Mongabay.co.id

Empat Pelaku Terciduk, 85 Paruh Bengkok Selamat dari Pasar Ilegal

Nuri bayan di kandang angkut milik BKSDA Ternate. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Pagi itu, Senin (30/9/19) di kandang transit Kantor Seksi Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Wilayah I Maluku Utara, terdengar riuh. Suara paruh bengkok   bersahut- sahutan. Enam kandang transit dan 11 kandang angkut terisi penuh.

Burung-burung ini hasil sitaan dari Kabupaten Pulau Morotai, Halmahera Utara, Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan. Empat pelaku diduga kuat jadi penangkap, penampung serta memperjualbelikan burung dilindungi.

Mereka masing-masing, Aleksander (20) asal Desa Kalipitu Halmahera Utara, Irwan asal desa Dehegila Morotai, Istiawan, warga desa   Sailal   dan Rudi dari Desa Cemara Jaya, Halmahera Timur. Keempatnya sudah jadi tersangka dan dititipkan di Mapolres Ternate.

Dari tangan pelaku, diamankan 85 paruh bengkok 85. Selain dari Morotai, Halmahera Utara dan Halmahera Timur, tim penegakan hukum (Gakum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama BKSDA juga mengamankan 10 paruh bengkok yang ditangkap warga Desa Kosa , Kota Tidore Kepulauan. Warga penangkap burung hanya diberikan pembinaan. Sementara 10 paruh bengkok diamankan dan dibawa ke Ternate.

“Mereka adalah penangkap, pengumpul sekaligus penjual,” kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Seksi BKSDA Wilayah I Ternate Maluku Utara Anwar Ibrahim kepada Mongabay, Senin (30/9/19).

Dia bilang, paruh bengkok yang diamankan itu terdiri dari kasturi Ternate (49), kakatua putih (15), nuri bayan (11) dan nuri kalung ungu (10). Paruh bengkok ini disita, setelah tim Gakkum KLHK dan BKSDA terjun dibantu kepolisian.

 

Kakatua putih sitaan di kandang transit BKSDA Ternate. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Petugas mulai mengintai sejak enam bulan lalu. Bahkan, ada yang sudah setahun lalu. Pelaku ada yang berulangkali menjalankan aktivitas ini. Bahkan, katanya, satu pelaku pernah proses hukum, namun kala itu baru sebatas saksi.

“Yang namanya Samuel, dari Tobelo pernah diperiksa. Waktu itu jadi saksi, karena dianggap sebagai penunjuk jalan penangkapan dan penjualan paruh bengkok di Tobelo,” katanya. Kala itu Samuel diperiksa kasus menyelundupan burung ke kapal untuk dibawa ke Filipina.

Dia bilang, para pelaku rata-rata petani dan pemain lama serta berlatar belakang ekonomi.

Paruh bengkok yang mereka kumpulkan, katanya, tergantung pesanan. Ada juga yang menangkap, baru cari pembeli.

Dari pemeriksaan, satwa dilindungi itu akan dibawa ke Sulawesi karena ada permintaan salah satu pemodal yang telah mentransfer uang kurang lebih Rp6 juta.

“Mereka telah transaksi duluan. Pemodal sudah mentransfer uang. Burung nanti dikirim,” katanya.

Meski begitu, Anwar mengaku belum mengetahui   proses pengiriman satwa in seperti apa.

Sampai kapan burung- burung ini dititipkan di kandang transit BKSDA? Soal ini, kata Anwar, sudah mendapatkan instruksi dari Kepala BKSDA Maluku-Maluku Utara untuk berkoordinasi dengan polisi, jaksa dan hakim. Koordinasi ini guna memastikan specimen atau barang bukti bisa segerarilis. Tujuannya, burung-burung ini ketika lepas liar bisa segera menyesuaikan diri dengan habitat.

Soal pelepasliaran burung, katanya, tergantung proses hukum dari penyidikan hingga masuk persidangan. Kalau burung-burung ini segera rilis , katanya, lebih baik.

Data himpunan Mongabay menyebutkan, dalam dua tahun terakhir selalu ada penangkapan dari pemburu sampai penjual paruh bengkok.

