Mongabay.co.id

Kala Tapir Terjebak di Kebun Sawit

Pekan pertama September lalu, satu tapir terjebak dalam kubangan air di area perkebunan sawit PTPN III di Asahan. Orang-orang mengejar, setelah berhasil menangkap, lalu mengikatnya. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

“Tangkap, tembak! Awas jangan dekat-dekat.” Begitu teriakan orang-orang kala melihat tapir di kubangan air.

Satwa berbadan besar dengan warna bulu hitam dan putih itu, berusaha lari. Apa daya, penghuni hutan rimba raya itu, lemah dalam lubang berisi air. Tapir hampir tenggelam dalam kubangan di perkebunan sawit PTPN III, Desa Bandar Selamat, Kecamatan Aek Songsongan, Asahan, Sumatera Utara, awal September lalu.

Di tengah ketidak berdayaan, tapir hanya bisa pasrah, ketika sejumlah manusia mengikat dengan sangat kuat.

Waktu makin gelap. Tapir tetap terikat di tanah. Sampai petugas dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) datang. Dibantu tim Taman Hewan Pematang Siantar, satwa ini dievakuasi ke lembaga konservasi Taman Hewan Pematang Siantar.

Kepala BBKSDA Sumut, Hotmauli Sianturi menjelaskan, informasi tapir masuk ke perkebunan sawit itu diterima Bidang Konservasi Wilayah II Pematangsiantar dari petugas tenaga pengamanan hutan lain (TPHL) Resort Suaka Marga Satwa Dolok Surungan I.

Hari itu juga, tim segera menuju lokasi berkoordinasi dengan kepala desa, perkebunan PTPN III dan Polsek Bandar Pulo.

“Tindakan tim di lapangan, mengecek lokasi dan menemukan tapir terjebak di kubangan dan sudah diikat warga agar tidak kabur. Tim meminta warga yang makin banyak berdatangan tak melukai ataupun membunuh satwa tapir,” katanya.

 

Hutan Labuhan Batu Selatan merupakan habitat tapir yang saat ini sudah berubah menjadi kebun sawit. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Untuk mengantisipasi hal-hal tak diinginkan dan keterbatasan petugas serta peralatan di lapangan, tim berkoordinasi dengan Taman Hewan Pematangsiantar untuk membantu evakuasi satwa betina yang diperkirakan berusia tujuh tahun ini.

“Satwa Tapir dititip sementara di Taman Hewan Pematang Siantar untuk pemulihan kondisi dan perawatan, sebelum lepas liar,” katanya.

Setelah pemeriksaan, katanya, terdapat beberapa luka di tubuh tapir, seperti di bagian leher berupa bekas jeratan tali dan punggung belakang bekas proses evakuasi.

Dalam masa perawatan, terlihat tanda tanda kehamilan tapir. Hasil USG dokter hewan, tapir hamil sekitar tiga atau empat bulan.

Hasil pengecekan tim dokter hewan dari BBKSDA Sumut juga menyatakan, terlihat tapir dalam kondisi hamil, hingga berisiko stres dan aborsi saat proses translokasi untuk pelepasliaran ke habitat alam.

“Dengan mempertimbangkan kondisi ini, sementara waktu tapir tetap dirawat di Taman Hewan Pematang Siantar.”

 

Segera kembalikan ke alam

Pelepasliaran kembali tapir ke alam lamban mendapat kecaman dari sejumlah pihak, salah satu Haray Sam Munthe, Direktur Sumatran Tiger Rangers.

Harray sampai membuat petisi, BBKSDA Sumut melepaskan tapir segera. Sesaat setelah penemuan tapir yang terjebak dalam lubang di PTPN III, dia sempat dihubungi petugas lapangan menanyakan perilaku tapir.

“Saya jawab dan minta langsung dilepaskan. Tetapi tapir malah dibawa ke Taman Hewan Pematang Siantar. Selasa, saya diminta survei habitat untuk pelepasliaran,” katanya.

Menurut dia, tak ada alasan apapun tak melepaskan tapir kembali ke habitat. Kalau alasan bunting, satwa ini akan lebih baik lagi kalau di rumah, karena alam memiliki nutrisi lebih lengkap.

“Kalau alasan bunting, aneh jadinya. Di alam ia bunting dan baik-baik saja. Itu alasan saja. Kami minta dia segera dirilis ke habitat asli.”

Harray menyatakan, kondisi tapir terlihat sehat walau ada luka, sebaiknya langsung dilepaskan. Dia malah khawatir kalau tapir terkurung di kebun binatang bahkan jadi tontonan.

Dia menduga, di PTPN itu kurang pengenalan satwa kepada karyawan hingga karyawan tidak mengenal tapir dan menangkapnya.

“Keluarnya satwa langka dari Suaka Margasatwa Dolok Surungan merupakan indikator kawasan konservasi rusak,” kata Harray.

Dia berharap agar tapir segera dipulangkan ke habitatnya.

Perhitungan mereka, kata Harray, setidaknya hampir 60% hutan hancur, beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.

Perluasan perkebunan sawit baik itu milik pengusaha atau masyarakat, menyebabkan tapir kehilangan sumber pakan di wilayah jelajah.

Kebun sawit tak menyisakan semak belukar atau hutan mikro tempat tapir atau satwa lain di dalam area perkebunannya.

Kondisi ini menyebabkan tapir kehilangan sumber pakan, padahal bisa jadi perkebunan itu merupakan wilayah jelajah mereka.

Sebelumnya, tapir masuk ke pemukiman warga dan perkebunan juga pernah terjadi di Kota Pinang, Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Kondisinya, sama seperti kasus di Asahan. Habitat mereka hancur menjadi perkebunan sawit.

Tapir juga diikat dan jadi tontonan warga. BBKSDA Sumut membawa dari lokasi dan menitipkan ke Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS).

 

Keterangan foto utama:    Pekan pertama September lalu, satu tapir terjebak dalam kubangan air di area perkebunan sawit PTPN III di Asahan. Orang-orang mengejar, setelah berhasil menangkap, lalu mengikatnya. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

Tapir di Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

 

 

Exit mobile version