Mongabay.co.id

Energi Bersih dan Aman Melimpah, Kalbar Mau Pakai Nuklir?

Beberapa tahun ini, wacana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir muncul di Kalimantan Barat. Beberapa wilayah di Kalbar disebutkan potensial untuk bangun PLTN. Berbagai kalangan dari organisasi seperti Walhi Kalbar, maupun pegiat lingkungan dan masyarakat, tergabung dalam Aliansi Kalimantan Barat Tolak PLTN, protes wacana ini. Foto: Walhi Kalbar

 

 

 

 

Presiden, jauhkan Indonesia, jauhkan Kalbar dari bencana PLTN.” “Tolak PLTN.” Begitu spanduk berwarna kuning terbentang membelah Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan Barat, 20 Oktober lalu. Di kawasan Hari Bebas Mobil (Car Free Day) itu, Aliansi Kalimantan Barat Tolak PLTN, yang terdiri dari para pegiat lingkungan dan gerakan masyarakat, protes rencana pembangunan PLTN di Kalbar, sekaligus edukasi mengenai bahaya nuklir.

Ilham Pratama, koordinator aksi menyayangkan sikap pemerintah baik pusat dan daerah terkesan sembunyi-sembunyi dalam rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Kalbar.

“Pemerintah menyiratkan seakan-akan PLTN solusi utama mengatasi masalah energi,” katanya.Padahal, katanya, Kalbar punya banyak energi terbarukan bersih dan aman, seperti tenaga surya, dan air.

Energi nuklir, dengan risiko tinggi dan bencana mengerikan menanti, seperti di Chernobyl,–dulu Uni Soviet–Ukraina 1986 dan Fukushima, Jepang pada 2011, seakan tak jadi pertimbangan mendasar. Di Chernobyl, sudah puluhan tahun berlalu dan Fukushima, masih jadi kota mati.

Baca juga: Limbah Nuklir Masih jadi Masalah, Bagaimana Kalau Buang ke Angkasa atau Matahari?

Dia bilang, pembahasan rencana pembangunan PLTN ini hanya pada tataran eksekutif dan akademisi yang mendukung wacana ini tanpa melibatkan publik. Publik, kata Ilham, hanya sebagai penonton. Suara-suara masyarakat pun tak terdengar. Padahal, kalau sampai rencana ini jalan, dan terjadi bencana, yang menjadi taruhan keselamatan manusia lingkungan.

Rencana pembangunan PLTN di Kalbar, muncul beberapa tahun ini. Sutarmidji, Gubernur Kalimantan Barat, menyambut gagasan ini. Dia mengatakan, ada empat lokasi potensial pembangunan PLTN di Kalbar, yakni, Ketapang , Sambas, Bengkayang dan Melawi.

Dia klaim, pembangunan PLTN di Kalbar terobosan penting dalam membangun industri di Kalbar mengingat daerah ini punya cadangan uranium nomor dua terbaik setelah Nusa Tenggara Timur.

Dengan pembangunan PLTN, Sutarmidji optimis Kalbar bisa mandiri energi. Kemandirian energi, katanya, kunci Kalbar bersaing dengan daerah lain. Industri, memerlukan energi besar dalam mendukung operasional mereka.

Saat ini, katanya, pembangunan industri kerap terkendala ketersediaan energi, seperti smelter bauksit memerlukan energi besar. “Harga beli lebih US$9 per Kwh, itu mahal, jadi tak kompetitif. Dengan tenaga nuklir, bisa di bawah US$5 per Kwh,” katanya.

Saat ini, Kalimantan Barat, masih impor listrik dari Malaysia 200 Megawatt, dengan harga US$8 per Kwh. Listrik dijual US$10-US$11 per Kwh. “Listrik bisa jadi 20% dari biaya produksi. Ini yang menyebabkan produk kita sulit bersaing,” kata Midji.

