Mongabay.co.id

Pesona Desa Wisata Pujon Kidul, Olah Kembali Air Limbah dan Sampah

Cafe Sawah, milik BUMDes Pujon Kidul, mendaur ulang air limbah dan sampah mereka. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Jumaiyah, warga Desa Talangsuko, Kecamatan Turen Kabupaten Malang, Jawa Timur, sedang asik menikmati nasi jagung dengan lauk urap-urap sayur, sambal dan ayam goreng. Dia duduk bersimpuh bersama 50-an orang di gazebo Café Sawah di Pujon Kidul, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Meja panjang dipenuhi aneka masakan tradisional, khas kuliner desa.

Beragam kuliner tersaji, ada pecel, nasi jagung, nasi goreng, sayur urap, bakso dan aneka lalapan. Tak ketinggalan minuman panas dan dingin, bisa dipilih sesuai selera. Harga masakan cukup bersahabat antara Rp5.000-Rp20.000.

Mereka menikmati kuliner, sembari bercengkrama dengan sesama kader Posyandu Desa Talangsuko. Mereka sengaja bertamasya, menempuh jarak sekitar 50 kilometer dari kampung. Panorama alam di Kaki Gunung Banyak, dan hamparan pertanian sayuran memanjakan mata para pengunjung.

“Masakan enak, hawa sejuk dan pemandangan indah,” kata Jumaiyah.

Usai menyantap aneka kudapan dan masakan khas Pujon Kidul, mereka berkeliling di area seluas tiga hektar itu. Taman tertata rapi, berhias bunga dan tanaman. Aneka sayuran terhampar di Café Sawah. Ada selada, tomat, wortel, bawang, cabai sampai kubis.

Ada beberapa kolam ikan berisi ikan koi turut jadi atraksi wisata menarik. Gemericik air mengalir, puluhan angsa dan itik berenang. Sejumlah keluarga terdiri dari anak dan ibu bermain dengan itik. Sesekali mereka berswafoto dengan latar belakang unggas.

 

Kolam ikan di Cafe Sawah, salah satu hasil olah air limbah. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 


Air limbah dan sampah diolah

Air di kolam-kolam itu Siapa ternyata dari limbah dapur dan toilet yang ada di café sawah. Air limbah domestik itu diolah dalam reaktor instalasi pengolahan air limbah (IPAL) terpadu. Air disaring beberapa tahap, ampas kotoran jadi pupuk. Air limbah setelah melalui proses penyaringan mengalir jernih.

“Sayur itu gunakan pupuk yang diolah dari IPAL,” kata Ibadur Rochman, Manajer Marketing Café Sawah.

IPAL Komunal dibangun setahun lalu. Semua diolah agar tak menganggu dan merusak lingkungan di sekitar café. Sisa makanan pengunjung juga jadi pakan bagi unggas dan ikan. Jadi, semua limbah terdaur lagi, tak tersisa.

“Tak ada yang terbuang,” katanya.

Pengelola menyediakan buat cuci tangan di dekat tempat duduk di berbagai sudut. Juga ada toilet bersih sekitar 20.

Setiap sudut gazebo bertebaran keranjang sampah, hingga tak ada sampah berceceran. Sampah pengunjung dikumpulkan dan diolah di tempat pengolahan sampah terpadu (TPS) Pujon Kidul. Kolasi TPST hanya selemparan batu dari Café Sawah.

Selain sajian kuliner, juga tersedia paket edukasi budidaya tanaman. Wisatawan, bisa bersama petani mulai menyemai bibit hingga panen. Tak ketinggalan juga tersedia paket wisata sapi perah, wisatawan bisa memerah susu sapi dan langsung meminum. Juga pengolahan jadi kerupuk dan susu pasteurisasi.

Dari 4.297 penduduk desa ini, sebagian besar sebagai petani dan peternak. Sapi perah sampai 1.600 ekor, produksi susu saban hari 9.500 liter. Susu dijual ke industri pengolahan susu melalui koperasi setempat. Peternakan sapi dan pertanian di sini turut berpotensi menyedot wisatawan.

Ada juga kampung budaya juga menarik wisatawan. Ia menyajikan permainan tradisional, dan menonjolkan sanggar seni di desa. Wisatawan bisa berinteraksi bersama-sama warga. Mengikuti kegiatan berkesenian.

Konsep ini menempatkan masyarakat sebagai pelaku wisata, pemilik dan pengelola. “Investornya ya warga. Tak ada pihak luar berinvestasi di sini,” katanya.

 

Beragam hasil produksis pertanian warga Desa Pujon Kidul. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Kepala Desa Pujon Kidul, Udi Hartoko mengatakan, kalau TPST Pujon Kidul, tak hanya mengolah sampah di Café Sawah juga dari 4.000-an jiwa warga Pujon Kidul. Setiap dua pekan, dua truk sampah diolah di TPST. Sampah anorganik terdiri dari plastik, kertas, dan karton dijual ke bank sampah. Sedangkan sampah organik jadi kompos.

Kompos telah diujicoba untuk bawang dan selada di TPST. Puluhan pot ditanami sayuran tertata di depan TPST Pujon Kidul. Jadi, dipastikan kompos bisa membuat tanah makin subur.

