Mongabay.co.id

Berburu dan Jadikan Penyu Daging Asap, 6 Warga Haltim jadi Tersangka

Daging penyu yang telah diasapi maupun yang masih mentah diamankan petugas dan ditempatkan di beberapa wadah. Foto: Marnit Pos Polairud Pulau Gebe

 

 

 

 

Tampak tempurung penyu berserakan. Penyu-penyu itu, ada sudah jadi daging asap, sebagian masih proses pengasapan. Petugas dari Polisi Air (Polair) Polda Maluku, datang, dan menyergap 10 orang yang tengah jadikan penyu-penyu itu daging asap di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, Jumat (11/10/19), sekitar pukul 11.00. Setelah pemeriksaan, 10 orang dari Desa Gamesa Buli Halmahera Timur ini, empat jadi saksi karena hanya menjaga penyu. Sedangkan, enam orang sebagai tersangka karena   memanah dan menombak penyu di laut.

“Saat kita datang mereka kaget. Ditemukan daging-daging penyu, ada yang diasapi, ada sudah matang diisi dalam karung. Langsung kami perintahkan seluruh barang bukti dan pelaku, diangkut ke Pos Polairud di Gebe,” kata Kepala Pos Marnit Polairud Pulau Gebe Brigpol Arisandy saat dihubungi dari Ternate.

Sepuluh warga Buli ini datang ke Gebe pada Selasa (8/10/19). Memburu dan menangkap penyu ini terbongkar, berkat laporan warga Gebe yang menginformasikan di sekitar Tanjung Sofa ada penangkapan penyu oleh warga luar pulau. Informasi itu menyebutkan, ada warga menggunakan tiga perahu berbahan fiber dengan mesin sedang beroperasi di daerah itu. Polisi langsung bergerak.

“Kami mendapatkan laporan awal sekitar pukul 10.00. Laporan itu, kami tindaklanjuti. Personil markas unit (Pers Manit) Polaird Gebe, berkoordinasi dengan Syahbandar.”

Dia bilang,   ada dua anggota Polairud bersama warga   mengantar ke lokasi. “Perlu waktu sekitar 30 menit sampai ke Tanjung Sofa, Gebe,” katanya.

 

Petugas yang meiminta warga menunjukan daging penyu yang sedang diasapi, Foto: Marnit Pos Poalirud Gebe

 

Mereka menangkap 19 penyu. Hasil buruan, sebagian besar diolah jadi daging penyu asap. Satu masih hidup dan 18 jadi daging asap.

Kepolisian mengamankan para pelaku, penyu dan daging dan panah serta tombak. Para pelaku sempat ditahan di Pos Polairud Pulau Gebe, selama sehari semalam, kemudian dibawa ke Weda, ibukota Halmahera Tengah   untuk proses lanjutan.

Arisandy mengatakan, para pelaku tiba dari Desa Gamesa ke Gebe Selasa (8/10/19). Setelah tiba, selama empat hari hingga, mereka menangkap 19 penyu.

Pelaku saat diinterogasi awal beralasan, datang ke Gebe pakai tiga perahu untuk berburu dan menangkap babi hutan. Tak mendapatkan babi hutan jadi berburu penyu.

Meski demikian, alasan ini tak membuat polisi membiarkan mereka bebas.

 

Enam tersangka

Dirpolairud AKBP Jarod Raden Riyadi didampingi Kepala Bidang Humas Polda AKBP Yudi Rumantoro di Mako Polairud, mengatakan, dari 10 orang, enam tersangka karena memanah dan menombak penyu di laut, empat hanya saksi karena menjaga penyu.

Daging asap, katanya, dimusnahkan dan satu penyu lepas liar. Barang bukti seperti, 10 cangkang, 18 kepala penyu, empat boks pendingin, 14 tombak, enam panah, tiga longboat   serta tiga mesin 15 PK Merek Yamaha.

Sebanyak enam orang jadi tersangka, berinisial AS sebagai koordinator, NK tanggkap sembilan penyu, YK, tangkap tiga penyu. BR tangkap dua penyu, LM (1), dan TM (4). “Empat orang itu saksi karena hanya menjaga.”

Dari pengakuan para tersangka, hasil penyu dijual di Haltim.

Menurut Jarod, pengamatan lokasi dan pengakuan para tersangka,   ternyata   pemain lama dan sudah biasa beroperasi. Hanya hasil tangkapan, tak pernah dijual ke luar Malut.

BR, salah satu tersangka mengaku, perburuan dan penangkapan ini pertama kali dijalankan karena ada tanggungan pembangunan di desa.   “Ada pembuatan pagar tempat ibadah. Sebagian warga dibebankan menanggung daging, maka kita keluar mencari hewan di hutan. Dalam perjalanan anjing yang kita bawa, dimakan ular, kita balik dan bersepakat menangkap penyu,” katanya.

