Mongabay.co.id

Dua Warga Labuhanbatu Tewas di Kebun Sawit Berkonflik dan Masuk Kawasan Hutan

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyebutkan, sekiyat 3,4 juta hektar, kawasan hutan malah jadi kebun sawit, salah satu di Sumatera Uyata. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Kabar mengejutkan dari Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, Rabu sore (30/10/19). Dua warga diduga wartawan tewas mengenaskan di parit dalam perkebunan sawit, PT Sei Alih Berombang (SAB)/Koperasi Serba Usaha (KSU) Amelia, di Dusun VI Desa Wonosari, Panai Hilir, Labuhanbatu. Perusahaan sawit ini beroperasi ilegal di kawasan hutan dan berkonflik dengan warga.

Kedua mayat dengan banyak luka di tubuh, Maraden Sianipar (55), dan Martua Siregar (42), ini ditemukan pada waktu berbeda. Maraden ditemukan pada 30 Oktober 2019 sekitar pukul 16.00, dan Maratua, 31 Oktober 2019, pukul 10.30.

AKP Budiarto, Kapolsek Panai Hilir, Sabtu (2/11/19) mengatakan, masih mengumpulkan sejumlah barang bukti dan keterangan terkait peristiwa ini. Polisi sudah olah tempat kejadian perkara.

“Kita sudah memeriksa delapan saksi. Barang bukti juga kita kumpulkan untuk mengungkap kematian kedua korban ini,” katanya. Kedua korban ditemukan di selokan SAB/KSU Amelia.

Kebun sawit ini ternyata beroperasi di kawasan hutan. Pada 13 November 2018, Dinas Kehutanan Sumut, menyegel lahan dan menebang sawitnya.

Baca juga:   Audit BPK Temukan Banyak Perkebunan Sawit Besar Bermasalah

Dalam pertemuan Walhi Sumut dengan Dinas Kehutanan Sumut, Dishut Sumut menyebutkan, perusahaan perkebunan sawit ini diduga merambah kawasan hutan jadi perkebunan sawit seluas 750 hektar. Dinas Kehutanan Sumut sudah eksekusi kawasan hutan yang dikuasai ilegal perusahaan.

Tak hanya beroperasi di kawasan hutan, perusahaan ini juga berkonflik dengan masyarakat. Khairul Buchori, Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sumut, mengatakan, konflik terjadi bertahun-tahun sampai pasca eksekusi pemerintah.

 

Indonesia produsen sawit terbesar dunia. Di lapangan, kerusakan lingkungan, seperti pencemaran air dampak limbah sawit di sungai, danau dan deforestasi maupun masalah lain. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Ada beberapa kelompok orang, kata Ari, sapaan akrabnya, menduduki kawasan hutan ini. Belakangan, perusahaan kembali beraktivitas dan memanen sawit di area konflik serta kawasan hutan itu.

Setidaknya lima kelompok warga menduduki kawasan hutan yang dikelola ilegal SAB/KSU Amelia. Masyarakat ini pernah datang ke Kantor Walhi Sumut, meminta pendampingan dan masukan.

Baca juga: Menyoal Jutaan Hektar Kebun Sawit dalam Kawasan Hutan

Dia mengatakan, konflik lahan warga Wonosari, Kecamatan Panai Hilir, Labuhanbatu dengan SAB/KSU Amelia, terjadi sejak 2015.

Walhi Sumut, katanya, berupaya menjembatani mereka dengan Dinas Kehutanan Sumut. Hasilnya, Dinas Kehutanan Sumut melaui KPH Labuhanbatu memberikan izin pengelolaan melalui program kemitraan. Namun, katanya, di lapangan belum berjalan karena masih proses hukum dan kawasan masuk hutan lindung.

Dinas Kehutanan, kata Ari, sudah membuat rujukan kepada para kelompok agar mengikuti program-program kemitraan di sana. Karena status lahan masih penyegelan dan pemagaran serta kawasan hutan, maka pengelolaan lahan belum bisa jalan.

Selama bertahun-tahun, katanya, konflik terjadi antara masyarakat dengan perusahaan. Awalnya, lahan yang masuk dalam hutan lindung ini dikuasai kelompok warga. Perusahaan pun masuk dan pakai sekuriti menakut-nakuti warga hingga bentrok terjadi.

Soal kematian dua orang dalam kebun sawit itu, Ari belum bisa memastikan berelasi dengan konflik perkebunan atau tidak. “Apakah kematian dua warga di area perkebunan sawit itu ada kaitan atau tidak. Kami menduga kematian ini tak wajar,” katanya.

Kematian dua warga di perkebunan sawit ini, katanya, juga rentetan dari ketidakamanan dan ketidaknyamanan masyarakat, kelompok organisasi sipil dan HAM serta jurnalis yang menulis dan mengkritisi isu lingkungan maupun pembelaan hak masyarakat.

Kasus Golfrid Siregar, aktivis lingkungan dan HAM yang meninggal dunia tak wajar, bom molotov di Kantor LBH Medan, dan warkop jurnalis jadi fakta ada tindakan kekerasan, teror maupun intimidasi.

“Mabes Polri harus turun ke Sumut, menyidik semua kasus yang tak bisa diselesaikan Polda Sumut. Berikan rasa aman dan nyaman warga,” katanya.

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui laporan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas perizinan, sertifikasi dan implementasi pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan serta kesesuaian kebijakan dan ketentuan internasional, memperlihatkan, kebun-kebun sawit banyak bermasalah.

Luas perkebunan sawit bermasalah ini ada jutaan hektar di berbagai provinsi, seperti Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat. Laporan yang disampaikan kepada beberapa menteri kabinet kerja di Gedung BPK, Jakarta, Jumat (23/8/19) itu mengungkap, berbagai permasalahan dalam industri perkebunan sawit, seperti tak punya izin, baik izin usaha perkebunan (IUP) dan hak guna usaha (HGU).

Ari bilang, di provinsi ini, banyak perusahaan legal dan ilegal berada dalam kawasan hutan, baik di hutan konservasi, hutan lindung maupun kawasan hutan lain. Berdasarkan data Walhi Sumut, dari 2015–2019, kawasan hutan terambah lebih dari 174,385,31 hektar dan berubah jadi perkebunan sawit, tambak, tambang dan lain–lain.

 

Keterangan foto utama:  Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyebutkan, sekiyat 3,4 juta hektar, kawasan hutan malah jadi kebun sawit, salah satu di Sumatera Uyata. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version