Mongabay.co.id

Menumpuk Kala TPA Terbakar, Pengolahan Sampah di NTB Minim

Kebakaran TPA Kebon Kongok, berdampak pada pengurangan pengangkutan sampah ke TPA. Di beberapa lokasi di Kota Mataram dan Lombok Barat. Sampah tak terangkut makin menumpuk. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Pada Minggu siang (13/10/19), TPA Kebon Kongok, Desa Suka Makmur, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, terbakar. Kebakaran di tempat pembuangan sampah dari Kota Mataram dan Lombok Barat, diduga dipicu ledakan dari korek gas. Dampaknya, pengangkutan sampah di Kota Mataram dan Lombok Barat, terhambat.

Didik Mahmud, Kepala UPT TPA Regional Kebon Kongok bilang, TPA Kebon Kongok diperkirakan belum normal sampai sebulan ke depan. Pascakebakaran, pelayanan tetap tetapi dibatasi. Biasa, TPA buka untuk pembuangan sampah dari Kota Mataram dan Lombok Barat hingga pukul 20:00, kini sampai sore. Dampaknya, terjadi penumpukan sampah tak terangkut ke TPA.

Pantauan Mongabay di beberapa kompleks perumahan di Kota Mataram dan Lombok Barat, sampah menumpuk karena tidak bisa terangkut. Padahal, di kompleks perumahan tak ada bak penampungan sampah. Sampah ditumpuk begitu saja di pinggir jalan atau di depan rumah warga.

Di Jalan Sriwijaya, Kota Mataram, sampah ditumpuk di beberapa titik yang memang biasa warga menaruh sampah yang akan diangkut ke TPA. Sejak kebakaran, sampah belum terangkut, dan menumpuk.

Di dekat Gereja Betlehem Dasan Agung Baru, Mataram, Dinas Kebersihan, menambah kontainer sampah untuk menghindari warga membuang sampah di pinggir jalan.

“Sebagian sampah kami buang ke Kebon Talo Ampenan,’’ kata Kepala Dinas Kebersihan Kota Mataram, Irwan Rahadi.

Pembuangan di Kebon Talo seluas tiga hektar, bersifat sementara. Begitu TPA Kebon Kongok, normal, sampah di Kebon Talo, akan diangkut ke Kebon Kongok. Pembuangan sementara ini, katanya, mencegah tumpukan sampah di tempat umum, termasuk di badan sungai.

Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, sampah di 10 kabupaten dan kota di NTB mencapai 3.388 ton, masuk TPA 641,92 ton dan daur ulang hanya 51,21 ton perhari. Seluruh produksi sampah harian itu, baru 20% terangkut ke TPA. Sebagian besar sampah dibuang di tempat terbuka, sungai, parit, got laut, hanya sebagian kecil terolah.

Lombok Timur, tercatat penghasil sampah terbesar, produksi 801 ton perhari dan baru 15 ton masuk TPA, 78 ton atau 98% tak terkelola. Di Lombok Timur, TPA berada di Ijobalit, Kecamatan Labuhan Haji.

Lombok Tengah berada di urutan kedua dengan produksi sampah 645 ton perhari, dengan sekitar 12% masuk TPA dan 97% tidak terkelola. Kota Mataram menghasilkan 314 ton sampah perhari, 273 ton masuk TPA dan 15 ton daur ulang. Hanya 15 ton atau 5% belum terkelola baik.

Produksi sampah di Lombok barat mencapai 469,56 ton perhari, Lombok Utara 149,15 ton. Sumbawa Barat 92,39 ton, Sumbawa 311,85 ton, Dompu 164,27 ton, Bima 325,94 ton, dan Kota Bima 113,83 ton.

 

Warga sekitar TPA menonton kebakaran sampah di lokasi TPA. Petugas dari Polsek Gerung dan Polres Lombok Barat meminta mereka menjauh dari lokasi karena bahaya asap dan kebakaran. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Kebakaran

Kejadian kebakaran itu diduga ledakan korek gas yang membakar zat metan di tumpukan sampah. Petugas TPA Kebon Kongok dan petugas TPA memadamkan api yang awalnya kecil, makin lama, terus menjalar, membakar seperempat dari lima hektar luas TPA itu.

Kamis malam (17/10/10) api belum sepenuhnya bisa padam. Enam mobil pemadam kebakaran Dinas Pemadam Kebakaran Lombok Barat dan Kota Mataram dikerahkan. Tim pemadam juga dibantu mobil watercanon dari Polres Lombok Barat dan Polda NTB. Mobil tangki air dari BPBD NTB juga diterjunkan sejak hari pertama kebakaran.

“Awalnya, ada asap kecil dari bawah, terus menerus membesar,’’ kata Khairil, petugas TPA Kebon Kongok yang ditemui Mongabay di lokasi.

