Mongabay.co.id

Atasi Limbah, Ubah Kotoran Sapi jadi Biogas dan Pupuk

Rutin para peternak sapi membersihkan kandang dan memandikan sapi saban hari. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

 

Aneka jenis keripik tempe berjejer di depan rumah dan toko di sepanjang Jalan Sanan, Purwantoro, Kota Malang, Jawa Timur ini. Kawasan ini terkenal sebagai kampung penghasil tempe. Mereka juga mengolah tempe jadi keripik dan aneka pangan lain.

Kampung Sanan merupakan kawasan padat, harus masuk ke gang sempit bak labirin. Sejumlah pekerja hilir mudik memanggul karung berisi kedelai. Terdengar lenguhan sapi, di rumah para perajin tempe ternyata tersedia kandang sapi. Belasan sapi berjajar, memakan limbah tempe berupa ampas kedelai.

Nanang Wibowo, warga RT 5 RW 15 Purwantoro ini, saban hari berkutat dengan sapi, mulai membersihkan kotoran, memberi pakan dan memandikan sapi. Sapi yang dirawat Iwan dan tetangganya sebagian besar jenis simental dan brahma. “Penggemukan sapi, cukup empat sampai enam bulan bisa dijual,” katanya.

Sebagian besar warga Kampung Sanan bekerja sebagai perajin tempe. Limbah kulit kedelai melimpah, agar tak menjadi masalah mereka memanfaatkan menjadi pakan sapi potong. Sapi juga menghasilkan limbah berupa kotoran yang berbau dan mengeluarkan gas metana. Selama ini, kotoran sapi dialirkan melalui saluran air langsung ke sungai.

“Kotoran mengalir ke Sungai Bango, terus ke Sungai Brantas,” katanya.

Sejak dua tahun lalu, dibangun dua reaktor biogas. Masing-masing berukuran delapan dan 12 meter persegi. Kotoran sapi langsung teralir ke reaktor biogas. Nyaris tak ada bau kotoran sapi. Sekitar 12 sapi cukup memenuhi reaktor gas untuk mengganti elpiji.

Meski banyak peminat yang mau sambungan baru, selama masa ujicoba jarigan biogas belum bisa didistribusikan ke seluruh Kampung Sanan. Saat ini, satu reaktor untuk 24 sambungan keluarga.

Dalam sebulan, sekeluarga terdiri atas enam orang perlu sekitar delapan tabung gas elpiji. Setelah pakai biogas, praktis selama dua tahun, dia tak mengeluarkan anggaran membeli gas. Biasa sebulan perlu Rp160.000 untuk membeli gas epiji. Dengan pakai biogas, katanya, panas lebih merata.

Reaktor dibangun Universitas Brawijaya Malang. Bantuan berupa dana hibah dan pendampingan teknis Universitas Brawijaya. Seluruh biaya ditanggung, sementara peternak tak mengeluarkan anggaran lain.

Kini, dikembangkan memasukkan gas ke dalam tabung agar bisa terdistribusi lebih luas. “Dilakukan bertahap,” katanya.

Mereka juga akan mengolah ampas kotoran sapi jadi pupuk dengan keperluan dana Rp24 juta untuk pengadaan alat pengering pupuk. Selama ini, ampas dibuang ke sungai hingga mencemari sumber air dan lingkungan sekitar.Dia saban tiga hari sekali mengisi kotoran dalam reaktor biogas.

Dia mengatakan, lokasi dan lahan jadi kendala dalam membangun dan mengembangkan biogas di kampung itu. Dulu, dia juga produksi tempe, kini beralih fokus usaha penggemukan sapi.

Pengusaha tempe, Karyono saban hari memproduksi tempe sampai enam kuintal per hari. Dia juga usaha penggemukan sapi. Karyono punya 12 sapi. “Satu sapi perlu 50 kilogram kulit kedelai. Rumput jadi camilan,” katanya.

Mereka turun temurun memproduksi tempe dan menggemukkan sapi. Selama ini, katanya, jarang peternakan sapi di tengah kota.

