Mongabay.co.id

Bersalah Bakar Rawa Tripa, Hukuman PT. SPS II Belum Dieksekusi

Perkebunan kelapa sawit milik PT. SPS 2. Foto: Junaidi Hanafiah

 

 

Mahkamah Agung pada 17 Oktober 2018 memvonis PT. Surya Panen Subur (SPS) II bersalah karena membakar hutan gambut Rawa Tripa.

Dalam putusan Nomor: 690 PK/Pdt/2018, Mahkamah Agung mewajibkan PT. SPS II membayar ganti rugi materiil tunai kepada KLHK melalui rekening kas negara sebesar Rp136.864.142.800,-

“Memerintahkan tergugat [PT. SPS II] untuk tidak menanam di lahan gambut yang telah terbakar seluas 1.200 hektar di wilayah izin usaha untuk perkebunan kelapa sawit. Juga, menghukum PT. SPS II untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar itu sebesar Rp302.154.300.000,- sehingga lahan dapat difungsikan kembali sesuai perundang-undangan,” terang Ketua Majelis Hakim Mahkamah Agung, Takdir Rahmadi, dalam putusannya.

Baca: Akhirnya, PT. SPS II Divonis Bersalah Bakar Rawa Tripa

 

Perkebunan kelapa sawit milik PT. SPS II. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Terkait putusan Mahkamah Agung yang memenangkan KLHK itu, Bustaman, masyarakat Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, menyatakan mendukung vonis tersebut. Bahkan berharap, pengadilan segera melakukan eksekusi.

“Sudah sepantasnya perusahaan yang melanggar didenda. Kesalahannya bukan hanya merusak hutan atau lingkungan, tapi juga mengancam kehidupan masyarakat,” terangnya, Minggu [24/10/2019].

Bustaman yang sudah memiliki empat cucu masih ingat kondisi Rawa Tripa sebelum dikuasai perusahaan kelapa sawit. Di hutan itu ada madu dan juga sungai tempat hidupnya ikan. “Masyarakat yang tinggal di sekitar bisa mancing ikan lele, gabus, dan lainnya. Ikan hasil tangkapan itu dijual hingga ke luar daerah.”

Namun, itu kenangan lama. Setelah perkebunan sawit dibuka, gambut mulai rusak, ikan dan madu sulit didapat. “Ikan rawa saat ini masih ada, tapi sudah tidak sebanyak dulu, padahal jika dibandingkan dengan harga jualnya saat ini, masyarakat yang menangkap pasti berkecukupan,” ujarnya.

Bustaman berharap, putusan Mahkamah Agung yang mewajibkan perusahaan memperbaiki hutan gambut yang dirusak, segera dieksekusi, difungsikan sebagaimana semula.

“Kasihan masyarakat yang tinggal di sekitar gambut ini, selain kehilangan mata pencaharian juga menderita banjir,” ujarnya.

 

Penutupan kanal dilakukan agar gambut di Rawa Tripa tetap basah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Segera

Perwakilan Gerakan Rakyat Aceh Menggugat [GeRAM], Fahmi menyebut hal yang sama. GeRAM berharap putusan Mahkamah Agung segera direalisasikan. “Itu kabar baik, tapi KLHK tidak boleh berpuas hati. KLHK harus meminta pengadilan segera melakukan eksekusi,” terangnya.

Menurut Fahmi, PT. Kallista Alam dan PT. SPS II adalah dua perusahaan yang divonis bersalah membakar Rawa Tripa tapi hingga kini belum dihukum. “Jangan berlarut, ini penting untuk membuktikan negara berpihak pada penyelamatan lingkungan,” tuturnya.

Jasmin Ragil, Direktur Penyelesaian Sengketa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kepada Mongabay mengatakan, KLHK terus mengikuti proses hukum hingga PT. SPS II divonis bersalah oleh Mahkamah Agung.

“Perusahaan ini jelas merusak Rawa Tripa, di Kabupaten Nagan Raya, Aceh” jelasnya.

KLHK telah menyurati Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk segera melakukan eksekusi. “Kami masih menunggu penetapannya,” tegas Jasmin.

 

Peta tutupan hutan Rawa Tripa hingga September 2018. Sumber: HAkA

 

Gugatan hukum KLHK terhadap pembakaran hutan gambut Rawa Tripa yang melibatkan PT. SPS II bergulir ke Pengadilan sejak 2012.

Kebakaran terjadi di konsesi PT. SPS II di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Aceh. Perusahaan ini memiliki konsesi hak guna usaha [HGU] perkebunan kelapa sawit seluas 12.957 hektar di Tripa, beroperasi atas izin budidaya Gubernur Aceh tahun 2012, setelah membeli HGU dari PT. Agra Para Citra.

Akibat kebakaran tersebut, KLHK menggugat perdata perusahaan itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebesar Rp439,018 miliar. Rinciannya, Rp136.864.142.800,- kerugian materiil dibayar tunai ke rekening kas negara dan melakukan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 1.200 hektar sebesar Rp302.154.300.000,-

Gugatan perdata pada 2012 itu sempat ditolak pengadilan. Namun, upaya tersebut membuahkan hasil, setelah KLHK mengajukan Peninjauan Kembali [PK] ke Mahkamah Agung.

 

 

Exit mobile version