Mongabay.co.id

Bila Diolah, Potensi Buah Mangrove Sungguh Menjanjikan

Wisata mangrove di Kota Langsa digiatkan untuk menjaga mangrove dari kerusakan dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Nuari Fatawari mereguk minuman dari gelas kaca. “Rasanya asam manis, sesuai untuk penghilang rasa haus,” ujar warga Kota Pontianak. Ari berkunjung ke tempat workshop pengolahan komoditi mangrove di Desa Mendalok, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Tepatnya, di kediaman Nunung Awangsihnur [45], warga setempat.

Ari juga mencicipi dodol dan kerupuk yang diolah dari buah mangrove. Dia sama sekali tidak menyangka jika penganan tersebut berasal dari tumbuhan di pesisir pantai. Rasanya enak dan unik.

Nunung merupakan pegiat ekonomi kreatif, bermula dari salah satu instansi yang memintanya menjajal beberapa jenis buah tanaman mangrove untuk dijadikan makanan. “Biasanya dijadikan bedak dingin,” katanya.

Untuk menghasilkan makanan dan minuman enak rasa, Nunung melalui proses panjang. Dia tidak berpatokan pada resep yang ada di internet, namun merumuskan juga. “Untuk membuat dodol perlu 10 kali percobaan, hingga rasa manis asam dan segar terpancar,” ujarnya. Ia bahkan mengadopsi resep dodol garut, tempat asalnya, agar hasilnya lezat.

Baca: Mangrove yang Tidak Pernah Mengkhianati Abdul Latief

 

Mangrove yang tidak hanya mencegah abrasi tetapi juga benteng dari terjangan tsunami. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Nunung mengajak warga membentuk kelompok usaha Agro Mangrove Lestari. Ada tujuh yang bergabung. Nunung dan seorang rekan bertugas sebagai produsen. Lima lainnya menjual komoditi di warung kreatif [lima unit] yang telah disediakan.

Peluang makin terbuka ketika desanya membuka kawasan ekowisata mangrove, bernama Polaria. Agar kawasan wisata ini terjaga, masyarakat juga harus menjaga ekosistem sekaligus mendapat penghasilan tambahan.

Suami Nunung, Yusiran, atau dipanggil Bacok, ikut bantu manen buah mangrove. Jenis yang digunakan adalah berembang, sebutan masyarakat setempat, atau nama latinnya, Sonneratia alba.

Daging buahnya lembut putih, banyak biji, dan asam. Saat dibuat selai, rasanya mirip stoberi, cocok diolesi roti tawar. Nunung optimis, komoditi olahan ini diterima masyarakat luas. “Bisa jadi oleh-oleh jika berkunjung ke Hutan Wisata Mangrove Polaria,” ujarnya.

Baca: Mangrove yang Kembali Bersemi di Banggai

 

Mangrove yang memiliki fungsi penting, menahan laju ombak dan pencegah abrasi pantai. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Jaga mangrove

Beny Thanheri, pendamping warga di Desa Mendalok, adalah sosok serius yang mempersiapkan kelompok tersebut. Sarjana kehutanan dari Universitas Tanjungpura Pontianak ini tidak hanya melatih ibu-ibu mengolah produk, tetapi juga mendampingi hingga pemasaran produk.

“Masyarakat harus sadar pentingnya menjaga mangrove dengan memanfaatkan hasil hutan bukan kayunya. Mangrove pendukung penting berbagai jasa ekosistem, termasuk perikanan,” terangnya.

Tumbuhan ini juga berfungsi melindungi pantai dan sungai dari abrasi dan menahan angin kencang dari laut. Fungsi pentingnya juga penghasil oksigen dan penyerap karbon dioksida. Tak heran di sekitar akarnya merupakan habitat biota air.

Menurut Beny, masyarakat pesisir sudah sejak dulu memanfaatkan buah mangrove sebagai bahan pangan. Banyak literatur yang mendukung fakta ini. Selain Sonneratia alba, jenis lain yang bisa diolah menjadi kerupuk adalah Avicennia alba dan Avicennia marina atau yang lebih dikenal dengan naman api-api. Sedang Nypa frutican lebih cocok untuk kolak dan campuran es buah.

“Masyarakat harus merasakan manfaat dari sisi peningkatan ekonomi, sehingga kawasan tersebut mangrove otomatis terjaga,” jelasnya.

Baca: Hutan Mangrove di Pesisir Timur Itu Menyusut

 

Vegetasi mangrove yang melindungi abrasi pantai juga dapat dimanfaatkan buahnya. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Gusti Hardiansyah, menambahkan bahwa mangrove berperan penting dalam pengaturan klimatis. “Pemanfaatan blue carbon merupakan upaya mengurangi emisinya sehingga bisa memitigasi pemanasan global dan perubahan iklim,” katanya.

Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong dalam 8 famili dan terdiri 12 genus tumbuhan berbunga: Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus.

Menurut Hardiansyah, metode rehabilitasi, reboisasi, restorasi dan regreening ekosistem mangrove harus mempunyai formulasi yang sesuai kawasan. “Terutama meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove berkelanjutan,” jelasnya.

Baca juga: 7 Fakta Penting Mangrove yang Harus Anda Ketahui

 

Kepiting bakau, biasa masyarakat menyebut, akan tetap ada selama hutan mangrove terjaga kelestariannya. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Perhatian

Pemerintah Pusat mulai melirik mangrove untuk dikelola terpadu. Mengingat, Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai hutan mangrove sekitar 3,5 juta hektar yang tersebar di berbagai wilayah pesisir.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah bertandang ke kawasan mangrove Telok Berdiri di Kabupaten Kubu Raya, pada 9 Oktober 2019. Sedianyanya, kementerian ini akan menyulap mangrove seluas 10 hektar menjadi ekowisata.

Lokasinya dinilai cukup strategis lantaran hanya 11 kilometer dari Kota Pontianak. Akses transportasi cukup mudah. Daya tariknya, pengunjung menggunakan perahu warga untuk sampai ke tujuan.

“Pemerintah daerah bisa berkreasi dengan membuat paket wisata,” kata Amalyos, Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Alam, Energi Nonkonvensional, Kemenko Kemaritiman.

 

Aneka produk yang dihasilkan dari olahan mangrove masyarakat Desa Mendalok, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Foto: Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Kata dia, jika kawasan tersebut dikelola dengan baik, daerah ini dapat menjadi tempat wisata yang bisa ditawarkan ke wisatawan lokal maupun mancanegara. Kontribusi mangrove dalam konteks hasil hutan baik kayu maupun non-kayu kepada masyarakat khususnya yang hidup di daerah pesisir sangat besar.

“Mencegah deforestasi mangrove, maka 35% target reduksi emisi dapat dipenuhi,” terang Amalyos.

 

 

Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Bidang Sosio-Antropologi, Tukul Rameyo menambahkan, pemberdayaan hutan mangrove erat kaitannya dengan program pemerintah menciptakan pembangunan berkelanjutan, khususnya masyarakat pesisir.

“Ini harus digabung, tidak hanya keindahan alam pada ekowisata. Pengelolaan beriringan dengan kearifan masyarakat lokal merupakan pendekatan paling ideal,” tegasnya.

 

Sirup menyegarkan yang diolah dari buah mangrove. Foto: Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Istilah mangrove secara umum digunakan juga untuk menunjuk habitat. Dalam beberapa hal, mangrove digunakan untuk merujuk jenis tumbuhan, termasuk jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di pinggiran seperti formasi Barringtonia dan Pes-caprae.

 

 

Exit mobile version