- Pemerintah Indonesia memutuskan memasukkan subsektor perikanan sebagai penggerak utama untuk sektor pertanian melalui jalur ekspor dalam pertumbuhan ekonomi nasional berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024
- Agar bisa menjadi pemimpin, perikanan didorong untuk bisa meningkatkan daya saing produk perikanan di pasar internasional. Upaya peningkatan itu, salah satunya melibatkan kerja sama dengan Uni Eropa melalui program Arise Plus Indonesia
- Dengan program tersebut, Indonesia mendapatkan dana hibah selama empat tahun ke depan senilai Rp232 miliar untuk meningkatkan daya saing sektor dan integrasi Indonesia dalam rantai nilai perdagangan global
- Program Arise Plus Indonesia juga mendukung penguatan kapasitas terkait perundingan perjanjian perdagangan bebas, peningkatan infrastruktur mutu untuk mendorong ekspor produk unggulan, dan mempromosikan indikasi grafis (IG) unggulan Indonesia
Subsektor perikanan menjadi salah satu sektor yang diandalkan untuk bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional melalui jalur ekspor. Perikanan menjadi subsektor di bawah sektor pertanian yang mendapat perhatian besar dari Pemerintah Indonesia. Sektor tersebut, terutama subsektor perikanan akan digenjot untuk bisa meningkatkan daya saingnya di pasar internasional.
Untuk meningkatkan daya saing, Pemerintah Indonesia mendapat dukungan dari Uni Eropa melalui kerja sama ekonomi ASEAN Regional Integration Support Indonesia Trade Support Facility atau disingkat menjadi Arise Plus Indonesia. Program hibah tersebut akan berlangsung selama empat tahun dan mengucurkan dana sebesar EUR15 juta atau setara Rp232 miliar.
“Kerja sama tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekspor dan integrasi Indonesia dalam rantai nilai global,” kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan RI Dody Edward di Jakarta, pekan lalu.
baca : Ekspor Raya Perikanan Simbol Kebangkitan Sektor Kelautan?
Sebagai subsektor yang diandalkan, perikanan harus bisa memenuhi standar untuk bisa masuk ke pasar internasional, salah satunya adalah Uni Eropa. Untuk itu, Pemerintah berjanji akan terus meningkatkan nilai tambah produk ekspor sehingga bisa memperkuat peran Indonesia dalam rantai pasok dunia.
Menurut Dody, perlunya Indonesia meningkatkan upaya di atas, karena Uni Eropa diyakini menjadi salah satu sumber investasi langsung asing yang berperan penting bagi Indonesia. Terlebih, juga karena kedua pihak sudah terjalin kerja sama melalui program Arise Plus Indonesia.
Bagi Indonesia, Uni Eropa memang menjadi penting karena mereka adalah mitra dagang ketiga terbesar di Indonesia dan salah satu sumber investasi asing Iangsung (FDI) terpenting. Pada 2018 saja, tercatat perdagangan bilateral mencapai EUR26,3 miliar, dengan surplus sebesar EUR6,9 miliar untuk Indonesia.
“Uni Eropa juga merupakan investor diluar Asia teratas di Indonesia, dengan FDI Iebih dari 3,3 miIiar dollar AS,” tuturnya.
Adapun, program Arise Plus Indonesia diketahui akan mendukung penguatan kapasitas terkait perundingan perjanjian perdagangan bebas, peningkatan infrastruktur mutu untuk mendorong ekspor produk unggulan, dan mempromosikan indikasi grafis (IG) unggulan Indonesia.
“Untuk ekspor unggulan yang dimaksud yakni produk pertanian pangan dan perikanan. Sedangkan IG yang mau kita dorong yaitu kopi,” sebutnya.
baca juga : Begini Tanggapan Susi Pudjiastuti tentang Kehancuran Industri Perikanan Nasional
Komoditas Unggulan
Program Arise juga diharapkan bisa meningkatkan keterlibatan eksportir skala kecil dan menengah pada rantai nilai global, dan juga melaksanakan pemberdayaan perempuan di seluruh Nusantara.
Deputi Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Prijambodo pada kesempatan yang sama mengatakan, perdagangan dan investasi menjadi kunci penting bagi Indonesia untuk bisa menumbuhkan perekonomiannya dengan cepat dan baik. Untuk itu, sektor manufaktur dan pangan harus bisa menjadi andalan Indonesia untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut dia, manufaktur dan pangan harus bisa menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024. Karenanya, Pemerintah Indonesia bertekad untuk meningkatkan produk pangan bernilai tambah yang ada pada subsektor perikanan.
Tentang pertumbuhan ekonomi nasional, Bambang mengatakan bahwa Pemerintah mengharapkan bisa tumbuh antara 5,4 hingga 6,0 persen per tahun dan itu sudah sudah tertuang dalam RPJMN 2020-2024. Agar harapan itu bisa terwujud, Pemerintah akan menggenjot perdagangan dan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Khusus untuk sektor pertanian, Bambang menyebutkan, dalam RPJMN 2020-2024 disebutkan bahwa Pemerintah menargetkan bisa tumbuh antara 3,8 hingga 3,9 persen per tahun. Untuk menggenjot target itu, subsektor perikanan akan menjadi andalan agar bisa menggerakkan sektor primer dan pangan yang memiliki nilai tambah baik. Selain itu, teknologi juga diakui menjadi bagian tak terpisahkan untuk bisa mewujudkan target tersebut.
