit perusahaan.

“Api itu sudah 300 meter belum sampai satu jam, lari api begitu cepat ke arah utara,” katanya.

Sekitar pukul 04,00 sore, tim Manggala Agni, BPBD, TNI datang ke lokasi dan mulai pemadaman. Lebih dari 100 petugas penjaga api SNP dan delapan mesin Tohatsu dikerahkan memadamkan api. Sarkim bilang, api begitu besar dan cepat membakar perkebunan warga sepanjang empat kilometer di sisi SNP yang tersekat kanal.

“Sehari semalam belum sampai, api (kebakaran) sudah dua kilo (km).”

Kebakaran terjadi berdampak pada kesehatan warga sekitar konsesi. Lutpiyah, warga Desa Arang-arang, sempat dua minggu batuk dan demam gara-gara kabut asap kebakaran di MAS dan SNP.

“Kalau malam sesak napas, batuk, susah tidur.”

“Memang kalau malam itu teraso ngisap (menghirup) asap. Kalau siang tidaklah karena mungkin ada angin jadi asap ilang, tapi kalau malam, jam enam, jam tujuh itu sudah ado asap….”

“Beda udara yang dak katik (tak ada) asap, yang katik asap. Kalau yang ado asap bauknya macam keracunan, namonyo bae asap,” kata Wak Den, suami Lutpiyah.

Sebulan sejak api muncul di Desa Sipin Teluk Duren, satgas karhutla masih memadamkan api konsesi MAS. Api masih muncul dari dalam gambut.

 

Petugas BPBD Batanghari memadamkan api yang membakar lahan warga di Muara Bulian. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Udara memburuk

Puluhan ribu warga Jambi menderita infeksi saluran pernafasan akut yang dipicu kabut asap karhutla. Di beberapa wilayah di Jambi, udara dalam kondisi berbahaya.

Kebakaran lahan membuat kualitas udara di Tanjung Jabung Timur, sangat tidak sehat bahkan bahaya. Pada 12 September, laporan Dinas Lingkungan Hidup Tanjung Jabung Timur pada pukul 05.00-11.00 siang, kondisi udara kategori berbahaya.

Di Tanjung Jabung Barat dan Muarojambi, tak kalah parah. Pada Rabu (11/9/19) kabut asap lebih pekat dibanding biasa. “Kemarin itu kabut asap paling parah, sampai kuning. Abu bekas kebakaran itu terbang ke mana-mana,” kata Samsul, warga Desa Suka Maju, Kecamatan Mestong, Muarojambi.

Api yang membakar kawasan restorasi di Kabupaten Tebo juga turut memperburuk kualitas udara. Pada Kamis (12/9/19), DLH Tebo merilis data ISPU di Tebo pada level 399 alias berbahaya.

Posisi Kota Jambi, di tengah kabupaten yang dilanda karhutla turut berdampak buruk pada kualitas udara di ibukota Jambi ini. Sejak Agustus, Kota Jambi, diselimuti kabut asap, kualitas udara buruk. Dalam catatan Mongabay, kondisi terparah pada Selasa (9/9/19) pukul 20,00. Berdasarkan data konsentrasi parameter PM 2,5 yang dipantau per jam dari Air Quality Monitoring System (AQMS) menunjukkan, peningkatan parameter partikulat (debu) PM 2,5 746 μg/m3 kategori berbahaya bagi kesehatan.

“Beberapa hari terakhir di malam hari terjadi peningkatan, rata-rata dari pukul 19.00-23.00. Kalau pagi hari kondisi tidak sehat di atas baku mutu, sempat variasi sedikit pukul 10.00, kondisi sangat tidak sehat,” kata Ardi, Kepala DLH Kota Jambi.

 


Buruknya kualitas udara di Kota Jambi, membuat Dinas Pendidikan harus meliburkan semua siswa TK dan PAUD hingga 13 September. Ini untuk menguragi penderita ISPA dipicu kabut asap. Begitu Muarojambi. Kabut asap pekat, sekolah libur 11-13 September.

Kualitas udara di Kabupaten Batanghari, pada Kamis (9/9/19) juga tak sehat. Nilai ISPU mencapai 110.14. Kondisi ini jadi dasar Dinas Pendidikan Batanghari mengeluarkan surat edaran bernomor 800 tahun 2019 tentang libur sekolah. Seluruh sekolah TK, SD dan SMP libur hingga 14 September.

Kondisi udara di Tebo, yang berbahaya juga direspon Dinas Pendidikan Tebo dengan meliburkan siswa PAUD, TK, SD dan SMP hingga 14 September.

