- Aktivitas penambangan timah, termasuk penambangan rakyat, menyebabkan banyak lahan di Bangka-Belitung kritis. Berdasarkan data KLHK, kawasan hutan produksi di Bangka-Belitung yang rusak sekitar 5.500 hektar dan di luar kawasan hutan sekitar 270 ribu hektar.
- Berdasarkan kondisi tersebut, sangat sulit bagi masyarakat Bangka-Belitung untuk kembali berkebun lada atau bertani, tanpa adanya penghentian penambangan timah, perluasan perkebunan sawit, serta perbaikan lahan kritis.
- Terkait perkebunan lada yang produksinya menurun dan harga jual rendah, Pemerintah Kepulauan Bangka-Belitung melakukan bantuan bibit lada sejak 2018, kisaran 3-6 juta bibit per tahun. Bibit diperkirakan lebih kuat menghadapi berbagai penyakit dan perubahan iklim.
- Pemerintah Kepulauan Bangka-Belitung akan menjalankan sejumlah program rehabilitasi lahan kritis agar produktif. Mulai pertanian, perkebunan, hingga pariwisata.
Baca sebelumnya: Jerit Petani Lada dalam Pusaran Tambang Timah [Bagian 1]
**
Tahun 2017, luasan lahan kritis di Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung meningkat menjadi 275.500 hektar. Ini berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Hilman Nugroho, Dirjen Pengendalian DAS dan Kehutanan KLHK, dikutip dari Republika, di Pangkalpinang [16/8/2018], mengatakan, lahan kritis yang berada di kawasan hutan produksi seluas 5.500 hektar dan di luar kawasan hutan seluas 270 ribu hektar.
“Berdasarkan fakta tersebut sangat sulit jika masyarakat Bangka-Belitung kembali berkebun lada atau bertani, tanpa adanya upaya penghentian penambangan timah, perluasan perkebunan sawit, serta perbaikan lahan kritis tersebut,” kata Mualamin Pardi Dahlan, anggota Dewan Nasional Walhi. “Berdasarkan penelitian kami, banyak petani lada di Bangka tidak berniat beralih ke perkebunan sawit,” lanjutnya.

Erzaldi Rosman Djohan, Gubernur Bangka Belitung, melalui sambungan telepon pada 30 Juni 2019, mengatakan baru di masa kepemimpinannya Pemerintah Bangka-Belitung mendengar keluhan petani lada. Langkah yang diambil untuk membantu adalah memberikan bantuan bibit yang mampu menangkal penyakit.
“Pemerintah Provinsi menyiapkan bibit gratis serta pupuk organik sebanyak 5 kilo per batang. Satu keluarga petani bisa mendapat 500 batang. Program ini sudah berjalan sejak 2018,” kata Erzaldi. “Bibit yang kami berikan adalah bibit unggul yang sudah diberi zat organik sabagai penangkal penyakit,” lanjutnya.
“Program sudah berjalan, dan per tahun kami memberikan 3-6 juta bibit. Kami juga mengedukasi petani cara menanam lada dalam kondisi sekarang. Ini hasil kerja sama dengan Universitas Gadjah Mada,” kata Erzaldi.

Berdasarkan jumlah bibit gratis yang dibagikan setiap tahun tersebut, diperkirakan program akan berjalan hingga 2023, menyentuh 57.751 petani lada di Bangka-Belitung.
Aman [47], petani lada di Desa Serdang, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Bangka- Belitung, sudah menanam bibit bantuan tersebut. “Sekitar 100 bibit yang saya tanam itu terserang penyakit, dan beberapa batang mati. Mungkin karena tinggi bibit hanya 10 sentimeter. Bibit yang biasa kami tanam minimal 30 sentimeter. Semoga yang hidup tetap bertahan,” ujarnya.

Upaya perbaikan dan pemanfaatan
Ada beberapa upaya yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung terhadap lahan rusak atau kritis akibat penambangan timah.
Pertama, penanaman jenis tanaman yang dapat tumbuh di tanah kritis dengan memberikan kompos blok atau block nutrien. “Tanaman itu misalnya cemara laut, jambu mete atau sirsak,” kata Erzaldi, ketika dihubungi kembali pertengahan Juli 2019.
Kedua, lahan-lahan bekas tambang yang memiliki aksesibilitas baik dan terdapat lubang [kulong], dijadikan ekowisata kulong, seperti yang dilakukan di Desa Belilik.

