Mongabay.co.id

Perlu Nota Kesepahaman, Penyelamatan Badak Sumatera Antara Indonesia-Malaysia

 

 

Para ilmuwan awal Oktober ini berhasil “memanen” sel telur tunggal dari badak Sumatera terakhir di Malaysia [Dicerorhinus sumatrensis] bernama Iman. Upaya tersebut dipimpin oleh Thomas Hildebrandt dari Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research, Jerman, bekerja sama dengan Borneo Rhino Alliance [BORA].

Ekstraksi sel telur Iman harus dilakukan hati-hati karena ia dalam kondisi pemulihan dari tumor yang diderita di rahimnya. Tim perawat yakin, badak betina ini masih subur dan menghasilkan telur, atau oosit, meski dengan bantuan.

“Dalam hal ini, hanya satu folikel [bagian sistem reproduksi] yang dapat ditemukan, dan ternyata hanya satu sel telur yang diambil,” John Payne, Kepala BORA, mengatakan kepada Mongabay melalui email. “Iman pulih cepat dan menghabiskan waktu 24 jam berikutnya di hutan, lalu kembali untuk diberi makan dua kali di penangkarannya.”

 

Iman, satu-satunya badak betina di di penangkaran BORA. Foto: Departemen Satwa Liar Sabah, Malaysia

 

Pada 1 Oktober, Arief Boediono, profesor dari Institut Pertanian Bogor, melakukan prosedur menyuntikkan sperma ke dalam sel telur di Universitas Malaysia Sabah. Sperma tersebut berasal dari badak jantan Malaysia terakhir, Tam, yang mati Mei lalu, tetapi spermanya [semen] telah dikumpulkan pada 2015 dan 2016, diawetkan dalam nitrogen cair.

Payne mengatakan, para ilmuwan menunggu “jika upaya in-vitro berhasil,” dalam hal ini sel telur yang telah dibuahi akan disimpan dalam nitrogen cair sambil menanti ketersediaan badak betina pengganti. Namun Payne mengatakan, peluang keberhasilannya rendah.

“Prospeknya tidak cerah, hanya satu telur dan kualitas sperma yang buruk,” katanya. Umur Tam [30 tahun] yang jika dianalogikan sekitar 60 tahun dalam kehidupan manusia, ketika spermanya diambil, menurut catatan Payne.

Fakta bahwa tim harus bergantung pada sperma “berkualitas buruk” telah menyoroti kurangnya kemajuan kesepakatan antara Malaysia dan Indonesia yang akan memungkinkan telur Iman dibuahi dengan sperma sehat dari salah satu badak di Indonesia.

Suaka Rhino Sumatera [SRS], Taman Nasional Way Kambas, Lampung, memiliki tiga pejantan potensial. Termasuk, satu pejantan yang telah berhasil menjadi ayah dari dua individu badak. “Akan jauh lebih baik menggunakan sperma dari salah satu jantan itu, demi peluang keberhasilan pembuahan lebih baik,” kata Payne.

 

Iman dalam pantauan dokter hewan di penangkaran BORA. Foto: Departemen Satwa Liar Sabah, Malaysia

 

Rencana sebelumnya, untuk mengirim sampel sperma badak dari Indonesia ke Malaysia tidak membuahkan hasil. Pemerintah Indonesia menolak permintaan Malaysia karena upaya inseminasi buatan tersebut dilakukan di fasilitas Malaysia.

Awal Agustus 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] mengatakan, kedua negara telah menyepakati perjanjian baru mengenai sel telur yang dikirim dari Malaysia untuk dilakukan upaya fertilisasi in vitro [IVF] di Indonesia. Sampai saat ini, dokumen kesepakatan tersebut belum selesai.

Metode IVF adalah reproduksi secara inseminasi buatan, yaitu memasukkan sperma badak jantan ke rahim badak betina. Dalam IVF, sel telur yang diekstraksi dari badak betina dibuahi di laboratorium dan ditanam pada betina lain yang produktif.

Indra Exploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, KLHK, menyambut baik berita keberhasilan panen sel telur Iman, tetapi tetap menegaskan bahwa baik sel telur maupun sperma tidak dapat ditukar antara kedua negara hingga dokumen selesai.

Dia mengatakan Indonesia dan Malaysia perlu menandatangani nota kesepahaman [MoU] pertukaran spesimen spesies dilindungi, yang pengirimannya diatur berdasarkan Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka [CITES] dan Konvensi Keanekaragaman Hayati [CBD].

 

Kertam, badak sumatera di BORA [Borneo Rhino Alliance], Taman Nasional Tabin, Sabah, Malaysia, mati pada 27 Mei 2019. Foto: BORA

 

Payne, menambahkan, pejabat CITES Malaysia telah mengkonfirmasi padanya bahwa nota kesepahaman tidak diperlukan untuk izin yang memungkinkan pertukaran sampel. Dia mengatakan, negara bagian Sabah Malaysia, tempat Iman berada, juga tidak mendesak MoU ditandatangani untuk mengirim sel telur Iman ke Indonesia.

“Demi mencegah kepunahan satwa langka ini, tidak ada yang harus berdalih tentang perjanjian,” katanya.

Indonesia merupakan rumah besar bagi sekitar 100 badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis], sementara Malaysia hanya memiliki satu betina di penangkaran yaitu Iman – setelah jantan terakhir mati bernama Kertam, pada 27 Mei 2019.

 

Artikel Bahasa Inggris di Mongabay.com dapat Anda baca di tautan ini.

 

 

Exit mobile version