Alasan lain memilih energi nuklir, katanya, karena ketersediaan energi fosil akan habis. Ditambah lagi, sumber daya Kalbar untuk uranium cukup besar. Dia pun siap menghadapi pro dan kontra terkait wacana ini.

“Kajian ilmiah itu penting. Bisa kita tempatkan di satu pulau dengan radius 10-30 km dari permukiman. Jadi aman sekalipun terjadi apa-apa.”

Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menyatakan, terdapat cadangan 70.000 ton uranium dan 117.000 thorium tersebar di sejumlah lokasi di Indonesia, yang bisa bermanfaat sebagai energi masa depan. Sebagian besar cadangan uranium, katanya, kebanyakan di Kalbar, sebagian di Papua, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat. Sedangkan thorium banyak di Babel, sebagian Kalbar.

 

Berbagai kalangan dari organisasi lingkungan seperti Walhi Kalbar, maupun pegiat lingkungan dan masyarakat, tergabung dalam Aliansi Kalimantan Barat Tolak PLTN, protes wacana ini. Foto: Walhi Kalbar

 

Penyelidikan umum mineral uranium di Kalimantan, dimulai 1970 sekitar 266.000 Km persegi, bekerja sama dengan CEA Prancis. Tahap eksplorasi pada 1974, fokus Nanga Kalan, Kalimantan Barat dan Melawi-Mahakam, sekitar 30.000 Km persegi hingga 1977.

Di Kalbar, thorium ada pada mineral monasit yang dikenal ada bersama zirkon, Ilmenit dan mineral berat lain pada endapan plaser sungai atau pantai, seperti di Ketapang, Nanga Tayap, Tumbang Titi dan Marau.

Sebelumnya, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi memetakan delapan lokasi di Kalbar yang cocok pembangunan PLTN.

“Kita akan pilih salah satu titik sesuai cost and benefit serta modal bisnis,” kata Agus Puji Prasetyono, Staf Ahli Bidang Relevansi dan Produktivitas Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi di Pontianak, baru-baru ini.

Kajian mencakup geografis, lokasi dan keamanan serta lingkungan, katanya, guna memastikan keamanan. “Nuklir itu safety system jauh lebih aman daripada pembangkit lain,” katanya.

Kriteria daerah cocok pembangunan PLTN, katanya, bebas gempa, dekat dengan laut, dan jauh dari penduduk.

 

Energi terbarukan melimpah 

Walhi Kalbar mengatakan, nuklir bukan solusi krisis energi. Wacana pembangunan PLT, katanya, mutlak ditolak. “Para promotor energi nuklir, tak sungkan menebar sesat pikir dan kebohongan kepada publik,” kata Hendrikus Adam, dari Walhi Kalbar.

Tambah lagi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menggolongkan energi nuklir sebagai energi baru. Hal ini, kata Adam, merupakan kesalahan disengaja, dan menyesatkan.

Dia heran, kenapa pemerintah tak memilih mengoptimalkan sumber energi listrik terbarukan, yang bersih dan aman untuk masa depan.

Indonesia, negara mega energi terbarukan, yang pemanfaatan masih minim.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan, antara lain, mini/micro hydro 450 MW, biomass 50 GW, energi surya 4,80 kWh/m2/hari, dan energi angin 3-6 m/det.

Adam menilai, pengembangan energi terbarukan bersumber dari alam seperti panas bumi (geothermal), biomassa, air (mikrohidro), tenaga surya, angin, gelombang, dan lain-lain merupakan sumber energi masa depan yang perlu serius dikembangkan dan jadi energi utama negeri ini.

Dia bilang, energi terbarukan belum fokus serius pemerintah, termasuk di Kalbar. Padahal, sumber-sumber energi itu, katanya, lebih baik, ramah, dan aman dengan potensi risiko kecil bila dibandingkan penggunaan nuklir, maupun fosil.

Walhi mengajak, semua pihak memikirkan dampak gagal teknologi dan kecelakaan fatal baik atas intervensi maupun di luar kendali manusia kalau bangun energi nuklir.