Ketiga, lahan-lahan terbuka eks tambang dan kulong pada spot-spot kecil yang masih memungkinkan ditutup tanah humus, dapat dikembangkan menjadi area pertanian terbatas.
Keempat, dilakukan upaya mekanika tanah yaitu teknik pengelolaan tanah berupa pengayaan bakteri dan biokarbon. Seperti, menggunakan pupuk organik cair untuk mempercepat dekomposisi tanah dan penyediaan unsur hara, sehingga dapat dimanfaatkan.

“Kita juga akan mengusulkan ke Kementerian LHK, menurunkan status hutan lindung yang sudah rusak menjadi hutan produksi, sehingga kulong-kulong yang ada dapat direfungsionalisasi menjadi tambak udang produktif. Tujuannya, meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan,” ujar Erzaldi.
Luasan lahan rusak di kawasan hutan lindung yang akan diusulkan penurunan statusnya, menurut Marwan, Kepala Dinas Kehutanan Kepulauan Bangka-Belitung, tengah dihitung menggunakan citra satelit. Sementara luas lahan terbuka eks tambang sekitar 200 ribu hektar, dan 12.607 kulong.

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kepulauan Bangka Belitung 2016
Program
Erzaldi juga menjelaskan pihaknya bersama Kementerian Pertanian akan menjalankan program SEKSI atau Selamatkan Eks Tambang Sejahterakan Petani.
Kegiatannya berupa penerapan integrasi ternak dengan komoditi pertanian, pengembangan lada di lahan eks tambang menggunakan pupuk hayati dan organik, serta pengembangan rumput padang pengembalaan.
“Secara umum, pemanfaatan lahan eks tambang harus terintegrasi antara ternak dengan komoditi pertanian seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, serta perikanan,” katanya.
“Pada 2020, direncanakan dibuat demplot dan ada pendampingan dari tenaga ahli, dari Litbang Pertanian Kementan dan perguruan tinggi,” lanjutnya.

Dr. Ismed Inonu, pakar agroteknologi dari Universitas Bangka-Belitung, menilai apa yang direncanakan Pemerintah Kepulauan Bangka-Belitung sangat baik.
“Tapi yang pertama jelas adalah status lahan. Kalau masih berupa wilayah izin usaha pertambangan [WIUP] perusahaan, maka kewajiban mereklamasi adalah perusahaan tersebut, bukan pemerintah,” katanya, Jumat [19/7/2019].

Berbeda jika lahan eks tambang rakyat atau tambang liar, kewajiban reklamasi bisa pemerintah provinsi atau kabupaten. Eks tambang skala kecil perlu dilakukan penataan lahan dengan meratakan dan menimbun kulong atau backfilling, baru diberi kompos dan ditanami.
Pemanfaatan lahan eks tambang untuk lada perlu dilakukan studi mendalam. “Kami di Universitas Bangka-Belitung sudah mencoba dengan tajar hidup dan terbukti tumbuh baik. Tapi memang, kompos harus tinggi dan ditambahkan setiap enam bulan,” jelasnya.

Penyediaan kompos, dapat memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit yang melimpah di Bangka-Belitung. “Kami sudah coba pada berbagai jenis tanaman di lahan bekas tambang, dan terbukti dapat menggantikan pupuk kandang,” katanya.
Pihaknya juga meneliti tanaman serai wangi dan sorgum untuk konservasi di lahan eks tambang. Hasil atau produksinya hampir sama jika ditanam di lahan bukan eks tambang, dan sorgum tumbuh baik.

Terkait sejumlah program SEKSI yang akan dijalankan pada 2020, prinsipnya kita sepakat dan sangat mendukung program Pemerintah Bangka-Belitung. “Ini sejalan dengan visi kita,” tandas Ismed. [Selesai]
*Nopri Ismi, Mahasiswa Fakultas Dakwah UIN Raden Fatah Palembang, Sumatera Selatan, mengikuti pelatihan jurnalistik Mongabay Indonesia di Palembang pada 2017 dan 2018. Liputan ini didukung program Internews’ Earth Journalism Network Asia Pasifik 2019