Mongabay.co.id

Ini Lebah Traveler dari Sukaresmi, Penghasil Madu Laduni

 

Mendekati musim berbunga, biasanya Abdul Kodir (53) sibuk dengan 300 stup atau kotak berisi lebah. Di antara bulan Oktober – November, seperti saat ini, ia mesti sudah memindahkan ribuan serangga penghasil madu itu untuk digembalakan keluar dari tempat tinggalnya di Desa Ciwalen, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Lebah jenis Apis melifera yang Kodir ternakan memang tak pernah menetap, selalu mengembara dari satu musim ke musim demi memburu pohon yang sedang berbunga. “Sekarang lagi musimnya rambutan,” kata Kodir, saat ditemui Mongabay-Indonesia belum lama ini.

Pria paruh baya ini mahfum perihal jadwal ‘menggembala’ lebah. Disebut ‘menggembala’ karena memang modelnya mirip dengan menggembalakan hewan ternak mencari rumput hijau. Bedanya, kali ini yang dicari adalah nektar atau sari pati.

“Yang paling bagus bunga (pohon) randu,” ucap Kodir, “Protein sarinya tinggi.”

baca : Hebatnya Lebah Madu, Bisa Pecahkan Soal Matematika

 

Seorang pekerja sedang memindahkan stup/kotak berisi lebah madu milik Kelompok Tani Madu Laduni Mutiara untuk ‘digembalakan’ di perkebunan di Kecamatan Gringsing, Batang, Jateng. Foto : Kelompok Tani Madu Laduni Mutiara/Mongabay Indonesia

 

Stup/kotak berisi lebah madu milik Kelompok Tani Madu Laduni Mutiara yang ‘digembalakan’ di perkebunan  di Kecamatan Gringsing, Batang, Jateng. Foto : Kelompok Tani Madu Laduni Mutiara/Mongabay Indonesia

 

Idealnya, katanya, butuh 10 hektare untuk lebah optimal menghasilkan. Namun, area itu jarang tercukupi. Beruntung, Kodir berjejaring bersama Asosiasi Peternak Lebah se-Jawa sehingga lebah-lebah miliknya tak kepayahan jika akan melakoni traveling ke beberapa wilayah di Jawa.

Menggembalakan lebah biasanya dimulai menjelang bulan Mei. Saat itu tanaman randu di daerah Alas Roban yaitu Pati, Jepara dan Batang di Jawa Tengah dan beberapa daerah di Jawa Timur mulai berbunga. Bulan Agustus – September bagian karet berbunga, di susul Oktober – November saatnya lebah meresapi sari pati pohan rambutan di Jawa Barat (Subang).

“Bulan Desember, merupakan masa-masa paceklik bagi lebah- lebah ini. Biasanya dibawa ke kebun kopi. Tapi karena singkat masa berbungannya sehingga kopi hanya dijadikan penyelang saja.”

“Sebenarnya yang enak bagi penggembala lebah itu pohon kalianda, berbunganya sepanjang musim. Sayangnya tak banyak yang menanam,” ujarnya.

Lebah akan digembalakan selama 2-3 bulan pada satu komoditas pohon tertentu. Kodir menuai panen raya sebanyak tiga kali. Saat bunga – bunga bermekaran, ia kadang mampu memanen 1 ton madu. Asalkan cuaca sedang berpihak kepada pria murah senyum ini.

Nilai tiap kilogram madu murni sekitar Rp60.000 – Rp80.000. Ia baru akan menjual setelah dikemas. Untuk ukuran 150 – 650 mililiter madu, dihargai Rp30.000 – Rp120.000. Dengan brand “Laduni”, Kodir memasarkan madunya di Jakarta, Bandung dan kota sekitar Cianjur.

Permintaan madu tinggi yang membuat Kodir harus cekatan mencari tempat budidaya yang sedang berbunga. Tujuannya agar madu bisa dipanen sepanjang tahun.

baca juga : Begini Ide Adopsi untuk Pelestarian Lebah dan Peningkatan Produksi Madu

 

Sarang madu dari stup/kotak berisi lebah madu milik Kelompok Tani Madu Laduni Mutiara. Foto : Kelompok Tani Madu Laduni Mutiara/Mongabay Indonesia

 

Seorang pekerja sedang menyaring madu dari lebah yang diternakkan Kelompok Tani Madu Laduni Mutiara. Foto : Kelompok Tani Madu Laduni Mutiara/Mongabay Indonesia

 

Akan tetapi, Nanan Redi, rekan Kodir sedikit gusar. Memproduksi madu tidak semudah bayangan orang. Produksi madu sangat tergantung keberadaan bunga, tentu erat kaitannya pepohonan, bahkan dengan hutan.

Alasan itulah, melatarbelakangi mereka mendirikan Kelompok Tani Laduni Mutiara pada tahun 2007. Sejak awal berdiri mereka kompak bercita-cita memiliki lokasi pakan lebah sebagai tempat gembala sendiri di Cianjur.

