Mongabay.co.id

Hutan Lindung Egon Ilimedo Kembali Terbakar. Kenapa Kebakaran Rutin Terjadi?

 

Dalam kurun waktu dua bulan terakhir, kawasan hutan lindung Egon Ilimedo di kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) telah dua kali mengalami kebakaran. Yaitu pada 7-8 September di Wodon, Desa Wairterang, dan 30 September 2019 di desa persiapan Egon Buluk. Dua kasus kebakaran ini masuk wilayah kecamatan Waigete kabupaten Sikka,NTT.

Kawasan Hutan Lindung Egon Ilimedo seluas 19.456,8 hektare, merupakan kawasan hutan penting dan terluas di Kabupaten Sikka.Arealnya melingkupi lima kecamatan yaitu Kecamatan Waigete, Mapitara, Doreng, Waiblama dan Talibura.

Menurut sejarahnya, kawasan ini ditetapkan lewat register 107 pada 1932, pengukuhan tapal batasnya diresmikan pada 12 Desember 1984, dan disahkan lewat SK Menhut No. 423/KPTS-II/1999.

baca : Dikawal, Proses Hukum 8 Perusahaan di Sumatera Selatan yang Disegel KLHK

 

Lahan dalam kawasan hutan lindung Egon Ilimedo persis di ruas jalan raya Waigele-Galit yang menghubungkan kecamatan Waigete dan Mapitara, Sikka,NTT, yang rutin terbakar setiap tahun. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Aparat dari  polisi hutan, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) kabupaten Sikka, BPBD, Kodim 1603 Sikka serta Polres Sikka terlibat pemadaman.

Kendaraan water canon Polres Sikka dan mobil tanki air Polres serta BPBD Sikka turut dikerahkan. Warga dan wisatawan asing yang menginap di cottage di pesisir pantai Wairterang ikut terlibat.

“Kebakaran diduga akibat dari pembakaran lahan kebun di areal timur hutan lindung berbatasan dengan kebun warga. Bisa juga  api berasal dari puntung rokok yang dibuang pengendara yang melintas di jalan negara trans Flores,” ujar Kepala UPT KPH Sikka, Benediktus Hery Siswadi kepada Mongabay Indonesia, Senin (30/9/2019).

Hery menyebutkan, total areal yang terbakar mencapai sekitar 7,5 hektare. Api cepat menjalar karena banyak daun dan ranting kering. Tetapi tidak ada pepohonan besar yang terbakar sebab areal yang terbakar masih berada tidak jauh dari jalan negara.

Kebakaran terjadi lagi di di jalan yang membelah hutan lindung dari Blidit Desa persiapan Egon Buluk, Kecamatan Waigete menuju Desa Egon Gahar, Kecamatan Mapitara. Informasi kebakaran diketahui dari kepala desa Egon Gahar.

“Kami bersama petugas Koramil Talibura dan Polsek Waigete berusaha memadamkan api dengan peraatan sederhana. Kami menggunakan kayu dan ranting pohon sebab tidak memiliki mobil tanki air,” ungkap Heri

Petugas membawa air dalam tank penampung air berukuran 1.100 liter yang diletakkan diatas mobil pick up untuk memadamkan api.

baca juga : Kondisi di Laut Memicu Terjadinya Kebakaran Hutan?

 

Petugas Polisi Hutan UPT KPH kabupaten Sikka, NTT memadamkan api dalam kawasan hutan lindung Egin Ilimedo menggunakan ranting pohon. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Kebakaran lahan di dalam kawasan hutan lindung menurut Hery selalu berulang setiap tahun saat musim kemarau menghanguskan puluhan pohon Ampupu (Eucalyptus urophylla) berusia puluhan bahkan ratusan tahun.

“Kalau ada mobil tanki air sendiri maka saat ada kebakaran kami langsung bergerak ke lokasi. Kebakaran selalu terjadi setiap tahun sebab jalan ini berada di dalam kawasan hutan lindung dan ramai dilintasi kendaraan,” ungkapnya.

Pihak UPT KPH Sikka baru bisa memadamkan api setelah 5 hari. Total lahan yang terbakar di kejadian kedua sekitar 20 hektare berada di Register Tanah Kehutanan (RTK) 107.

Kebakaran ini juga menyebabkan  ratusan pohon mahoni yang baru ditanam dalam aksi penghijauan tahun 2018 ikut terbakar.

“Lokasi hutan lindung ini memang rutin terbakar setiap tahun meskipun kami tak pernah bosan menghimbau warga agar jangan membuang puntung rokok atau membakar lahan kebun dekat dengan hutan lindung,” tuturnya.

perlu dibaca : Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang

 

Petugas UPT KPH kabupaten Sikka memadamkan api di batang kayu Ampupu (Eucalyptus urophylla) kering yang tumbang dan terbakar di dalam kawasan hutan lindung Egon Ilimedo agar api tidak menyebar. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pelaku Ditangkap

Hery menjelaskan saat kejadian pembakaran lahan di desa Kloangpopot kecamatan Doreng, petugas langsung ke lokasi dan menangkap tangan pelaku bernama Kristoanus Sani (30) Selasa (18/6/2019).

