Mongabay.co.id

Asap Karhutla Kolaka Timur Mulai Ganggu Warga, Kebakaran Semeru pun Meluas

Lahan gambut di Kolaka Timur. Akibat karhutla, dua kecamatan di Koltim terpapar asap. Sekolah-sekolah terpaksa dibekali dengan masker oleh Dinas Kesehatan. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Kebakaran hutan dan lahan tak hanya terjadi di Sumatera dan Kalimantan, juga Sulawesi seperti di Sulawesi Tenggara. Di Kolaka Timur, saja, sekitar 6.000 hektar lahan gambut terbakar. Asap pekat mulai menggangu warga.

Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika, mengeluarkan rilis Sulawesi Tenggara, berpeluang dampak kekeringan panjang awal September 2019 hingga ke depan.

Hasil monitoring hari tanpa hujan (HTH) BMKG, menunjukkan, Sulawesi Tenggara mengalami HTH kategori pendek hingga sangat panjang. HTH tertinggi berturut-turut terjadi di Muna, Baubau, Buton Selatan dan Bombana, dengan perkiraan rata-rata 60 hari.

BMKG juga mengeluarkan peringatan dini, terkait wilayah berpotensi kekeringan meteorologis dengan potensi “siaga.” Wilayah Bau-Bau, Bombana, Buton Selatan, Kendari, Konsel, Buton dan Muna, masuk kategori siaga kekeringan panjang.

“Hasil analisis curah hujan 21- 31 Agustus 2019 menunjukkan, sebagian besar Sulawesi Tenggara, mengalami curah hujan kategori rendah, 0-50 mm, kecuali di sebagian Konawe Utara, mengalami curah hujan kategori menengah, 51-75 mm,” kata Bismar Rahmat Adi Prasetyo, Humas BMKG Sultra.

Ancaman kekeringan dalam situasi siaga ini, katanya, terjadi pada September. Pada akhir September hingga awal Oktober, diprakirakan terdapat kecenderungan peningkatan curah hujan dengan kategori curah hujan menengah.

Bismar berpesan, kemarau berpotensi bencana kekeringan dan karhutla. Karhutla rentan terjadi karena kekeringan lahan.

Yanuar Fanca Kusuma, Kepala Manggala Agni, Da Ops Tinanggea, mengatakan, ancaman karhutla seperti diungkapkan BMKG sudah terjadi. Beberapa daerah bisa merasakan kabut asap berkepanjangan.

Lahan gambut di Kolaka Timur, katanya, sampai saat ini masih dilalap api. Tercatat sudah 6.000 hektar lebih lahan gambut terbakar. Segala kemampuan Manggala Agni dibantu petugas seperti kepolisian dan unsur pemerintah masih berupaya pemadaman.

“Kami membangun posko pemadaman, karena kami yakini kebakaran lahan gambut di Koltim akan panjang,” katanya.

 

Lokasi perkebunan perusahaan di Kolaka Timur. Lokasi ini mencakup lahan gambut yang terbakar bagian utara . Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Awal September 2019, titik api mulai bermunculan di beberapa kabupaten di Sultra. Bombana dan Konawe Selatan, juga terbakar.

Menurut Fanca, dampak karhutla tak saja kabut asap juga bisa menjalar dan menyerang rumah-rumah warga kalau tak cepat ditangani.

Data kebakaran hutan di Sultra sejak Januari-September 2019, katanya, sekitar 7.000 hektar. Dia prediksi, kebakaran akan meningkat karena kemarau Sultra, masih berlangsung.

Ada kejadian mengharukan dari sejumlah anak. Di lahan kebakaran di Kolaka Timur, entah dari mana, sejumlah anak sudah berada di lokasi kebakaran di Desa Lalolae, Selasa (10/9/19). Mereka ada lima orang. Sebelum Manggala Agni dan gabungan TNI Polri datang, anak-anak ini memegang selang dan menyemprot lahan yang terbakar.

“Ya saya suruh pulang. Ini kalau dihirup itu asap ya mengancam mereka, harusnya kan mereka bermain,” kata Fanca. Ada yang membujuk agar boleh ikut memadamkan api tetapi terlalu berbahaya bagi mereka ikut padamkan kebakaran di lahan gambut.

