Mongabay.co.id

Kebakaran Hutan dan Lahan Sampai September 2019 Hampir 900 Ribu Hektar

Satgas Karhutla berjibaku memadamkan api di lahan gambut di Riau. Foto: BNPB

 

 

 

 

 

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, selama 2019, sampai September mencapai 857.756 hektar. Ia terdiri dari 630.451 hektar lahan mineral dan 227.304 hektar di gambut. Angka ini naik meningkat 160% jika dibandingkan luasan Agustus lalu, sekitar 328.724 hektar.

Raffles B. Pandjaitan, Plt Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan, angka ini didapat dari citra satelit landsat. Total luasan terdiri dari 66.000 hektar di hutan tanaman industri (HTI), 18.465 hektar hutan alam, 7.545 hektar restorasi ekosistem (RE), dan 7.312 hektar di areal pelepasan kawasan hutan. Terbanyak di wilayah yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN yang sudah bersertifikat, seluas  110.476 hektar.

“Peningkatan luas terbakar ini karena masih El-Nino. Ada pergerakan arus panas dari Australia ke Indonesia. Selain itu, masih ditemukan warga yang membuka lahan dengan membakar,” katanya.

Untuk itu, KLHK terus sosialisasi hingga ke tingkat tapak guna mengubah perilaku masyarakat. Kalau melihat sebaran wilayah, luas terbakar, antara lain, Aceh 680 hektar, Bengkulu 11 hektar, Bangka Belitung 3.228 hektar, dan Kepulauan Riau 6.124 hektar.

Baca juga: Kabut Asap Makin Parah, Jokowi: Pencegahan Kebakaran Gambut Mutlak

Lalu, Jambi 39.638 hektar, Lampung 6.560 hektar, Riau 75.871 hektar, Sumatera Barat 1.449 hektar, Sumatera Selatan 52.716 hektar, Sumatera Utara 2.416 hektar. Kemudian, Kalimantan Barat 127.462 hektar, Kalimantan Selatan 113.454 hektar, Kalimantan Tengah 134.227 hektar, Kalimantan Timur 50.056 hektar, Kalimantan Utara 2.878 hektar.

Kalau dibandingkan tahun-tahun sebelumnya—tak termasuk 2015–, areal terbakar mengalami peningkatan. Pada 2015, areal terbakar 2.611.411 hektar, 2016 seluas 438.363 hektar, 2017 seluas 165.484 hektar dan 2018 seluas 510.564 hektar.

KLHK, katanya, sudah proses hukum terhadap 79 perusahaan pemegang konsesi dan satu perorangan, baik penyegelan maupun gugatan hukum. Berdasarkan jenis perseroan, terdiri dari 24 perusahaan asing dan 52 perusahaan dalam negeri.

“Dirjen Penegakan Hukum sedang penyelidikan dan penyidikan,” katanya.

Sebanyak 79 perusahaan terdiri dari 59 perkebunan sawit, satu perkebunan tebu, 15 HTI, tiga HPH, dan satu restorasi ekosistem. Areal terbakar pada wilayah konsesi secara keseluruhan 27.192,271 hektar dan lahan perorangan 274 hektar.

Kalau melihat sebaran wilayah, ke-70 perusahaan tersebar di beberapa daerah, seperti Kalimantan Barat 33 konsesi, Kalimantan Tengah (11), Kalimantan Selatan (2), Kalimantan Timur (2), Kalimantan Utara (2), Riau (10), Jambi (7) dan Sumatera Selatan (12).

Raffles mengatakan, pemadaman terus jalan dan modifikasi cuaca menggunakan beberapa helikopter, seperti Cassa 212 (A-2105) Sortie I di Pelalawan-Inhu-Inhil-Kuansing-Lanud RSN dengan menaburkan 800 kilogram garam. Juga CASA 212 A-2101 di Ogam Kemering Ilir dengan menaburkan CaO sebanyak 800 kilogram.

Kemudian untuk water bombing, mengerahkan 49 pesawat dan menurunkan 389.132.434 liter air. Selain itu, patroli terpadu juga terus jalan. Di Kalbar, membangun 68 posko dengan jangkauan 280 desa, Kalteng 19 posko menjangkau 71 desa, Riau 82 posko 329 desa. Juga, Sumsel 75 posko 225 desa, Jambi 14 posko jangkau 84 desa, Kalsel 21 posko 68 desa dan Sumut 18 posko 36 desa.