Abas Hurasan, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I, BKSDA Kota Ternate, mengatakan, sepintas jenis penyu sisik dengan usia diperkirakan 60 tahun ukuran besar, 30-50 tahun ukuran kecil.

 

Petugas mengamankan barang bukti daging maupun tombak dan panah untuk berburu penyu. Foto: Polairud

 

 

Marak

Perburuan penyu di laut Halmahera Tengah dan Halmahera Timur terbilang marak beberapa tahun terakhir. Lembaga Studi Etnologi Masyarakat Nelayan Kecil (Semank) Maluku Utara yang mengidentifikasi, kampanye dan advokasi warga soal perlindungan penyu, mendapatkan banyak kasus alias perburuan penyu marak. Bahkan sudah berlangsung lama.

Mereka berburu tak hanya buat konsumsi juga untuk jual beli. Perburuan terutama terjadi di pulau tidak berpenghuni di Haltim dan Halteng.

Mufti Murfum, Direktur Semank mengatakan,   perburuan penyu tak berdiri sendiri. Investigasi mereka,   menemukan adan jaringan bisnis daging penyu ini.

Saat pendampingan di Haltim, katanya, mereka menemukan   jaringan pembeli daging penyu dari Buli,     ada jaringan ke Tobelo sampai Bali. “Itu informasi yang kami himpun di lapangan . Jadi para pemburu ini beralasan ke Gebe, berburu babi hutan bisa dipastikan itu bohong,” katanya.

Mufti berharap, kepolisian bisa mengembangkan kasus ini agar bisa membongkar jaringan utama yang menjadi pembeli daging penyu.

Semank didukung Burung Indonesia monitoring dan pemantauan penyu di Haltim. Temuan menyedihkan, penyu yang naik di beberapa desa jauh menurun. Dia duga karena marak perburuan.

“Pada 2018 saat monitoring dan evalauasi di Desa Gotowasi Haltim, selama tiga bulan ditemukan penyu naik 50. Berbanding terbalik dengan monitoring dan pemantauan 2019, belum sampai 10 penyu naik bertelur di pantai,” katanya.

Padahal, penyu dewasa dan anaknya balik bertelur di tempat sama di mana biasa bertelur dan menetas. Kondisi ini, berarti ada kejadian luar biasa membuat penyu-penyu itu tak kembali bertelur di tempat itu. Atas kejadian ini, Semank berdikusi dan menyebarkan pengumuman kepada pemerintah dan masyarakat.

Informasi dari masyarakat di beberapa pulau yang tak berpenghuni ada banyak kulit penyu berserakan akhirakhir ini.

Penyu-penyu itu, katanya, diduga ditangkap dan daging diambil. Ada puluhan kulit penyu ditemukan di Pulau Enggalang, Plun, dan beberapa pulau tak bernama lain di Haltim dan Halteng.

Temuan sama juga terjadi di beberapa pulau di Halteng seperti pulau Jiu maupun Sain. “Jadi, ada indikasi bukan buat makan saja tetapi sudah bisnis hingga   mereka berani menangkap penyu sampai ke Halmahera Tengah, bahkan sampai laut Raja Ampat.”

Di bilang lagi, berdasarkan informasi dari LSM yang konsen perlindungan penyu di Raja Ampat, mengatakan, pemburu penyu ini dari Haltim juga sampai ke sana. Bersyukur, Raja Ampat sudah ketat hingga sulit perburuan.

“Kita berharap, kepolisian yang menangani kasus ini serius mengungkap hingga tahu siapa yang menyuruh mereka, termasuk   dijual ke mana. Terutama jaringan penadah di Buli dan Tobelo , sesuai informasi yang kami dapatkan,” kata Mufti.

Dia bilang, kelompok pemburu ini bergerak karena ada pemodal. “Dugaan kuat , ada pebisnis yang menggerakkan mereka. Polisi mesti mengungkap dan menangkap penadah serta agen di wilayah- terindikasi pembeli utama daging penyu.”

Dia juga meminta,    Pemerintah Halteng dan Haltim serta Malut segera memberikan perhatian tak hanya produksi perikanan juga upaya pengawasan dan upaya konservasi.

Asmad Daud, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Haltim membenarkan, marak perburuan penyu. Untuk warga di beberapa daerah di Maba Selatan, katanya, sudah dapat sosialisasi terkait larangan perburuan dan penangkapan penyu dan dugong.

Sosialiasi itu, terutama di desa-desa dekat habibat penyu dan dugong. Ternyata,  mereka berburu ke daerah yang jauh dari Haltim.

Plt Kadis Dinas Kelautan dan Perikanan Halteng, Nurlaila Samad , tak mengetahui ada peristiwa ini. Dia bilang,  belum mendapatkan laporan.

 

Keterangan foto utama:  Daging penyu yang telah diasapi maupun yang masih mentah diamankan petugas dan ditempatkan di beberapa wadah. Foto: Marnit Pos Polairud Pulau Gebe

Penyu-penyu yang siap jadi daging asap. Foto: Polair Gebe

 

Exit mobile version