Hingga kini, bantuan Pemda Kolaka Timur, masih minim soal pemadaman kebakaran lahan gambut. Pantauan di lokasi kebakaran lahan gambut, hanya ada satu alat milik Pemda Kolaka Timur. Sisanya, milik Manggala Agni yang diterjunkan langsung di lokasi kebakaran.

Fanca meminta, seluruh pihak ikut terlibat dalam pencegahan kebakaran lahan di Sultra, mulai pemerintah kabupaten, sampai penegak hukum.

Menurut dia, pemerintah daerah seharusnya lebih giat sosialisasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Penegak hukum, katanya, juga harus lebih gigih menindak tegas dan menyelidiki penyebab kebakaran.

“Kita memang harus bersinergi semua. Apalagi kan ini baru ada instruksi presiden. Di Sulawesi cuma Sultra yang dipanggil. Artinya, ini warning buat kita,” katanya.

 

Petugas Manggala Agni dibantu anggota kepolisian dan TNI, sudah memasuki hari ke 27, terus memadamkan api di lahan gambut, Kolaka Timur. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Sengaja dibakar?

Dari 7.000-an hektar, katanya, rata-rata lahan terbakar karena kesengajaan. “Kami menduga, kebakaran lahan di Sulawesi Tenggara karena faktor kesengajaan untuk pembukaan lahan perusahaan. Kalau faktor alami di Sultra itu enggak ada. Kalau kita duga ya memang sengaja dibakar,” katanya.

Manggala Agni seringkali memadamkan di wilayah izin hak guna usaha (HGU). Terakhir, tim patroli mereka mengecek karhutla di perkebunan milik PT. Kilau Indah Cemerlang (KIC).

“Ini sering kami temukan. Dalam wilayah KIC ini memang vegetasi savana dan semak tepi hutan. Kami temukan benar dalam lingkungan sekitar karhutla.”

Sampai Minggu (15/9/19), mereka masih memadamkan api di Desa Keisio, Kecamatan Lalolae, Kolaka Timur. Lokasi karhutla berada 10 meter dari batas lahan perkebunan sawit milik, PT. Sari Asri Rejeki Indonesia.

“Penyebab karhutla, dugaan pembukaan lahan untuk area perkebunan. Kami lakukan koordinasi ke aparat penegakan hukum,” katanya.

Manggala Agni dan beberapa tim pemadaman karhutla di Koltim telah membentuk posko gabungan tim pemadam kebakaran lahan gambut. Posko didirikan di salah satu pos polisi di Polsek Rate-rate.

Polsek berisi gabungan Tim Manggala Agni daerah Operasi Tinanggea, TNI Polri dan pemerintah setempat. Meskipun demikian, tim kekurangan fasilitas seperti alat pompa air. Selain itu, sumber air makin jauh.

“Air makin jauh, namun kami berharap ada bantuan secepatnya soal ini,” kata Bupati Kolaka Timur, Tony Herbiansyah.

Pemda Kolaka Timur, menetapkan kebakaran lahan gambut sebagai tanggap darurat kebakaran hutan. Dengan status ini, dia berharap ada bantuan dari pusat.

Sebelumnya, Komandan Kodim Kolaka, Letkol Amran WT mengatakan, sudah menurunkan anggota. Meskipun medan cukup berat, tetapi optimis bisa bekerja maksimal.

Saat ini, sudah ada belasan anggota Kodim Kolaka di lokasi kebakaran lahan gambut. Sejumlah anggota polisi dan anggota pemadam kebakaran Pemda Koltim juga ambil bagian memadamkan api.

 

Siswa-siswi SD di Kolaka Timur, harus menggunakan masker karena kabut asap sudah pekat dari kebakaran lahan gambut yang sudah sekitar satu bulan ini. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Kabut asap dan ISPA

Setelah hampir dua minggu, kebakaran lahan gambut di Kolaka Timur, hingga Minggu (15/9/19), mulai menimbulkan kabut asap. Warga sekitar mulai kesulitan bernapas saat pagi hari.

Sejumlah sekolah di Kolaka Timur memberikan masker kepada siswa di sekolah, Senin (16/9/19).

“Yang paling dirasakan itu pas subuh-subuh, sangat sesak, tenggorokan pedes karena kabut asap,” kata Risnawati, kepala sekolah di Kecamatan Lalokae, Kolaka Timur.