Udi Hartoko, Kepala Desa Pujon Kidul, mengatakan, perlahan-lahan masyarakat terbiasa membuang sampah di TPST. Dulu, sampah dibuang sembarangan, termasuk dibuang ke sungai. Air sungai dipenuhi sampah hingga mengalir ke sawah. “Dulu, saya mengairi sawah, ternyata bercampur sampah,” katanya.

Udin menekankan, forum paguyuban pengelola wisata, agar pakai bungkus ramah lingkungan untuk meminimalisir sampah plastik. Beralih pakai bahan alami yang mudah daur ulang, seperti daun pisang. “Leluhur kita mengajarkan pakai bahan alami.”

Desa wisata Pujon Kidul, berhasil memadukan sanitasi dengan wisata. Pola sama juga diterapkan di sejumlah obyek wisata di Kabupaten Malang, seperti di Sumbermaron, Boonpring, Jenon, Bedengan, dan Hutan Pinus Semeru. “Alamnya indah, sejuk. Sanitasi bagus. Memikat wistawan,” katanya.

 

Pemandangan Desa Pujon Kidul dan Cafe Sawah. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Timba ilmu ke Pujon Kidul

Sanitasi sehat bakal dikembangkan di obyek wisata lain melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), terutama mengoptimalkan pengelolaan sampah dan air limbah seperti di Boonpring, Jenon dan Sumbermaron.

Konsep penataan sanitasi di obyek wisata melibatkan Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Desa, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Desa (Bappeda). Ke depan, katanya, desa wisata tak hanya mengembangkan wisata juga menata sanitasi. Penataan sanitasi di tempat wisata, katanya, akan ada dana dalam APBD Kabupaten Malang 2020.

Melihat keberhasilan Pujon Kidul memadukan wisata dengan sanitasi, menarik perhatian 492 pemerintah kota dan kabupaten. Pemerintahan daerah tergabung dalam Aliansi Kota dan Kabupaten Peduli Sanitasi (Akkopsi) ini mengikuti advocacy horizontal learning (AHL) di Café Sawah.

Syarif Fasha, Ketua Akkopsi juga Wali Kota Jambi mengatakan, banyak yang penasaran dengan Desa Pujon Kidul, terutama memadukan sanitasi dengan wisata. Unik, lantaran Desa Pujon Kidul, mengelola sanitasi dengan bagus. “Ada yang berbeda. Berwisata di sawah, sanitasi bagus,” katanya.

Banyak yang dipelajari di Pujon Kidul dan akan diterapkan di daerah masing-masing. Pariwisata, katanya, tak hanya menjual alam dan budaya, harus dibarengi pengelolaan sanitasi memadai.

Untuk itu, dia mengimbau anggotanya mengoptimalkan sawah dan studi banding ke Pujon Kidul.

Kalau di luar negeri, katanya, pengelolaan wisata didahului penataan sanitasi. Setelah siap, baru mempromosikan keindahan alam, budaya, seni, dan sejarah. Menyediakan toilet, drainase, pengolahan limbah cair dan sampah yang memadai. “Toilet bersih dan terawat, dan menyediakan tempat sampah sesuai jumlah pengunjung.”

Di Indonesia, katanya, pengelola wisata abai dan kadang melupakan sanitasi hingga menimbulkan masalah lingkungan. Bahkan, kadang sampah berceceran dan tak terurus, bau dan menganggu pernapasan.

Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional Kementerian Pariwisata, Reza Fahlevi mengatakan, setiap obyek wisata harus dibangun toilet yang cukup. Dengan rasio setiap 20 orang, satu toilet. Juga harus tersedia air bersih cukup. “Tempat sampah harus ada setiap dua meter.”

Pemerintah daerah dan pengelola wisata wajib menyediakan infrastruktur pendukung. “Menjaga lingkungan secara baik, akan menunjang pariwisara berkelanjutan.”

Kementerian Pariwisata membuat pedoman destinasi wisata berkelanjutan, salah satu sanitasi. Perwakilan pemerintah kota dan kabupaten juga mendeklarasikan sinergitas sektor pariwisata dan sanitasi.

 

 

Keterangan foto utama:  Cafe Sawah, milik BUMDes Pujon Kidul, mendaur ulang air limbah dan sampah mereka. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

Lahan pertanian di Cafe Sawah. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

***

Café Sawah makin moncer, setelah dikunjungi Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2018. Omzet café sepanjang 2018 mencapai Rp14 miliar. Café Sawah mempekerjakan putra daerah, sebagian besar anak putus sekolah dan dari keluarga miskin. Café yang dikelola BUMDes ini mempekerjakan 167 orang.

Café dibangun pada 2016. Pemerintahan desa memberi modal awal Rp60 juta. Pada 2017, kembali disuntik modal Rp150 juta. Pemerintah Desa Pujon Kidul, mengeluarkan peraturan desa tentang pengembangan dan pembangunan desa wisata 2016. Perdes mengatur, agar mempekerjakan rumah tangga miskin dan anak putus sekolah di Café Sawah.

Hasilnya, angka kemiskinan menurun. Pada 2017, rumah tangga miskin 387, 2018 turun jadi 257. Dari penduduk 4.297 jiwa, kini 20% bekerja di sektor pariwisata.

 

Keterangan foto utama:

 

Exit mobile version