 

Pengendara dengan menggunakan masker karena asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) saat melintas di salah satu jalan raya di Dumai, Provinsi Riau. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

“Kami juga terus mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat agar tak lagi membuka lahan dengan membakar.”

KLHK juga inventarisasi desa-desa rawan karhutla antara lain soal pemilik lahan pertanian atau perkebunan, luas lahan, peruntukan lahan tersedia, dan lain-lain.

KLHK juga berupaya meningkatkan livehood masyarakat desa melalui diversifikasi usaha pertanian. Tak hanya mengembangkan komoditi sawit, namun mendorong alternatif pertanian lain dan dibantu insentif dari pemerintah, seperti perikanan dan peternakan.

KLHK, katanya, juga mengembangkan penerapan teknologi pembukaaan lahan tanpa bakar dan mekanisasi pertanian.

“Perusahaan bidang kehutanan dan perkebunan harus menjalankan kewajiban-kewajiban pencegahan karhutla yang telah diatur regulasi, dan membantu masyarakat desa sekitar mengembangkan alternatif usaha perekonomian,” katanya.

Hal lain, mendorong penggunaan dana desa untuk pencegahan karhutla. Untuk itu, sudah ada dukungan Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri.

“Saat ini, di beberapa wilayah, sudah membaik. Hujan mulai turun di beberapa wilayah. Kualitas udara, jarak pandang juga membaik. Penerbangan di beberapa bandara juga sudah normal.”

Dia tak memungkiri, di beberapa wilayah, kebakaran masih terjadi, seperti di Jambi. Untuk itu, pemadaman bekerjasama dengan BNPB, BPBD, Manggala Agni, Masyarakat Peduli Api (MPA) dan berbagai pihak lain terus dilakukan.

“Di Sumsel masih terjadi kebakaran meskipun relatif kecil. Kemudian juga di Sumut dan Jambi. Di Kalteng, Kalbar sudah membaik karena hujan sudah mulai turun. Jarak pandang juga cukup tinggi. Di Kalimantan sudah membaik,” katanya.

Meski begitu, masyarakat diminta berhati-hati. BMKG memprediksi masih terjadi El-Nino. Ada pergerakan arus panas dari Australia ke Indonesia.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Munardo mengatakan, data di lapangan menunjukkan lahan terbakar 80% berubah jadi perkebunan. Karena itu, bisa disimpulkan 99% karhutla karena ulah manusia.

“Upaya-upaya pemadaman karhutla sudah dilakukan BNPB seperti melalui pemadaman darat oleh tim gabungan, pemadaman udara dengan water bombing dan melalui teknologi modifikasi cuaca dengan menaburkan benih garam (NaCl) ke bibit-bibit awan.”

 

 

Kendati demikian, katanya, upaya ini belum cukup maksimal karena kedalaman gambut mencapai hingga 36 meter di dalam tanah. “Satu-satunya, solusi untuk karhutla adalah hujan.”

Pencegahan, katanya, sangat penting, seperti, pemberdayaan masyarakat daerah karhutla sebagai pelaku utama agar tidak lagi membakar hutan dan lahan untuk pembukaan lahan. “Jika selama ini warga dibayar untuk membakar, kita akan bayar mereka untuk tidak membakar,” kata Doni.

Selain itu, alternatif lain dengan gerakan budidaya jenis tanaman produktif cocok di lahan gambut dan menghasilkan pundi-pundi ekonomi seperti nenas, buah naga, cabai, kopi liberica, sagu, sukun dan lain-lain.

“Gambut sendiri merupakan vegetasi yang seharusnya basah dan berair. Membiarkan gambut kering berarti membiarkan gambut menjadi batubara muda.”

Untuk itu, dengan mengembalikan kodrat gambut yang basah dengan membuat kanal air juga jadi salah satu alternatif mencegah karhutla agar tak merugikan manusia dan alam. Sehingga dengan kita jaga alam maka alam jaga kita.”

 

Keterangan foto utama:  Satgas Karhutla berjibaku memadamkan api di lahan gambut di Riau. Foto: BNPB

Kebakaran di PT MAS, Muarojambi. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version