Di sisi lain, Bambang mengakui, sepanjang 2018 ini Indonesia mengalami defisit perdagangan senilai USD-8,7 miliar. Capaian tidak memuaskan itu diharapkan bisa diperbaiki menjadi surplus pada 2024 mendatang dengan nilai USD15 miliar.
perlu dibaca : Mengantisipasi Berulangnya Bencana Pangan Perikanan di Eropa
Lebih jauh Bambang menambahkan, Indonesia bisa sukses meningkatkan ekonominya, jika bisa melaksanakan reformasi struktur ekonomi dan diversifikasi sektor manufaktur yang akan memainkan peran penting. Sektor tersebut akan menjadi pendorong utama untuk transformasi struktural.
Kemudian, tak boleh dilupakan juga, adalah bagaimana upaya para eksportir skala kecil dan menengah untuk bisa meningkatkan kemampuannya untuk lebih kompetitif dan terintegrasi di pasar internasional. Upaya tersebut, akan sangat bergantung pada kemauan masing-masing eksportir untuk meningkatkannya, salah satunya melalui prorgam Arise Plus Indonesia.
“Arise Plus Indonesia diharapkan bisa (membantu) untuk mencapai tujuan ini,” tuturnya.
Daya Saing Global
Sementara, Kepala Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket menjelaskan, kerja sama yang sudah terjalin dengan Indonesia, diharapkan bisa mendorong peningkatan ekonomi nasional secara baik. Adapun, kerja sama fokus pada peningkatan iklim usaha, pembangunan ekonomi yang inklusif, dan investasi berkelanjutan.
Di mata Vincent, Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki potensi besar dalam daya saing secara global. Namun, potensi tersebut harus bisa dikembangkan dengan baik mengikuti standar yang berlaku secara internasional.
Untuk bisa mewujudkan itu, program Arise Plus Indonesia diharapkan bisa membantu untuk mencapainya dengan cara memperkuat ekspor dan daya saing Indonesia dalam rantai perdagangan global. Kata dia, Arise Plus Indonesia akan mendukung integrasi perdagangan dan investasi Indonesia di ASEAN dengan Uni Eropa dan dalam organisasi perdagangan dunia (WTO).
Dengan kata lain, Vincent berharap, seluruh pelaku usaha terkait perdagangan dengan Uni Eropa bisa mendapatkan manfaat dari sistem perdagangan dan sekaligus peningkatan ekspor, peningkatan keahlian, dan transfer teknologi.
baca juga : Keamanan Pangan Produk Perikanan, Kunci Bersaing di Pasar Internasional
Untuk saat ini, proses negosiasi tengah berjalan untuk perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif Uni Eropa-Indonesia atau CEPA. Dari perjanjian itu, dimungkinkan terlaksananya peningkatan perdagangan barang dan jasa, serta peluang investasi di pasar bersama. Untuk Indonesia, subsektor yang sangat potensial untuk dikembangkan, adalah perkebunan dan perikanan yang masuk sektor pertanian.
Adapun, perundingan atas tarif bea masuk atas komoditas ekspor ikan ke Uni Eropa saat ini dievaluasi hingga bisa mencapai 0 persen melalui skema CEPA. Upaya tersebut akan menghilangkan tarif bea masuk yang saat ini berlaku di kisaran 20 hingga 24 persen untuk ekspor ikan ke Uni Eropa. Jika itu berhasil, maka angka ekspor ikan ke Uni Eropa diyakini akan naik signifikan.
Upaya yang sedang dijajaki oleh Kemendag dan Bappenas bersama Uni Eropa dengan menjadikan subsektor perikanan sebagai penggerak utama dalam ekonomi Indonesia, akan menjadi catatan besar. Mengingat, sejak 2016 Pemerintah Indonesia sudah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI).
Perpres tersebut menutup pintu bagi para investor dari luar Indonesia untuk menanamkan modalnya pada subsektor perikanan, khususnya perikanan tangkap. Sementara di sisi lain, untuk menjadikan perikanan sebagai penggerak utama, diperlukan investasi dalam jumlah besar dan berkelanjutan dari sektor hulu ke hilir subsektor perikanan.
Diketahui, kegiatan awal program Arise Plus Indonesia akan mencakup pengembangan kapasitas di berbagai kementerian, studi terkait perdagangan dan investasi, serta dukungan teknis kepada asosiasi produsen Indikasi Geografis (IG).
Selain Pemerintah, kolaborasi dengan perwakilan dunia usaha akan dilakukan untuk membantu menyebarluaskan kemajuan negosiasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Uni Eropa-Indonesia (IEU- CEPA) ke kalangan bisnis dan masyarakat sipil, serta memastikan manfaatnya bagi Indonesia termasuk dalam hal peningkatan lapangan kerja dan pemerataan kesejahteraan.