Bercermin dari kejadian di beberapa negara, bencana nuklir mempunyai berdampak luas bagi kemanusiaan, lingkungan hidup, infrastruktur dan lain-lain.

Adam bilang, kalau memaksakan PLTN justru membuka aib pemerintahan selama ini yang tak mampu jadi sumber energi terbarukan sebagai solusi pemerataan dan pemenuhan energi. Kemudian jadikan isu ancaman krisis energi di Indonesia sebagai justifikasi membangun PLTN, katanya, sebagai upaya penyesatan pikiran.

Pembangunan PLTN, katanya, bukan alih teknologi namun lebih berorientasi proyek.

Klaim PLTN lebih ekonomis, katanya, tak memiliki landasan argumen kuat dan tak memberikan informasi lengkap mengenai terkait PLTN. Klaim ini juga tanpa disertai rincian unsur biaya dan dasar perhitungan untuk jadi landasan.

Pembangunan PLTN di dunia mulai sekitar 1954 disertai optimisme menghasilkan listrik amat murah.Ppada kurun 1960–1989, PLTN tumbuh pesat sebanyak 424 reaktor dengan daya 322 GW. Selama kurun 1990–2009, pertumbuhan turun. Negara-negara maju, kini mengdeklarasikan diri akan meninggalkan penggunaan energi nuklim, maupun tak akan gunakan energi ini.

Negara-negara yang berencana menonaktifkan energi nuklir mereka, seperti, Jerman dan Swiss, Belgia, dan Spanyol. Kemudian negara-negara penentang energi nuklir, seperti, Australia, New Zealand, Filipina, Austria, Denmark, Yunani, Irlandia, Italia, Latvia, Liechtenstein, Luksemburg, Malta, Portugal, Israel, Malaysia, Selandia Baru, dam Norwegia.

Andy Yentriani, aktivis perempuan dari Yayasan Suar Asa Khatulistiwa menilai, rencana membangun PLTN tak dapat gegabah. “Jangan semata hanya memperhitungkan biaya yang dikeluarkan . Pengambilan keputusan perlu memperhitungkan kapasitas dan langkah-langkah pengamanan terhadap dampak nuklir pada manusia dan lingkungan sekitar,” katanya.

Dia sebutkan, perhitungan dampak dan kerawanan itu, mulai dari penambangan bahan radioaktif, proses pemanfaatan, hingga pengelolaan limbah.

Andy bilang, bahaya nuklir memiliki dampak disporposional pada perempuan dan anak. Sejumlah studi, telah disampaikan ke PBB pada 2016, menunjukkan, perempuan lebih rentan terpapar kanker akibat radiasi radioaktif, 50% lebih rentan daripada laki-laki. Kematian terpapar radioaktif juga lebih tinggi pada perempuan. Tanpa jaminan keamanan mumpuni, perempuan yang tinggal di kawasan tambang radioaktif, pembangkit listrik tenaga nuklir, maupun lahan penyimpanan limbah paling dirugikan.

Keraguan pada jaminan keamanan, katanya, dapat dipahami mengingat pengalaman-pengalaman pelaksanaan berbagai proyek infrastruktur– relatif lebih rendah bahayanya. “Tanpa informasi lengkap mengenai jaminan keamanan, bagaimana bisa bersepakat dengan rencana pembangunan PLTN di Kalbar?”

 

Keterangan foto utama:  Beberapa tahun ini, wacana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir muncul di Kalimantan Barat. Beberapa wilayah di Kalbar disebutkan potensial untuk bangun PLTN. Berbagai kalangan dari organisasi seperti Walhi Kalbar, maupun pegiat lingkungan dan masyarakat, tergabung dalam Aliansi Kalimantan Barat Tolak PLTN, protes wacana ini. Foto: Walhi Kalbar

Radiasi dari nuklir membahayakan mahluk dan alam, seperti di Chernobyl ini, pepohonan pun mengering. Foto: Greenpeace

 

Exit mobile version