Sistem sewa lahan menjadi jalan budidaya lebah. Tarifnya Rp2.000 – Rp5.000 per stup tergantung lokasi dan banyaknya ketersediaan pakan. Ada juga tak berbayar. Biasanya pemilik lahan yang meminta untuk didatangi penggembala lebah tanpa perlu menyewa. Simbiosis dengan petani, karena lebah membantu penyerbukan.

Pantang bagi pertenak lebah menggembalakan lebah tanpa perhitungan. Apalagi masa paceklik. Pasalnya, biaya traveling lebah-lebah ini tak murah.

“Bisa merugi,” ucapnya.

Kelompok ini kemudian mempelajari lika-liku habitat lebah. Kodir bilang, keunikan madu adalah aroma, warna dan rasa yang berbeda. Ketiga unsur cita rasa itu tergantung nektar yang di bawa lebah ke sarangnya.

Mereka juga sempat mendapat pendampingan dari IPB Bogor untuk melakukan  Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif (RHLP), dan kemudian melakukan konservasi hutan secara swadaya mandiri. Mereka juga mendapat pendampingan budidaya lebah oleh Cabang Dinas Kehutanan (CDK) IV Pemprov Jawa Barat

perlu dibaca : Perubahan Iklim, Lebah Madu Hengkang dari Sentarum

 

Madu Laduni hasil produksi Kelompok Tani Madu Laduni Mutiara dari Desa Ciwalen, Kecamatan Sukaresmi, Cianjur, Jabar. Foto : Jay Fajar/Mongabay Indonesia

 

Potensi Lebah

Bagi Kodir program tersebut berpeluang untuk mengembangkan lebah Trigona yang dikenal sebagai lebah penghasil madu dan propolis.

Propolis adalah zat resin dari getah tanaman yang mengandung senyawa mineral dan antibiotik. Lebah memakai propolis untuk menutup celah dan memperkecil pintu sarang.

Kodir mengatakan, lebah Trigona lebih punya keunggulan ketimbang Apis malifera. Trigona atau Teweul menurut orang Sunda, bukan lebah penyengat. Ukuran lebah yang lebih kecil dari Apes malifera mudah dipelihara karena bisa hidup berdampingan dengan manusia. Ini berbeda dengan lebah Apes malifera yang doyan traveling dan tak menyukai suara bising yang membuat mereka mudah menyengat.

Banyak petani berminat melihara lebah Trigona, termasuk Kodir. “Kondisi alam di sini menunjang sebab ada perkebunan kopi dan suhu udara di Cianjur memungkinkan jenis pepohonan bisa ditanam. Terlebih lebah ini lebih adaktif terhadap lingkungan dan tak perlu repot untuk travelering” ucapnya.

Kodir dan Nanan memiliki segudang rencana perihal itu. Sebagai pemanasan, di kebun seluas 400 meter persegi milik Kodir, mulai ditanami beragam tanama hias dan pepohonan buah.

“Jika nanti diizinkan mengelola hutan sendiri, kami berencana membuka wisata edukasi lebah madu dan tanaman hias,” kata Kodir.

menarik dibaca : Petani Hutan Rinjani, Dulu Panen Jagung, Kini Andalkan Madu

 

Abdul Kodir (53), Sekretaris Kelompok Tani Madu Laduni Mutiara dari Desa Ciwalen, Kecamatan Sukaresmi, Cianjur, Jabar memperlihatkan madu produksinya. Foto : Jay Fajar/Mongabay Indonesia

 

Selain demi meningkatkan kesejahteraan warga, keberadaan lebah juga jadi indikator mutu lingkungan. Serangga seperti lebah, merupakan salah satu komponen tidak terpisahkan dalam ekosistem.

Tapi siang itu, Kodir tak berada di dekat “balada tantara” miliknya. Kala itu, ia berada di Kota Bandung untuk mengikuti serangkaian kegiatan.

Gelora budidayanya berapi – api tatkala bercerita peluang madu di hadapan rekan seprofesinya. Ceritanya tentang madu meluncur dari pikiran hingga kata – katanya seperti berasal dari sebuah ide yang sudah tersusun dengan pasti.

Biasanya, keseharian Kodir tak lepas dari perlebahan. Memindahkan koloni lebah mulai dari lebah ratu, lebah pekerja dan jantan bisa kabur, kesibukan sepanjang hari saat musim bunga seperti saat ini.

Selain itu ia bersama kelompoknya kerap membuat rumah para lebah. Kotak lebah didesain khusus. Ukuran kotak didesain proposional. Tak terlalu kecil juga tak terlalu besar sebab itu ada terkait antara kapasitas populasi dan produksi guna memudahkan pengembangan koloni dan pemanenan madu.

Di sela – sela bercerita, Kodir mengatakan dengan penuh harapan. Katanya, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat siap berkolaborasi untuk menjadikan Jabar sebagai pusat perlebahan nasional dan lumbung madu di Indonesia.

 

 

Exit mobile version