Dia bilang, tak ada pembakaran sengaja oleh pemulung maupun petugas TPA. Lokasi yang terbakar itu timbunan yang memiliki kemiringan 45 derajat. Tidak mungkin bagi pemulung ke lokasi itu sekadar iseng membakar sampah. Malahan, ketika kebakaran masih kecil para pemulung dan petugas TPA memadamkan dengan alat seadanya.

Petugas pemadam kebakaran dari Lombok Barat, tiba lebih awal. Air dari mobil pemadam kebakaran tak mampu padamkan api. Api terus menjalar. Angin cukup kencang hingga cepat merambat. Lokasi kebakaran cukup miring dan menyulitkan petugas. Alat berat di TPA tak bisa berbuat banyak, terlalu berisiko mendekati lokasi kebakaran.

Fauzan Husniadi, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Lombok Barat mengatakan, sejak hari pertama kebakaran petugas Damkar Lombok Barat berjaga dari pagi hingga malam. Selama dua hari penyiaraman ke lokasi, diperkirakan sekitar 500.000 liter habiskan air dan kerahkan 100 orang.

Kebakaran ini mengakibatkan kepulan asap ke lima desa terdekat, yakni, Desa Suka Makmur, Desa Taman Ayu, Desa Kuranji, Desa Karang Bongkot, dan Desa Perampuan. Hari pertama kebakaran, warga di perumahan Gunung Pengsong, mengungsi. Asap menutup pandangan mata.

Kepala Dinas Kesehatan NTB Eka Nurhandini bilang, petugas Dinas Kesehatan terjun ke desa-desa terdampak untuk membagikan masker. Dia mengingatkan, petugas yang memadamkan api juga pakai masker.

 

Petugas kebersihan yang berasal dari desa di Lombok Barat menggunakan motor bak roda tiga mengangkut sampah ke TPA. Sejak kebakaran mereka tidak bisa masuk ke TPA. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Gerakan bebas sampah

TPA Kebon Kongok, baru dikelola Dinas LHK NTB setahun belakangan. Pemerintah NTB baru mengeluarkan Perda Nomor 5/2019 tentang Pengelolaan Sampah. Ke depan, sampah ke TPA Kebon Kongok akan diolah, kini baru lokasi pembuangan.

Dinas LHK NTB juga akan memaksa Lombok Barat dan Kota Mataram, memilah sampah. Sampah ke TPA Kebon Kongok, sudah dipisahkan antara organik dan anorganik.

“Biar memudahkan mengolah di TPA,’’ kata Kepala Dinas LHK NTB, Madani Mukarom.

Sampah organik diolah jadi kompos. Sampah anorganik jadi pelet bahan bakar. Dinas LHK NTB sudah berkomunikasi dengan PLN soal kemungkinan pelet bahan bakar dibeli PLN dan jadi bahan bakar penambah batubara.

Saat ini, katanya, Dinas LHK NTB menyiapkan seluruh perangkat hukum soal pengelolaan sampah, seperti pengelolaan sampah sungai, sampah laut, pengelolaan B3, sampah di kawasan strategis, maupun di kawasan pariwisata. Dinas LHK NTB juga menyiapkan kelembagaan pengelola sampah.

Pemerintah NTB juga mengkampanyekan gerakan bebas sampah (zero waste) dengan melibatkan komunitas, dan memberikan contoh langsung dari kantor-kantor pemerintah provinsi.

Saat ini, dalam setiap kegiatan di provinsi tak lagi menyediakan air mineral dalam botol maupun gelas. Semua dinas harus menyiapkan air isi ulang. Dalam rapat-rapat dinas, semua pegawai harus membawa botol air minum sendiri. Penggunaan kantong plastik juga dibatasi perlahan sampai bisa nihil.

“Bagaimana kami mau kampanyekan kalau tidak memberikan contoh?”

Madani bilang, hanya sebagian kecil sampah dibawa ke TPA, sebagian besar belum tertangani. Selain mengintervensi sampah ke TPA, sampah tak terangkut juga masalah besar. “Mengedukasi masyarakat perlu waktu panjang. Membuat regulasi juga harus melihat kewenangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota. Penegakan aturan juga penting agar memberikan efek jera.”

Ancaman paling nyata dalam tiga tahun ke depan, katanya, TPA Kebon Kongok, kelebihan kapasitas hingga tak bisa lagi menampung sampah. Kalau tak ada pengolahan di TPA dan tidak ada pengurangan sampah dari kabupaten atau kota, katanya, TPA akan jadi ancaman lingkungan terbesar.

“Awalnya mau usulkan tambah TPA regional, Ibu Wagub melarang. Kalau ada TPA baru berarti masih penanganan pola lama, menimbun. Sekarang, dengan usia TPA yang kira-kira maksimal tiga tahun lagi, mau tidak mau harus dipikirkan antisipasi,’’ kata Madani.

 

Keterangan foto utama: Kebakaran TPA Kebon Kongok, berdampak pada pengurangan pengangkutan sampah ke TPA. Di beberapa lokasi di Kota Mataram dan Lombok Barat. Sampah tak terangkut makin menumpuk. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version