Mongabay.co.id

Ajakan Peduli Lingkungan dengan Daur Ulang Sampah

Sekolah Menengah Kerjuruan (SMK) Putra Indonesia yang membuat replika Candi Singhasari dari botol bekas minuman. Ada 1.740 botol bekas minuman ditata menyerupai candi. Para siswa mengenakan kostum kerajaan mengiringi kendaraan hias itu. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Dua kuda putih menarik sebuah kereta kencana melintasi Jalan Tugu Kota Malang, Jawa Timur. Kereta berhias aneka bunga dan tanaman hias. Dua orang mengenakan pakaian bak raja dan ratu duduk di kereta kencana itu. Pakaian terkesan elok, eksotis dengan perpaduan warna hitam dan merah.

Sang ratu mengenakan mahkota dan ornamen indah. Senyum mengembang dari raja dan ratu, keduanya melampai tangan kepada masyarakat Malang yang hadir menonton Festival Kendaraan Hias Kota Malang akhir Agustus 2019. Kendaraan hias dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang ini menghadirkan konsep daur ulang.

Berada di depan Balai Kota Malang, kedua raja dan ratu lingkungan hidup ini turun, mereka naik ke panggung. Mereka memberikan rangkaian bunga kepada Widayati, istri Wali Kota Malang Sutiaji. Kemudian, mereka membagikan kompos hasil olahan Tempat Penampungan Akhir (TPA) Supit Urang Kota Malang.

Harapan mereka, agar masyarakat gemar menanam aneka tanaman hingga lingkungan lestari dan menghasilkan oksigen serta menjaga udara segar dan bersih.

“Melalui festival kendaraan hias kami mengajak masyarakat menjaga lingkungan. Mengolah dan mengurangi sampah,” kata Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup, Lilis Furqoniah Hayati.

Dia mengajak masyarakat mengurangi penggunaan sampah plastik yang sulit terurai dan memanfaatkan sampah plastik menjadi kreasi seni menarik, seperti pakaian kedua raja dan ratu lingkungan hidup yang mendaur ulang tas kresek. Juga ajakan mengolah sampah jadi bisnis menguntungkan.

Kecamatan Kedungkandang, membuat kreasi busana daur ulang dari bahan plastik. Sebanyak 10 orang mengenakan busana pakai kemasan bungkus kopi dan minuman. Sebagian gunakan kantong kresek yang jadi pakaian apik dan indah.

Mereka juga membuat pakaian dengan motif bunga dengan bahan baku tas kresek bekas. Termasuk mahkota dari bahan plastik yang dipadupadankan dengan pakaian warna-warni. Sedangkan, kendaraan hias didesain menyerupai gerobak sampah dan tempat sampah dengan berhias bunga.

Sayangnya, ornamen dan hiasan pakai stereoform yang sulit didaur ulang. Total 107 kendaraan hias mengikuti festival. Ia berasal dari organisasi pemerintah daerah, kantor kelurahan, kantor kecamatan, kelompok masyarakat, sekolah dan perbankan.

 

Pakaian raja dan ratu ini dari bahan kertas kresek. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

***

Pakaian bungkus plastik salah satu kreasi Tri Luminanti. Dia cukup akrab dengan bahan baku daur ulang terutama plastik. Dia gunakan aneka jenis bahan baku sampah, seperti bekas gelas plastik minuman, pecahan kaca dan sebagian kain perca.

Gelas plastik minuman dibentuk seperti bunga matahari. Nyaris tak butuh biaya, semua dari bahan baku daur ulang.

“Cuma kain yang beli. Kalau kain bekas khawatir gatal di kulit,” katanya.

Tri mengajak masyarakat memanfaatkan barang bekas menjadi karya seni bernilai ekonomi, seperti busana atau kostum daur ulang.

Peserta festival juga gunakan bahan daur ulang, seperti Sekolah Menengah Kerjuruan (SMK) Putra Indonesia yang membuat replika Candi Singhasari dari botol bekas minuman. Ada 1.740 botol bekas minuman ditata menyerupai candi. Para siswa mengenakan kostum kerajaan mengiringi kendaraan hias itu.

SMK Negeri 10, menghadirkan mobil listrik rakitan para siswa. Mobil listrik didesain bersama-sama melibatkan siswa jurusan teknik mesin, teknik otomotif dan teknik listrik. Mobil listrik ramah lingkungan ini menggunakan solar cell untuk menggerakkan roda.

Kelurahan Arjowingangun mengangkat tema urban farming yang mengajak warga Kota Malang, menggunakan lahan sempit untuk bertani. Aneka tanaman sayuran dihasilkan dari konsep pertanian di kawasan perkotaan ini.

Tema lingkungan hidup juga dihadirkan komunitas pesepeda di Kota Malang. Mereka menampilkan sepeda dari bahan baku kayu. Tak ketinggalan, peserta juga menghadirkan kesenian dan tradisi Malang, seperti tari topeng Malangan.

Wali Kota Sutiaji mengatakan, festival kendaraan hias ini sudah tahun kelima. Ia menghadirkan karakter dan kearifan lokal Malang dengan memadukan unsur tradisi dengan modern, terutama kreasi bunga hias dan bahan baku daur ulang.

“Malang, kota bunga, menjadi unggulan tersendiri,” katanya.

 

Festival Kendaraan Hias di Malang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Festival ini merupakan tahun terakhir lantaran sudah ada di sejumlah daerah. Malang pun bakal bakal melangsungkan festival bertema heritage di Kayutangan.

Ida Ayu Made Wahyuni, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang mengatakan, festival ini menjadi ajang kreasi dengan kearifan lokal, dan pakaian adat nusantara.

“Juga menjadi kampanye peduli lingkungan.”

Ida mentolerir penggunaan stereoform. “Stereoform kan bisa didaur ulang, plastik tak bisa.”

Dia berharap, dari featival itu bisa menaikkan kunjungan wisata ke Kota Malang. Setiap tahun, kunjungan wisata Kota Malang terus meningkat. Pada 2017, wisatawan mancanegara 5.000, dan 2018 naik menjadi 11.000 orang. Sedangkan wisatawan domestik dari 5 juta jadi 6 juta.

Wisatawan mancanegara datang ke Malang, seperti dari Turki, India, Malaysia, dan Tiongkok maupun Eropa. “Dulu, Eropa didominasi Belanda, sekarang merata, Prancis juga banyak,” katanya.

Mereka menikmati wisata ke perkampungan Kota Malang. Meskipun begitu, Gunung Bromo tetap jadi tujuan utama setelah berwisata di Yogyakarta dan Bali.

Purnawan Dwikora Negara, Dewan Daerah Walhi Jawa Timur mengapresiasi, sebagian peserta yang mengkampanyekan daur ulang sampah. Sampah plastik, katanya, limbah susah diurai.

Seharusnya, katanya, festival ini mewajibkan kendaraan hias pakai bahan daur ulang dan bunga hias. “Sedikit yang menonjolkan mengolah sampah plastik.”

Dia menilai, festival tak mengintegrasikan isu lingkungan. Lantaran masih banyak kendaraan hias pakai streteoform dan bunga plastik. “Karnaval ini justru jadi ajang memfasilitasi pencemaran secara budaya,” katanya.

 

Exit mobile version