Safrudin, Sekretaris Dinas Pendidikan Kolaka Timur, mengatakan, sudah mendapat laporan dari sejumlah staf soal kabut asap tetapi belum diambil tindakan.“Laporan hanya soal jarak pandang, belum ada soal ancaman kondisi kesehatan,” katanya.

Dia bilang, jarak pandang terbatas saat pagi hari untuk beberapa titik lokasi. “Lagipula, BPBD dan Pemda Koltim, sudah turun langsung mengantisipasi daerah kebakaran,” kata Safrudin.

 

Kepulan asap kebakaran hutan di Lereng Gunung Semeru. Foto : Monk Che

 

Gubernur janji lagi evaluasi HGU?

Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, memimpin upacara penanganan karhutla di Lapangan Kantor Gubernur, Jumat (16/9/19). Dalam kesempatan itu, Ali menekankan pentingnya menjaga hutan dan lahan di Sultra, terutama mencegah karhutla. Dia juga akan rapat evaluasi dengan semua pihak untuk mengetahui penyebab kebakaran.

Kondisi ini, katanya, guna menjalankan perintah presiden agar melakukan pencegahan karhutla. Dia bilang, akan mengecek semua peralatan dan menghitung semua institusi.

“Kami akan evaluasi dan koordinasi guna pencegahan. Kami belum bisa memastikan apakah disengaja atau tidak. Maka kami akan evaluasi dan mengecek semua. Kami undang semua seperti Manggala Agni dan penegak hukum. Kami cek apakah ada kesengajaan,” katanya.

Di Kolaka Timur, katanya, ada gambut dan karhutla di lokasi perusahaan perkebunan. Untuk itu, katanya, penting evaluasi. Soal langkah hukum, setelah evaluasi, kalau ada pelangaran, perusahaan akan dapat sanksi berat baik penindakan hukum maupun pencabutan izin.

“Bisa saja. Itulah yang kita perlu selidiki. Kami menggandeng dan meminta laporan dari Manggala Agni. Soal dalam HGU dan di luar HGU itu nanti setelah kita periksa semua dan kami akan penindakan.”

 

Api berkobar membakar kawasan hutan di kawasan TNBTS. Foto : Monk Che

 

 

Kebakaran Gunung Semeru meluas

Tak hanya di Sultra, Jawa Timur, Jawa, pun alami karhutla, seperti terhadi Gunung Semeru. Puluhan personil pecinta alam, petugas Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS), porter, polisi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang, relawan Saver dan Gimbal Alas bergelut dengan api.

Mereka pakai peralatan seadanya, berusaha memadamkan api yang membakar jalur pendakian Gunung Semeru.

Mereka menyusuri Blok Pusung Dendero, Ayek-ayek, Ungup-ungup dan Batu Tulis. Sebagian pakai jet shooter untuk memadamkan api yang membara sejak 16 September 2019. Api melahap semak, krinyu, serasah, rumput. pohon lamtoro, pakis, pohon akasia, dan cemara hutan.

“Angin kencang dan medan terjadi menjadi kendala,” kata Kepala Resor Ranupani TNBTS, Agung Siswoyo melalui sambungan telepon, Rabu (25/9/19).

Api telah melalap sekitar 60 hektar kawasan hutan di TNBTS. Untuk memadamkan api, air dari Ranu Kumbolo, sekitar empat kilometer dari sumber kebakaran.

Kebakaran terus meluas, katanya, lantaran angin kencang dan tumpukan dedaunan yang jadi bahan bakar cepat membakar lahan.

Ada beberapa titik api belum bisa dikendalikan, tersebar di sejumlah blok, terutama di tebing curam dan perbukitan. Kondisi ini, katanya, menyulitkan personil memadamkan api. “Blok Batu Tulis dan sekitar masih ada titik api. Dalam upaya pemadaman,” katanya.

Berbagai cara para petugas dan relawan lakukan untuk memadamkan api, mulai pakai jet shooter, gepyok ranting pohon dan membuat sekat bakar agar api tak makin meluas. “Keselamatan petugas yang memadam tetap diutamakan.”