“Pelaku kami tangkap tangan dan bawa ke Polres Sikka untuk diproses lebih lanjut. Api tidak menjalar lebih jauh ke kawasan hutan lindung karena bisa dipadamkan,” sebutnya.

Total lahan yang terbakar sekitar 0,5 hektare. Pelaku sebelumnya menebang menebang pohon di lahan Hutan Kemasyarakatan, kemudian membakar lahan hingga merambat ke areal hutan lindung.

Berkasnya sudah lengkap (P19) untuk diajukan ke pengadilan. Menurut pengakuan terdakwa, ada 3 orang teman lainnya yang juga membakar hutan lindung namun kasusnya masih dikembangkan.

Polres Flores Timur juga menangkap pelaku pembakaran hutan di kawasan Gunung Lewotobi yang dilaporkan UPT KPH Flores Timur.

“Pelaku berinisial BWH sudah kami amankan dan ditetapkan jadi tersangka. Kasusnya sudah diserahkan ke Kejaksaan agar pelaku segera diproses secara hukum,” kata Kapolres Flores Timur, AKBP Deny Abrahams.

Bupati Flores Timur (Flotim) Antonius Gege Hadjon kepada Mongabay Indonesia merasa kesal dengan aksi pembakaran hutan dan meminta kepada Polres Flotim untuk mencari pembakar hutan di Gunung Ile Mandiri Kota Larantuka.

Dalam kebakaran ini Antonius mengatakan sekitar 100 hektare lahan hutan terbakar sejak Senin (16/9/2019). Pemda Flotim mengerahkan ASN bersama petugas BPBD, Tagana dibantu personil Kodim 1624 Flotim dan Polres Flotim melakukan pemadaman.

Menurut Jeffry Wungubelen, petugas UPT KPH Flotim, api baru bisa dipadamkan setelah 8 hari dilakukan aksi pemadaman sejak pagi pukul 08.00 WITA hingga sore 18.00 WITA.

“Total lahan yang terbakar sekitar 150 hektare dan diduga api berasal dari lahan kebun warga yang dibakar dan merambat ke areal hutan,” tuturnya.

Sementara Mariatmo Lein salah seorang petugas Tagana Flotim mengaku kesal dengan ulah warga yang membakar hutan. Warga pun tidak mau diajak memadamkan api meskipun dampak banjir bandang akan terjadi bila gunung gundul akibat kebakaran.

“Kesadaran warga masih rendah bahkan kami ditertawakan saat setiap hari harus masuk hutan memadamkan api. Warga sepertinya masa bodoh dan tidak peduli dengan dampaknya,” ucapnya kesal.

menarik dibaca : Hujan Mulai Turun tapi Lahan Gambut Tetap Membara, Kenapa?

 

Petugas UPT KPH kabupaten Sikka memadamkan api di batang kayu Ampupu (Eucalyptus urophylla) kering yang tumbang dan terbakar di dalam kawasan hutan lindung Egon Ilimedo agar api jangan menyebar. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Hidupkan Kearifan Lokal

Kepala Divisi Sistem Data, Informasi dan Media WALHI NTT Dominikus Karangora mengatakan hampir di sebagian besar wilayah di NTT memiliki kearifan lokal dalam mengelola lahan.

Sebelum membakar lahan kebun, biasanya warga membuat batas atau sekat bakar dan juga membaca arah angin.

“Hampir setiap wilayah di NTT mempunyai kearifan lokal soal larangan membakar hutan. Hanya masalahnya ada yang masih dijalankan dan ada yang sudah hilang,” ungkapnya.

Carolus Winfridus Keupung Direktur Wahana Tani Mandiri (WTM) mengatakan dahulu masyarakat sering membakar lahan saat membuka kebun baru.

Selama 20 tahun, WTM berusaha menyadarkan masyarakat khususnya di kabupaten Sikka untuk meninggalkan kebiasaan membakar lahan.

“Pohon dan tumbuhan yang ditebang kami larang untuk dibakar. Batang dan  ranting pohon dipakai untuk penahan terasering dan dedauan dijadikan pupuk,” sebutnya.

WTM menjelaskan kepada masyarakat bahwa tanah menjadi tidak subur bila dibakar.Unsur hara dalam tanah akan hilang. mikroorganisme yang membuat tanah menjadi subur juga akan mati.

“Petani pun mulai sadar sehingga di wilayah dampingan WTM di bagian barat Sikka, sudah tidak ada lagi petani yang menggunakan sistem tebas bakar saat membuka kebun,” pungkas Wim.

 

Exit mobile version