Mongabay.co.id

Akhirnya, PT. SPS II Divonis Bersalah Bakar Rawa Tripa

Perkebunan kelapa sawit milik PT. SPS 2. Foto: Junaidi Hanafiah

 

 

Gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] terhadap PT. Surya Subur Panen [PT.SPS] II, pembakaran hutan gambut Rawa Tripa di Kecamatan Suka Makmue, Kabupaten Nagan Raya pada 2012 lalu sempat ditolak pengadilan.

Namun, upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil, setelah KLHK mengajukan Peninjauan Kembali [PK] ke Mahkamah Agung.

Dalam keputusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor: 690 PK/Pdt/2018 disebutkan, Majelis Hakim yang diketuai Takdir Rahmadi dengan hakim anggota, Yakup Ginting dan Panji Widagdo, mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali KLHK.

“Membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2905 K/Pdt/2015, tanggal 29 Februari 2016,” terang Takdir Rahmadi dalam musyarawarah hakim yang dilakukan pada 17 Oktober 2018.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan PT. SPS II telah melanggar hukum. Mewajibkan perusahaan tersebut membayar ganti rugi materiil tunai kepada KLHK melalui rekening kas negara sebesar, Rp136.864.142.800,-

“Memerintahkan tergugat [PT. SPS II] untuk tidak menanam di lahan gambut yang telah terbakar seluas 1.200 hektar di wilayah izin usaha untuk perkebunan kelapa sawit. Juga, menghukum PT. SPS II untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar itu sebesar Rp302.154.300.000,- sehingga lahan dapat difungsikan kembali sesuai perundang-undangan,” terang Takdir Rahmadi.

Baca: Kala Mahkamah Agung Patahkan Gugatan Rp439 Miliar KLHK ke Perusahaan Sawit Bakar Lahan

 

Perkebunan kelapa sawit milik PT. SPS II. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Jasmin Ragil, Direktur Penyelesaian Sengketa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kepada Mongabay mengatakan, KLHK menyambut baik putusan tersebut. Cukup lama kami mengikuti proses hukum tersebut, untuk menghukum perusahaan yang telah merusak hutan gambut Rawa Tripa.

“Ini adalah putusan sangat baik. KLHK juga telah melayangkan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan masih menunggu putusannya,” terang Ragil, Kamis [26/9/2019].

Baca juga: Bakar Rawa Tripa, Tiga Petinggi PT. SPS Masuk Penjara

 

Rawa Tripa terus menghadapi ancaman, mulai dari perambahan hingga pembukaan perkebunan sawit. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Waktu lama

Gugatan hukum terhadap pembakaran hutan gambut Rawa Tripa yang melibatkan PT. SPS II bergulir ke Pengadilan sejak 2012.

Kebakaran terjadi di konsesi PT. SPS II di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Aceh. Perusahaan ini memiliki konsesi hak guna usaha [HGU] perkebunan kelapa sawit seluas 12.957 hektar di Tripa, beroperasi atas izin budidaya Gubernur Aceh tahun 2012, setelah membeli HGU dari PT. Agra Para Citra.

Akibat kebakaran tersebut, KLHK menggugat perdata perusahaan itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebesar Rp439,018 miliar. Rinciannya, Rp136.864.142.800,- kerugian materiil dibayar tunai ke rekening kas negara dan melakukan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 1.200 hektar sebesar Rp302.154.300.000,-

Dalam gugatannya, KLHK memaparkan, kebakaran lahan berada di Gampong [Desa] Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya.

“Berdasarkan Berita Acara Verifikasi Lapangan pada 4 Mei 2012 dan 16 Juni 2012, tim lapangan menemukan fakta, titik koordinat lokasi lahan bekas terbakar berada di wilayah usaha PT. SPS II,” jelas salah satu tim KLHK, Saifuddin Akbar.

Namun, KLHK harus menelan pil pahit, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 25 September 2014 menyatakan PT. SPS II tidak bersalah, gugatan ditolak.

Tidak terima dengan putusan itu, KLHK melakukan gugatan baru, memperbaiki gugatan sebelumnya yang dinilai pengadilan tidak bisa membuktikan apakah kerusakan hutan akibat kebakaran atau faktor lain.

Kedua pihak akhirnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dalam putusan Majelis Hakim yang dibacakan 28 Januari 2015, KLHK kembali kalah.

Kekalahan KLHK juga terjadi saat lembaga negara tersebut mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Majelis Hakim Mahkamah Agung yang diketuai Hakim Agung, Abdul Manan, dengan hakim anggota Zahrul Rabain dan Soltoni Mohdally, setelah bermusyawarah pada 29 Februari 2016, menolak permohonan kasasi KLHK. Serta, menghukum pemohon membayar biaya perkara sebesar Rp500 ribu.

Dalam putusannya, majelis hakim beralasan, permohonan kasasi tidak dapat dibenarkan. Pasalnya, dalam hal ini putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ternyata tidak salah dalam penerapan hukum.

“Pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran, kelalaian memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan bersangkutan,” ungkap Majelis Hakim MA.

 

Peta tutupan hutan Rawa Tripa hingga September 2018. Sumber: HAkA

 

PT. Kallista Alam hadang Tim KLHK

Pada 23 September 2019, tim KLHK didampingi Polres Nagan Raya melakukan peninjauan penilaian aset perkebunan kelapa sawit PT. Kallista Alam guna pelaksanaan eksekusi lelang.

Namun, tim KLHK tidak bisa masuk ke perkebunan karena dihadang, tidak diizinkan perwakilan PT. Kallista Alam. Kuasan hukum perusahaan beralasan, sengketa KLHK dengan PT. Kallista Alam masih dalam proses hukum.

“Menurut mereka masih dalam proses hukum. Akhirnya tim KLHK hanya membuat berita acara yang diserahkan ke Pengadilan Negeri Suka Makmue,” terang Kapolsek Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Ipda Noca Tryananto, S.Tr.

Direktur Penyelesaian Sengketa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jasmin Ragil menuturkan, penolakan tim ke PT. Kalista Alam tidak masuk akal karena putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap.

“Kita melaksanakan perintah pengadilan. Peninjauan penilaian aset [Apraisal] pun berdasarkan permintaan Pengadilan Negeri Suka Makmue,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version