Mongabay.co.id

Kasus Pelabuhan Segintung, Mantan Bupati Seruyan jadi Tersangka Korupsi

Penampakan Pelabuhan Laut Segintung, Seruyan, pada 2017. Foto: dari screetshot video di Youtube Dewa 17999

 

 

 

 

 

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Bupati Seruyan Darwan Ali sebagai tersangka kasus proyek pembangunan Pelabuhan Laut Teluk Segintung, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, periode 2007-2012.

“Korupsi pada proyek infrastruktur fisik diharapkan dapat bermanfaat bagi publik. Tentu sangat mengecewakan. Masyarakat tidak mendapatkan manfaat maksimal dari pembangunan itu,” kata Febri Diansyah, juru bicara KPK di Jakarta, Senin (14/10/19).

Padahal, katanya, sumber uang pembangunan pelabuhan dari masyarakat yang membayar pajak atau pungutan lain. Sebagai pelabuhan, idealnya, lokasi ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Seruyan.

Baca juga: Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan

Dalam perkara ini, KPK mengidentifikasi juga ada praktik politik transaksional karena diduga swasta yang dimenangkan pengadaan merupakan pendukung bupati saat pemilihan kepala daerah.

Setelah penyelidikan cermat dan hati-hati sejak Januari 2017, katanya, berlandas Pasal 44 UU Nomor 30/2002 tentang KPK, ditemukan bukti permulaan cukup. “Diputuskan perkara ini ditingkatkan ke penyidikan tindak pidana korupsi berupa perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang dalam proyek pembangunan pelabuhan laut Teluk Segintung, Seruyan tahun 2007-2012,” katanya.

Darwan Ali, adalah Bupati Seruyan periode 2003-2008 dan 2008-2013. Ia disangkakan melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Darwan Ali, mantan Bupati Seruyan dua periode

 

 

Kronologi

Kronologisnya, sekitar 2004, Pemerintah Seruyan merencanakan pembangunan pelabuhan laut. Rencana ini mulai terealisasi oleh Dinas Perhubungan Seruyan pada 2006 dengan pembangunan tiang pancang. Pada 2007, Dinas Perhubungan Seruyan mulai alokasi anggaran untuk rencana pekerjaan Pelabuhan Teluk Segintung.

Sekitar Januari 2007, Darwan Ali diduga memerintahkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Kepala Dinas Perhubungan, dan Kepala Seksi Perumahan dan Pemukiman Dinas Pekerjaan Umum agar pengadaan pembangunan Pelabuhan Laut Segintung oleh PT Swa Karya Jaya (SKJ). Diduga, perusahaan ini kawan dekat Darwan yang mendukung saat pilkada Seruyan 2003.

Untuk menindaklanjuti perintah Darwan, Panitia Lelang Pengadaan Barang atas pekerjaan pembangunan Pelabuhan Teluk Segintung dibentuk. Para panitia lelang langsung diberi arahan membahas teknis dan langkah-langkah jadikan SKJ pemenang dalam lelang terbuka, dengan harga perkiraan sendiri (HPS) final Rp112, 750 miliar.

“Dalam proses lelang terdapat kejanggalan, antara lain, pembatasan Informasi lelang dan waktu pengambilan dokumen lelang hanya satu hari. Dokumen prakualifikasi dan penawaran lelang diduga dipalsukan, dan peserta lelang lain diduga direkayasa.”

Dokumen penawaran, katanya, memiliki kemiripan, berbeda dengan nilai penawaran hanya Rp2-4 juta. SKJ diduga turut mempersiapkan beberapa dokumen palsu. Panitia lelang juga mengabaikan ketidaklengkapan atau kekurangan persyaratan dokumen prakualifikasi SKJ. Dalam dokumen, sertifikat badan usaha SKJ sudah tak berlaku.

Selanjutnya, pada 14 April 2007, Darwan menerbitkan surat keputusan bupati yang menetapkan SKJ sebagai pelaksana proyek pekerjaan pembangunan Pelabuhan Laut Teluk Segintung. Kemudian, lanjut penandatanganan kontrak pekerjaan pembangunan Pelabuhan Laut Teluk Segintung Rp112, 736 juta. Empat bulan berjalan, pada 10 Agustus 2007, tedapat perubahan (addendum0 pertama dengan mengubah nilai kontrak Rp127, 411 miliar atau bertambah 13,02%.

