Mongabay.co.id

Listrik Matahari dari Kampung di Pinggiran Danau Sentani [1]

Kampung Abar, tampak dari kejauhan. Kampung ini sudah pakai energi dari matahari. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Namanya Kampung Abar. Ia terletak di Distrik Ebung Fau, Kabupaten Jayapura, Papua. Tepat di pinggir Danau Sentani, kampung ini hanya bisa ditempuh dengan perahu dari Dermaga Yahim Kota Sentani. Kampung ini dikenal sebagai penghasil gerabah. Sejak 2015, kampung ini memperoleh listrik dari tenaga matahari (pembangkit listrik tenaga surya/PLTS).

Pada penghujung September 2019, saya mengunjungi kampung ini. Di hari sama ada penutupan Pesta Makan Papeda di Sempe. Sambil menunggu acara ini mulai, Isak Doyapo, warga yang mengurus PLTS ini menemani saya melihat PLTS ini.

Arief Yahya, Menteri Pariwisata kala itu, meresmikan PLTS ini pada 20 Juni 2015. Ini PLTS modular pertama di Indonesia. Pada PLTS sistem modular, solar panel dibagi ke dalam sistem-sistem kecil yang dapat bekerja secara mandiri namun tetap sebagai satu kesatuan. Sistem ini memudahkan karena bisa memperbaiki, mengganti, merawat satu sistem tanpa mengganggu sistem keseluruhan.

Ada tiga komponen utama PLTS. Pertama, solar panel, kedua, inverter, ketiga, baterei. Solar panel berfungsi mengubah energi matahari jadi energi listrik, inverter untuk mengatur daya dan serta baterei berfungsi mengatur dan menyimpan daya.

PLTS ini memiliki kapasitas 18 Kilowatt-Peak (Kwp). Solar panel terpasang di atas tiang-tiang yang menyebar di sepanjang kampung. Ada 16 tiang, masing-masing tiang ada enam solar panel berkapasitas 200 Watt.

Tempat penyimpan baterei penampung daya atau biasa disebut shelter terletak tepat di samping gereja. Ada dua shelter, masing-masing menyimpan 48 baterei berkapasitas 2V500Ah.

Warga pakai listrik dari sini untuk berbagai keperluan terutama penerangan rumah dan jalan.

Ada tiga paket listrik bulanan yang ditawarkan kepada masyarakat. Paling besar Rp300.000 dengan penggunaan 60 Kwh perbulan dan dua Kwh perhari. Paket kedua Rp150.000 dengan penggunaan 30 Kwh perbulan dan satu Kwh perhari. Juga paket Rp100.000 dengan 15 kwh perbulan dan 0,5 Kwh perhari.

“Pelanggan di kampung ini ada sekitar 60-an rumah. Semua sudah dapat lampu dari sini. Yang paling banyak paket Rp100.000. Paket Rp300.00 dibatasi cuma lima orang. Itu juga belum terpakai,” kata Isak.

Dengan pembatasan daya perhari, warga harus mengatur pemakaian dengar cermat. Pemakaian berlebihan pada siang hari otomatis mengurangi jatah daya pada malam hari.

Pengoperasian PLTS ini terhubung dengan jaringan telepon dan internet. Warga membeli pulsa lewat pesan singkat ke operator dan pulsa otomatis masuk ke meteran. Petugas juga bisa memantau meterean dari jarak jauh secara online melalui perangkat lunak khusus.

Sejak pemerintah mematikan jaringan internet menyusul aksi protes rasisme di berbagai wilayah di Papua, pada Agustus 2019, sistem ini diubah jadi manual.

Mama Arbalina Ebalkoy, pengguna listrik PLTS ini mengatakan, terbantu dengan listrik PLTS ini. Arbalina biasa memilih paket Rp100.000 untuk kebutuhan penerangan dalam rumah.

“Kami dulu itu tinggal di gelap sekarang sudah terang.”

 

Rumah warga di Kampung Abar, menggunakan lampu dari energi matahari. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

 

Percontohan di Papua

PLTS ini dibangun PT. Anekatek Consultant, perusahaan energi terbarukan. Pada 2014, mereka memulai proyek di Papua. Kampung Abar jadi proyek percontohan.

“Ada misi besar menerangi Papua. Kondisi alam Papua, kalau kita bawa perusahaan listrik seperti PLN untuk kabel sambung ke setiap kampung itu susah. Model yang kita bangun di Kampung Abar itu pilot untuk menguji sistem yang kita punya itu sistem yang cocok di Papua,” kata Hengky Monim, Operasional Manager Papua.

Proyek ini dikerjakan selama tiga bulan menelan biaya Rp3 milliar. Adapun panel dan batreei diproduksi di Jerman. Hengky mengatakan, sistem PLTS yang dibangun perusahaan ini berkualitas sangat baik.

Sebagai pilot project, biaya pemasangan PLTS ini semua ditanggung perusahaan. Warga hanya membayar biaya pemakaian.

Setelah membangun jaringan PLTS, perusahaan juga pendampingan masyarakat agar bisa memanfaatkan listrik untuk pengembangan ekonomi dan mengatur keuangan secara efektif.

“Kita tidak mau memberikan listrik yang jadi sampah di kampung. Kita mau berdampak kehidupan lebih baik dari sebelumnya. Satu tahun kita betul-betul dampingi.”

Pendampingan penting agar tak terjadi kemacetan pembayaran listrik hingga menyebabkan kerugian seperti yang banyak dialami PLN.

Kini, PLTS ini dihibahkan kepada Pemerintah Kampung Abar. Penandatangan pada 28 September 2018. Direktur PT Anekatek Consultant Matthew Lewis Bassinger menandatangani perjanjian hibah ini bersama Kepala Kampung Abar, Yonas Doyapo. Penandatanganan hibah ini diketahui Bupati Jayapura, Matius Awoitauw.

“Setelah hibah kita pendampingan. Kita ajarkan masyarakat mengeluh tentang poin A, bagaimana menanggapinya. Pendampingan Oktober sampai Desember 2019.” (Bersambung)

 

Keterangan foto utama:  Kampung Abar, tampak dari kejauhan. Kampung ini sudah pakai energi dari matahari. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

Shelter tempat menyimpan baterei dan salahsatu solar sel. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version