Jhon Kenedie, Kepala BBTNBTS mengatakan, petugas memadamkan api bergotong royong, dengan melibatkan relawan, pecinta alam dan petugas di sekitar Ranu Pani.

Titik api pertama kali terpantau di jalur pendakian menuju Puncak Mahameru, tersebar di Kalimati, Arcopodo, Kelik, Gunung Kepolo, dan Ayek-ayek pada 17 September 2019. “Prioritas evakuasi pendaki,” katanya.

 

Haparan padang sabana di kawasan TNBTS hangus terbakar. Foto: BBTNBTS

 

 

Evakuasi pendaki

Pada 19 September 2019, jalur pendakian Semeru tetap dibuka, dengan rekomendasi tak sampai di Kalimati dan Puncak Mahameru. Batas aman, katanya, di Ranu Kumbolo. Namun, katanya, kebakaran meluas hingga 22 September 2019, jalur pendakian Gunung Semeru, tutup total sampai batas waktu belum ditentukan.

Penutupan pendakian ini, katanya, demi keamanan dan keselamatan pendaki. Petugas mengevakuasi, sekitar 250 pendaki, mereka turun dan beristirahat di Rani Pani, Kecamatan Senduro, Lumajang. Semua pendaki terdaftar sudah turun dan selamat. Semua pintu masuk dijaga petugas.

Mereka bersiaga memantau kalau ada pendaki nakal yang nekat naik atau mendaki ilegal. Sedangkan pendaftaran secara daring atau booking online ditutup. “Jangan sampai ada pendaki naik,” katanya. Setelah semua pendaki turun, petugas berusaha memadamkan kebakaran.

Pudjiadi, Kepala Bidang Teknis Konservasi TNBTS mengatakan, fokus mengantisipasi pendaki agar tak nekat naik ke Semeru. Setiap hari, katanya, 30-an personil bergantian memadamkan api.

“Angin kencang, medan terjal dan sumber air jauh jadi hambatan petugas memadamkan api,” katanya.

Berdasarkan cek lapangan dan citra satelit dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan) masih terpantau dua titik api di Ranu Kumbolo.

Relawan Andik Gondrong mengatakan, api mulai terlihat di Kalimati pada 16 September 2019 dan terus merembet turun dan menyebar ke sejumlah kawasan konservasi.

Sejak awal, kata Andi, para pecinta alam mengingatkan soal kemarau, matahari terik sedang seresah dedaunan menumpuk yang bisa jadi bahan bakar efektif.

Dia mengingatkan, pendaki tak sembarangan membuat api unggun. Kondisi ini, katanya, juga fenomena siklus empat tahunan.

Pada 2014, juga kebakaran hebat. Sekitar 2.000-an hektar BBTNBTS terbakar, menghanguskan padang sabana di Kaldera Tengger termasuk vegetasi di hutan sekitar sabana.

Kebakaran hutan di padang sabana Gunung Bromo juga menyebabkan kerugian ekologis. Lantaran padang sabana aneka jenis tanaman pionir seperti pakis, alang-alang (Imperata cylindrica), melelo (Styphelia javanica), dan adas (Foeniculum vulgare) hangus. Tanaman itu, katanya, jadi pakan bagi aneka jenis serangga dan sarang burung apung tanah dari marga Anthus.

“Serangga, tanaman pionir ikut terbakar,” kata petugas pengendali ekosistem hutan BBTNBTS, Toni Artaka.

Berbagai tanaman itu, katanya, juga habitat tikus tanah, jelarang dan luwak. Kalau terbakar, satwa kehilangan habitat dan pakan. Tikus tanah juga pakan aneka jenis burung predator seperti elang, alap-alap dan burung hantu.

Kawasan ini, katanya, habitat burung cici padi, kipasan dan apung tanah. Kalau serangga si pakan hilang, aneka jenis burung bakal bermigrasi ke tempat lain.

Saat ini, aneka jenis burung itu sulit ditemui. Diduga mereka berpindah ke tempat lain yang memiliki pakan melimpah.

“Burung sangat adaptif, mudah berpindah ke tempat lain,” katanya.

 

Keterangan foto utama:  Lahan gambut di Kolaka Timur. Akibat karhutla, dua kecamatan di Koltim terpapar asap. Sekolah-sekolah terpaksa dibekali dengan masker oleh Dinas Kesehatan. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version