Junaidi Rahmad, Kepala Dinas Pendidikan Tanjab Timur juga memberlakukan hal sama.“Ini karena laporan dari Dinas Lingkungan Hidup, udara dalam ketegori bahaya, maka kita liburkan,” katanya.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tanjab Barat, juga sempat mengumumkan libur untuk anak sekolah khusus siswa TK dan SD kelas I-kelas III karena kabut asap parah.

Kamis (12/9/19), Pemerintah Jambi, mengeluarkan surat edaran menyikapi bahaya kabut asap di Jambi. Ada sembilan poin imbauan disampaikan Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Jambi, Johansyah, pada kepala satuan pendidikan di kabupaten/kota.

Kepala Satuan Pendidikan SMA/SMK/SLB bersama Pengawas Pembina diminta aktif memantau informasi perkembangan kondisi kualitas udara di DLH/Dinas Kesehatan setempat. Pemerintah juga meminta, aktivitas siswa di luar kelas dikurangi.

Selanjutnya, kalau kualitas udara kondisi berbahaya, satuan pendidikan boleh meliburkan siswa atau meperlambat jam masuk sekolah.

Sekolah juga diminta menyiapkan ruang unit kesehatan sekolah (UKS) sebagai ruang pemulihan bagi siswa terpapar asap.

 

Kebakaran di PT MAS, Muarojambi. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

 

Evaluasi izin konsesi

Ferri Irawan, Direktur Pekumpulan Hijau mengatakan, kebakaran lahan gambut karena kanal-kanal perusahaan untuk mengeringkan kawasan konsesi.

Dia mencontohkan, perusahaan HTI dan perkebunan sawit harus membuatkan banyak parit raksasa untuk mengeringkan gambut agar bisa menanam akasia dan sawit. Dampaknya, tidak hanya gambut di dalam konsesi kering, juga gambut milik warga sekitar konsesi juga mengering.

“Keringnya gambut dan sakitnya gambut itu karena itu.”

Ferri mendesak, pemerintah berani mengevaluasi izin HGU, HTI, HPH di kawasan gambut. Karena merekalah sumber kebakaran lahan gambut setiap tahun di Jambi. “Kalau terbukti melanggar, cabut!”

Mantan anggota DPRD Jambi periode 2014-2019, Poprianto menyebut, aturan yang dibuat pemerintah mengantisipasi dan penanganan karhutla telah kuat. Dari mulai KLHK, TNI, Polri, bahkan Presiden ikut mengeluarkan aturan terkait karhutla. Sayangnya, pelaksanaan di lapangan lemah.

Kenyataan, kebakaran hutan dan lahan pada 2015, belum membuat jera para pelaku, terutama korporasi. “ (Penegakan hukum) ada tahap I tidak tuntas, ada tahap II, sudah sampai pengadilan vonis bebas.”

Belum lagi masalah ego sektoral yang ingin menonjolkan diri, namun saat ada risiko tak ada yang berani bertanggung jawab. “Itu jadi masalah, nyaris tak ada kepemimpinan yang berani pasang badan,” katanya.

Dia menilai, negara harus berani menindak tegas perusahaan yang lalai, bahkan sampai dengan pencabutan izin. “Ada aturan, apabila terjadi kebakaran hutan dan lahan (konsesi) berarti (perusahaan) dianggap lalai, itu aturan KLHK. Itu yang (pemerintah) tidak konsekuen melaksanakan aturan.” Dia berharap, KLHK tak membiarkan korporasi-korporasi nakal lepas.

Sampai 12 September, jajaran Polda Jambi telah menetapkan 19 tersangka kahutla, semua perorangan, tak ada perusahaan.

Pada Agustus 2019, DPRD Jambi, mengeluarkan Perda Tata Kelola Gambut. Poprianto bilang, dalam perda itu ada beberapa poin yang ditekankan dalam pengelolaan lahan gambut. Salah satu, perusahaan perkebunan tak lagi diberikan izin di dalam kawasan gambut dengan kedalaman mulai tiga meter.

“Kalau lahan gambut di bawah tiga meter, silakan, tapi tetap basah. Bikin pintu air atau sekat kanal.” Sementara, perusahaan yang terlanjur mendapatkan izin di kawasan gambut dalam, tidak bisa ada perpanjangan izin.

 

Keterangan foto utama: Petugas BPBD Batanghari memadamkan api yang membakar lahan warga di Muara Bulian. Kebakaran diduga karena kesengajaan. Foto: Yotno Suprapto/ Mongabay Indonesia

Kebakaran yang terjadi di areal perusahaan sawit PT ATGA. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Konsesi perusahaan sawit yang terbakar di Muarojambi. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version