 

Kampung Sanan merupakan sentra perajin tempe. Limbah kulit kedelai menjadi pakan sapi. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Biogas dan pupuk

Di Desa Ngantang, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, KUD Ngantang, beternak sapi dengan kotoran menjadi biogas dan ampas kotoran jadi pupuk.

Sugito, Sekretaris Koperasi Unit Desa (KUD) Ngantang mengatakan, kalau anggota KUD ramai-ramai membangun reaktor biogas. Kotoran sapi, awalnya jadi masalah besar lantaran mengalir ke selokan menuju bantaran sungai. Bau, kotor dan jadi biang penyakit.

Sejak 2014, semua berubah. Lantaran anggota koperasi mulai membangun biogas dengan inisiasi lembaga bernama Biogas Rumah (Biru). Selama ini, dari populasi 13.707 sapi di Ngantas, terbangun 1.484 reaktor biogas.

Tak hanya memanfaatkan gas metana sebagai pengganti gas elpiji, juga ampas kotoran jadi pupuk bernama bio slurry. Pupuk dari proses di reaktor bisa langsung terpakai buat tanaman. “Bisa langsung dipakai untuk pupuk tanaman,” katanya.

Bio slurry untuk memupuk rumput pakan ternak, dan aneka sayuran. KUD Ngantang juga siap membeli bio slurry seharga Rp1.000 perkilogram.

Sebuah reaktor ukuran delapan meter kubik bisa mengaliri dua rumah. Kotoran lima sampai delapan sapi, bisa menggantikan gas elpiji. Ia bisa buat memasak dan penghangat di kandang sapi.

“Dulu, jadi masalah, sekarang menjadi berkah,” kata Sugito, juga Bendahara Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Malang.

Kotoran sempat jadi masalah, lantaran sebagian peternak tak punya lahan hingga kotoran dibuang ke sungai. Kondisi ini, berpotensi menimbukan diare karena bakteri e-coli kotoran sapi. Setelah jadi pupuk, ampas kotoran pun tak lagi terbuang.

 

Nanang Wibowo menunjukkan kompor yang menggunakan bahan bakar biogas. Biru dan makanan matang merata.Foto: EKo Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Tanggungjawab pemerintah

Dewan Daerah Walhi Jawa Timur, Purnawan Dwikora Negara menilai, peternak membuang limbah kotoran sapi ke sungai jadi kebiasaan. Mereka kadang tak mengerti dampak perbuatannya. Apalagi, aliran Sungai Brantas mengaliri 14 kabupaten dan kota di Jawa Timur.

“Di hilir, air Brantas jadi bahan baku air minum warga Surabaya,” katanya.

Kotoran sapi, katanya, bisa berkontribusi besar terhadap peningkatan kadar bakteri e-coli dalam air. Pemerintah, katanya, harus turun tangan membantu ubah kotoran sapi jadi bahan baku biogas.

“Harus ada campur tangan pemerintah agar lebih luas,” kata Purnawan. Pemanfaatan kotoran sapi jadi biogas, juga memberi dampak ekonomis. Peternak lebih hemat, tak mengeluarkan dana ekstra untuk memenuhi kebutuhan energi keluarga setiap hari.

Pemerintah, katanya, juga bisa mendorong desa berdaulat energi atau mandiri energi. Memanfaatkan energi tersedia, yang melimpah secara optimal.

Di Kampung Tempe Sanan, katanya,  limbah tempe jadi pakan ternak dan kotoran sapi bermanfaat sebagai biogas untuk energi keluarga.

Sayangnya, ampas kotoran sapi belum menjadi pupuk. “Masih dibuang ke sungai, masih jadi masalah,” katanya.

Pemerintah kelurahan, katanya, bisa jadi ujung tombak mengidentifikasi masalah dan mencari solusi. Selama 10 tahun, berlarut-larut, sanitasi jadi masalah serius di perkotaan seperti Kota Malang. Penyelesaian masalah lingkungan kurang, katanya, tak ada inovasi dan kemajuan.

 

Keterangan foto utama: Rutin para peternak sapi membersihkan kandang dan memandikan sapi saban hari. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

Saluran air mengalir kotoran sapi yang berasal dari kandang sapi milik para peternak sapi. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version