 

Nuri Ternate sitaan di kandang transit BKSDA Ternate. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

 

Daerah rawan

Di Maluku Utara, Halmahera Utara, Morotai dan Halmahera Timur dan Halmahera Selatan merupakan wilayah   rawan  perburuan dan penyelundupan paruh bengkok.  BKSDA Wilayah I Ternate menetapkan beberapa titik rawan di daerah ini .

“Ada tujuh titik pelabuhan paling rawan di Halmahera Utara. Pelabuhan besar maupun kecil  semua rawan penyelundupan paruh bengkok. Ini karena jauh dari pantauan,” katanya.

Anwar bilang, ada beberapa lokasi rawan sudah teridentifikasi, misal, di  Kecamatan Kao Barat dan Galela. Setelah terbuka jalan dari Halmahera Utara, ke desa-desa pedalaman di Halmahera Barat, katanya, penangkapan dan penjualan burung  bergeser juga ke daerah itu.

Hasil operasi penangkapan penjualan dua tahun ini, sejak November 2017 sudah diamankan 125 paruh bengkok di Halmahera Selatan, tediri dari kakatua putih (41), bayan merah (22) dan bayan hijau (62 ). Ini hasil operasi Polres Halmahera Selatan.

Pada Mei 2018, operasi Polres Halmahera Utara menangkap penampung sekaligus pemburu di Kao Barat. Dalam operasi itu, polisi  mengamankan 33 paruh bengkok, terdiri dari 17 nuri bayan, 14 kakatua putih, dan dua kasturi Ternate.

Data Balai Konservasi Sumberdaya Alam Wilayah Maluku Maluku Utara, dalam 2018 saja, ada 72 kasus peredaran dan penjualan satwa liar ilegal. Dari 72 kasus itu ada 1.100 burung diselamatkan. Sebagian besar lepas liar ke habitat.

Maluku dan Maluku Utara, katanya, memiliki banyak pintu masuk dan keluar, terutama pelabuhan laut dan pelabuhan udara. BKSDA merinci, di Maluku dan Maluku Utara, ada 45 pelabuhan resmi, 21 pelabuhan di Maluku dan 24 Maluku Utara yang sangat rawan jadi jalur keluar masuk paruh bengkok.

Simon Purser,   Senior Consultant   Wallacea Nature Conservation Consulting yang kini membantu Taman Nasional Aketajawe Lolobata untuk penyelamatan dan perlindungan paruh bengkok   mengatakan, ada dua hal penting dalam persoalan perburuan dan perdagangan paruh bengkok ini.

Pertama, perdagangan satwa ilegal berlangsung karena masih sebagai bisnis besar di Wallacea. Dari data sebelumnya, sekitar 50% burung yang diperdagangkan   tujuan keluar negeri lewat Filipina.

Burung-burung ini   kebanyakan akan “dicuci” di Mindanao (Glan, Mati, Davao, General Santos, dan daerah lain). Dari sini, mereka akan gunakan surat penangkaran palsu untuk mendapatkan izin ekspor di Manila, lalu kirim ke seluruh dunia.

Sementara , 50% yang lain untuk perdagangan dalam negeri. Kebanyakan burung kirim ke Jawa, seperti ke pasar burung di kota-kota besar, lewat Sulawesi dan Surabaya.

Kedua, pencegahan peredaran satwa ini begitu susah terutama di daerah kepulauan seperti Maluku Utara dan Maluku. Kondisi ini, katanya, karena   banyak titik masuk dan keluar.

Persoalan ini, katanya, akan makin rumit karena   keterbatasan personil aparat penegak hukum. Meski demikian, katanya,   tetap ada usaha aparat polisi termasuk   Polhut BKSDA dan Penegakan Hukum LHK, serta kepolisian lain di beberapa kabupaten di Halmahera.

“Komitmen dan berkerjasama itu sudah ada. Kasus ini membuktikan salah satu keberhasilan upaya ini. Semoga   pengadilan, kejaksaan dan kehakiman ikut berkomitmen biar kasus hukum ini bisa membantu membongkar jaringan perdagangan ilegal dan meningkatkan efek jera.”

 

Keterangan foto utama:  Nuri bayan di kandang angkut milik BKSDA Ternate. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version