Perubahan ini melebihi ketentuan Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, yang menyebutkan maksimal menambah pekerjaan 10%.

Pada 2009, Darwan melalui anaknya diduga menerima uang dengan cara beberapa kali transfer dari SKJ Rp687, 500 juta. Dalam perkara ini, diduga keuangan negara dirugikan sekitar Rp20,84 miliar.

“Sejak penyidikan mulai, sudah pemeriksaan 32 saksi dari unsur seperti kepala dinas, mantan Direktur Utama PT. Yala Persada Angkasa, panitia pengadaan proyek, Inspektorat Seruyan, anggota DPRD Seruyan dan swasta.”

KPK juga menggeledah di rumah Darwan di Tebet, Jakarta Selatan dan menyita beberapa dokumen terkait perkara. KPK juga mengirim surat ke Imigrasi untuk pelarangan ke luar negeri terhadap dua orang selama enam bulan terhitung 15 Agustus 2019-15 Februari 2020. Keduanya, Darwan dan Direktur SKJ, Tju Miming Aprilyanto.

Pada Oktober 2017, investigasi  Mongabay dan The Gecko Project,  menyoroti Darwan Ali, Bupati Seruyan, Kalteng.  Dia  berusaha, mengubah bagian selatan kabupatennya menjadi perkebunan sawit raksasa, untuk kepentingan para kerabat dan kroni-kroninya. Artikel ini menggali tentang salah satu contoh mengerikan dari suatu sistem dimana kepala daerah berkolusi dengan perusahaan-perusahaan swasta, yang mengakibatkan konsekuensi-konsekuensi yang mengancam rakyat dan lingkungan.

 

Temuan investigasi The Gecko Project dan Mongabay. Perusahaan-perusahaan yang izin dikeluarkan Darwan Ali, dengan direksi dan pemegang saham anak dan kroninya, lalu dijual, salah satu ke PPB Oil Palm (Kuok Gruop). Sumber: Dirjen AHU, Bursa Saham Malaysia, dan berbagai sumber

 

Zenzi Suhadi dari Walhi mengatakan, kasus pelabuhan ini bisa jadi pintu masuk mengusut kasus lain, terutama yang berkaitan sektor sumber daya alam. Apalagi, Darwan sebelumnya disebut-sebut terlibat kasus sengkarut perizinan sawit yang pernah terungkap lewat investigasi The Gecko Project dan Mongabay.

“Dalam mengusut kasus ini KPK juga harus mengejar pembangunan pelabuhan ini untuk memfasilitasi siapa?” katanya.

Dia menilai. Seruyan, salah satu kabupaten dengan izin perkebunan sawit terbanyak di Indonesia. Izin perkebunan sawit itu, katanya, tak lepas dari dugaan praktik korupsi, dalam hal ini penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin. Lalu, konflik kepentingan dari pemberi izin, dalam arti, praktik kepala daerah itu menerbitkan izin untuk dirinya sendiri. Terlepas, dengan skema mengatasnamakan orang lain.

Susan Herawati, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), mengatakan, kasus transaksional ini kemungkinan banyak terjadi di daerah lain.

Dia bilang, di pesisir itu ada rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K). Peruntukan ruang semacam pelabuhan ini gencar dilakukan pemerintah daerah.

Padahal, katanya, secara fungsi peruntukan masih belum jelas. Salah satu, kasus serupa di Pulau Wawonii, Kepulauan Konawe, Sulawesi Tenggara. Pemerintah daerah, katanya, gencar membangun pelabuhan padahal nelayan tak perlu. “Artinya, RZWP3K harus diawasi betul. Bisa jadi ada pembangunan pelabuhan yang jadi lumbung korupsi.”

Dia menyayangkan, pelemahan KPK melalui revisi UU KPK. “Kasus-kasus penangkapan atas pencurian yang oleh koruptor akan jadi cerita lalu kalau revisi UU KPK berlaku.”

 

Keterangan foto utama: Penampakan Pelabuhan Laut Segintung, Seruyan, pada 2017. Foto: dari screenshot video di Youtube Dewa 17999

Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, bagian dari Pulau Kalimantan

 

Exit mobile version